6 Refleksi untuk Perempuan di Hari Bumi 2020

*Ega Melindo- www.Konde.co

Kamu tahu khan jika tanggal 22 April kemarin kita memperingati hari bumi. Setiap peringatan hari bumi, saya selalu teringat akan pentingnya menjaga kelestarian dan keberlanjutan bumi.

Apa saja yang saya catat di hari bumi 2020 ini, merupakan refleksi yang dikeluarkan lembaga Solidaritas Perempuan dimana saya bekerja saat ini:

1. Krisis Iklim dan Aktivitas Industri yang Merusak Bumi

Krisis iklim yang terjadi saat ini diperparah oleh aktivitas industri yang merusak bumi, yang di Indonesia sendiri dibarengi dengan massifnya investasi terutama di industri-industri ekstraktif seperti pertambangan dan perkebunan skala besar. Tak hanya berdampak pada krisis iklim dan penghancuran bumi, proyek-proyek tersebut juga disertai konflik agraria dan pelanggaran hak asasi manusia serta hak asasi perempuan.

2. Perempuan Kehilangan Lahan dan Tanah

Perempuan dan komunitas merupakan penjaga kelestarian bumi terdepan. Pengelolaan hutan, tanah, air, dan sumber-sumber kehidupan lainnya dilakukan dengan mempertimbangkan keberlanjutan. Perjuangan perempuan di berbagai wilayah untuk menolak dan melawan proyek-proyek investasi, tidak hanya untuk mempertahankan tanah mereka, tetapi dilakukan untuk menjaga kelestarian alam dan keberlanjutan lingkungan. Penghancuran bumi adalah penghancuran hidup dan sumber kehidupan perempuan. Akibatnya, Perempuan petani kehilangan lahannya, perempuan pesisir kesulitan mengolah dan menjual hasil laut karena wilayah tangkapnya tercemar, akibat dari berbagai proyek investasi dan pencemaran lingkungan yang dihasilkan. Sementara itu, perempuan di sekitar hutan tidak lagi dapat mengakses hutan akibat dari proyek yang mengatasnamakan mitigasi perubahan iklim. Perusakan bumi maupun perampasan lahan, dan wilayah kelola perempuan yang menyertai berbagai proyek investasi juga memberikan dampak lebih lanjut bagi perempuan.

3. Tak Punya Tanah, Perempuan Bermigrasi Menjadi PRT dan Buruh Migran ke Luar Negeri

Beban berlapis, alih profesi, hingga memaksa mereka bermigrasi ke luar negeri untuk bekerja sebagai buruh migran, yang mayoritas bekerja sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT). Dalam situasi ini, perempuan kembali menjadi mengalami ketidakadilan gender dan mengalami tindak kekerasan akibat lemahnya perlindungan negara.

4. Covid-19 Memperburuk Situasi Perempuan

Di tengah perusakan bumi yang terus terjadi, penyebaran virus Corona atau Covid-19 juga semakin memperburuk situasi perempuan. Karena peran gender perempuan yang dianggap sebagai “perawat keluarga” menempatkan mereka di garda terdepan berinteraksi dengan orang untuk belanja makanan sehari-hari di masa pembatasan interaksi sosial yang diterapkan oleh pemerintah. Selain itu, dalam situasi sulitnya perekonomian akibat kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang dikeluarkan pemerintah untuk menghentikan penyebaran COVID 19, perempuan harus berpikir dan bekerja lebih berat demi memastikan makanan dan air tersedia setiap harinya, serta semua kebutuhan rumah tangga dan keluarga terpenuhi.

5. DPR Mengeluarkan Kebijakan yang Merusak Bumi

Sementara, di tataran kebijakan, para legislator di DPR justru tengah menyiapkan polusi dan perusakan bumi yang lebih masif. Sejak sidang pertama tanggal 30 Maret 2020 lalu, mereka terus membahas kebijakan yang berorientasi pada kemudahan investasi ke Indonesia, dengan mengorbankan standar hak dan perlindungan masyarakat. RUU Cipta Kerja yang sudah sejak awal perumusannya mengalami penolakan dari berbagai masyarakat marjinal, seperti buruh, petani, nelayan, dan perempuan, justru menjadi prioritas DPR untuk terus saja dibahas. Begitu juga RUU Minerba yang pembahasannya terus berjalan. Pembatasan Sosial dan Fisik justru dimanfaatkan oleh DPR untuk membatasi perlawanan terhadap kebijakan-kebijakan ini, mengingat situasi pandemi yang membatasi pertemuan langsung maupun kesempatan protes dan demonstrasi yang sesuai dengan nilai-nilai demokrasi.

6. Negara Tidak Melakukan Tindakan Tegas

Melihat dampak besar yang akan dialami perempuan akibat perusakan bumi oleh investor, maka sudah seharusnya DPR maupun pemerintah tidak mengesahkan kebijakan tersebut. Negara seharusnya tidak menambah beban masyarakat di tengah pandemi, serta melakukan tindakan tegas untuk mengentikan penggusuran maupun kriminalisasi warga untuk tujuan investasi. Negara juga harus fokus pada penangan COVID 19, dengan memprioritaskan urgensi pemenuhan hak-hak dan perlindungan masyrakat di tengah bencana COVID 19, baik terkait kesehatan, pemulihan ekonomi warga, maupun mencegah dampak ‘kerusakan kolateral’ terhadap masyarakat terlebih perempuan.

(Foto/ Ilustrasi: Pixabay)

*Ega Melindo, staf divisi kampanye Sekretariat Nasional Solidaritas Perempuan. Refleksi ini disarikan dari pers release Solidaritas Perempuan di Hari Bumi 2020

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik. Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!