Apa yang Harus Kamu Lakukan Jika Temanmu Jadi Korban Kekerasan Seksual? 

Jika ada temanmu yang menjadi korban kekerasan seksual, kamu harus dampingi dia. Jika kamu mendapatkan cerita temanmu yang mengalami kekerasan atau saat kamu mendapati tanda-tanda (red flag), kamu bisa memberikan dukungan. Jadilah teman baik yang mendengar tanpa menghakimi.

Kekerasan seksual sudah bukan menjadi isu yang asing di telinga anak muda. Permasalahan ini kian hari terus bertambah, terutama di kalangan anak muda. 

Dengan pergaulan dan edukasi yang masih minim, makin banyak orang terutama perempuan yang jadi korban.

Berdasarkan data Komnas Perempuan, sebanyak 338.496 kasus kekerasan seksual yang telah diadukan pada tahun 2021. Angka tersebut menunjukkan banyaknya kasus ini sudah marak terjadi di dalam masyarakat Indonesia. 

Kampus menjadi salah satu tempat seringnya terjadi kasus kekerasan seksual. Pada tahun 2021, Katadata mengeluarkan data, dari tahun 2017-2021 tercatat 35 kasus yang terjadi di lingkungan kampus. Mahasiswa dan civitas akademika di kampus seringkali terlibat dalam kasus pelecehan seksual. Fakta tersebut sangat disayangkan. Perilaku yang disepelekan memberikan dampak yang sangat fatal bagi para korban karena mereka akan mendapatkan trauma yang tidak dapat dilupakan begitu saja. 

Sebagian besar korban kekerasan seksual di Indonesia memilih untuk diam. Simfoni PPA mencatat pada 1 Januari-21 Agustus 2020 terdapat 3.605 dari 3.649 kasus kekerasan terhadap perempuan yang tidak dilaporkan. Korban memilih untuk tidak melaporkan jika pelaku adalah keluarga atau kerabat terdekat. Mereka tidak berani untuk memperjuangkan keadilan akan apa yang sudah terjadi kepada dirinya. 

Korban merupakan orang yang paling dirugikan dalam suatu kasus, terutama dalam kekerasan seksual. Terkadang, mereka mendapatkan ancaman dari pelaku setelah diperlakukan dengan buruk. Diteror atau bahkan disangkutpautkan dengan keluarga terdekatnya untuk mengancam agar korban tidak melaporkan kasus yang dialaminya. Dengan begitu, korban akan diam dan memilih untuk memendam pengalaman buruk tersebut. Mereka mau tidak mau harus mengikuti permintaan pelaku daripada keluarga atau kerabat terdekatnya akan mendapatkan imbasnya. 

Selain itu, sebagian besar korban adalah perempuan. Gender menjadi permasalahan juga yang akan disangkutpautkan dengan kasus kekerasan seksual. 

Di dalam beberapa kasus, perempuan dianggap memancing ataupun menggoda para laki-laki untuk melakukan hubungan seksual. Sebagai contoh, perempuan seringkali dianggap buruk jika berpakaian seksi dan terbuka, namun bagaimana jika memang mereka menghadiri sebuah pesta yang wajar untuk menggunakan pakaian seperti itu. Hal ini tidak dapat dijadikan alasan pembenar dari adanya kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh laki-laki

Permasalahan seperti ini tidak dapat terus dibungkam. Para korban kekerasan seksual harus berusaha mendapatkan hak suara yang sama dengan semua orang. Jika korban diam, maka kasus akan selalu dianggap selesai secara kekeluargaan. Namun, korban tidak mendapatkan suatu perlindungan dari tindak lanjut apa yang sudah dialaminya. Mereka akan selalu terbiasa untuk diam dan berusaha menahannya sendiri tanpa bantuan hukum.

PR besarnya, pihak berwajib pun menjadi faktor yang membuat korban sulit untuk melaporkan kasusnya. Beberapa polisi masih menganggap kekerasan seksual sebagai kasus yang tidak menguntungkan. Mereka harus membela korban tanpa mendapatkan apapun setelah menyelesaikan kasusnya. 

Berbeda dengan kasus-kasus “besar” yang dianggap dapat memberikan pengaruh pada karier. Berbeda dengan kasus kekerasan seksual yang dianggap hanya menjadi aksi sosial dalam membela korban yang mendapatkan perlakuan buruk. 

Dengan perkembangan yang ada, pemerintah mulai mencoba untuk membenahi apa yang terjadi. Mereka berusaha untuk mengurus para pihak berwajib yang menjadi garda terdepan bagi para korban. Polisi harus peduli dan selalu berpihak di posisi korban jika mendapatkan suatu kasus. Korban harus mendapatkan pembelaan dan perlindungan yang baik dari para pihak berwajib. Pengawasan memang dibutuhkan di dalam sebuah sistem, terutama pemerintah yang menjadi pegangan para masyarakatnya. 

Oleh karena itu, para korban harus berani untuk menindaklanjuti kasus yang telah dialaminya. Mereka harus berusaha mendapatkan keadilan dengan mempermasalahkan pelaku yang sudah berbuat keji kepada dirinya. Undang Undang harus menjadi sebuah pegangan yang aman bagi para korban. Keadilan akan didapatkan jika ada suara yang mengawalinya. 

Sebagai Teman, Apa yang Harus Kamu Lakukan Untuk Dukung Korban?

Jika ada temanmu ada yang menjadi korban, kamu harus dampingi dia. Jika kamu mendapatkan cerita temanmu yang mengalami kekerasan atau saat kamu mendapati tanda-tanda (red flag), kamu bisa memberikan dukungan. Jadilah teman baik yang mendengar tanpa menghakimi. Sediakan ruang yang aman bagi dia untuk bercerita. Laporkan ini di kampus, apalagi jika sudah ada Satgas di kampus, ini akan semakin mempermudahmu untuk melaporkannya.

Kamu juga bisa membantu memahami kebutuhannya. Kamu bisa mengidentifikasi dan menanyakan kebutuhannya. Semisal pertolongan konselor hingga informasi soal lembaga-lembaga pendamping yang menangani kasus kekerasan seperti mitra-mitranya yang tersebar di daerah. Kamu bisa googling pusat bantuan terdekat dengan lokasinya berada.

Kamu juga harus hati-hati, karena enggannya korban kekerasan seksual melaporkan kasusnya bisa disebabkan juga akibat tekanan dan ancaman yang dilakukan oleh pelaku. Hal ini bisa lakukan dengan menguntit korban, mendengarkan percakapannya, atau bahkan melarangnya bertemu orang. Pelaku bisa juga membaca pesan-pesan pribadi korban, mengecek sosial media atau emailnya, dan lainnya. 

Maka, kamu sebagai teman yang mendampingi korban juga tetap perlu hati-hati. Bukan saja untuk keselamatan temanmu, tapi juga perbuatan nekat pelaku yang juga bisa menyasarmu. 

Regina Marcella

Seorang mahasiswa Jurnalistik Universitas Padjadjaran yang suka menulis untuk memberikan sesuatu kepada orang lain.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!