Pernah gak sih kamu mendengar narasi-narasi yang membolehkan suami memukuli istri? Entah karena istri keluar rumah tanpa izin, istri menampakkan wajah yang tidak baik atau mengatakan sesuatu yang kurang disukai suami?
Di beberapa pendapat ini malah jadi pembenaran alasan suami untuk membolehkan memukuli istrinya, apakah hal itu benar? Apakah Islam mentolerir atau membolehkan tindakan kekerasan suami memukul istrinya?
Nyai Siti Rofi’ah dari Pesantren PPTI Al Falah, Salatiga, menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Dia mengawalinya dengan penjelasan hadits yang menceritakan kisah seorang perempuan bernama Fatimah binti Qais. Dia curhat kepada Rasulullah bahwa dia tengah dilamar oleh beberapa laki-laki, namanya Usamah dan Abu Jahm.
Rasulullah kemudian memberitakan pertimbangan untuk Fatimah: Usamah adalah seorang laki-laki fakir miskin dibandingkan Abu Jahm. Namun begitu, Abu Jahm dikenal sebagai orang yang terbiasa memukul perempuan. Rasulullah kemudian menyarankan Fatimah untuk memilih Usamah.
“Walaupun Usamah tidak memiliki harta, tapi Usamah tidak pernah kasar terhadap perempuan. Hadits ini memberikan penegasan bahwa Rasulullah menganjurkan untuk perempuan dalam memilih laki-laki yang tidak memukul dan kekerasan-kekerasan lainnya,” ujar Siti Rofi’ah dalam Ngaji Cinta yang tayang di youtube Mubadalah, Senin (4/4/2022).
Dalam konteks rumah tangga, hadits ini menurut Nyai Rofi’ah juga menekankan bahwa semestinya tidak ada KDRT yang melukai pasangan. Tidak hanya berlaku untuk perempuan namun juga pasangan laki-laki. Rumah tangga dalam Islam bertujuan untuk mewujudkan keluarga yang sakinah atau tenang.
Sebagaimana QS Ar-rum ayat 21 yang mengatakan “Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan diantaramu rasa kasih dan sayang.”
“Kalau tiap pasangan sudah menghayati nilai kasih sayang, tidak mungkin dia memukul pasangannya (istri ataupun suami). Sehingga, pemukulan dan kekerasan di dalam bentuk apapun sesungguhnya tidak sesuai dengan spirit utama atau prinsip-prinsip perkawinan dalam Islam,” terangnya.
Nyai Rofi’ah menambahkan, pasangan suami istri juga semestinya bisa saling menghargai satu sama lain. Dalam ayat lain yang mengibaratkan pasangan itu seperti ‘pakaian’ yang saling menutupi dan melengkapi, yang semestinya tidaklah diwujudkan dengan adanya KDRT. Melainkan, kasih sayang.
“Satu sama lain harus saling menyayangi, tidak boleh ada kekerasan di dalamnya, sehingga bisa terwujud keluarga yang sakinah dan juga menjadi keluarga yang maslahah (bermanfaat),” pungkasnya.