Inilah pengalamanku jalan-jalan di Jakarta sepanjang Lebaran 2023
1.Memanfaatkan lebaran untuk berwisata dengan keluarga
Aku tinggal dengan Ibu yang jarang sekali libur, hanya pada lebaran dan tahun baru. Jadi, kemarin kami berencana impromptu untuk sesekali menikmati pantai bersama karena jarang ada kesempatan. Terdekat, ya, ke pantai di Ancol. Rencananya, kami jalan jam 5 subuh, tapi ujung-ujungnya jam 8 pagi. Iya, kesiangan. Kami pun menyesali bangun kesiangan itu. Sesampainya kami, ternyata Ancol tidak begitu padat.

Di sana aku bisa mendengar dan melihat banyak kelompok ibu-ibu yang sedang senam bersama. Menggunakan pengeras suara yang bisa terdengar lantang dari kejauhan. Mereka bergerak seirama dan wajah yang semringah–tidak peduli walau banyak pendatang yang berlalu lalang.
Aku dan keluarga berjalan kaki di Ancol dari pintu Timur hingga pantai Lagoon. Menikmati akhirnya kaki kembali menyentuh pasir-pasir dan air laut. Banyak anak kecil dan keluarganya yang bermain di sekitaran pantai–entah menumpuk pasir-pasir basah ataupun berenang bersama. Mereka terlihat asyik dengan aktivitas yang mereka lakukan. Walau tidak sepi-sepi amat, Ancol kala itu tidak sepadat yang biasanya aku lihat di berita. Rasanya, mengeluarkan Rp25.000 untuk seharian bermain di sana saat lebaran adalah pilihan yang bijak.

Kami sempat ditawari oleh penyewa perahu yang ada di sana. Namun, kami tidak berakhiran menyewa. Aku sempat menolak dengan berkata, “Maaf, Pak, nggak dulu. Saya takut air.”
Lalu dijawab oleh bapaknya, “Wah, jarang mandi dong!”
Ya, nggak begitu juga, sih.

Saat ditanya tentang keramaian lebaran, penyewa perahu menyatakan bahwa biasanya di siang hari akan lebih banyak yang sewa. Mungkin, di jam pagi, para keluarga ini menikmati pantai dulu, ya? Setelah lelah berjalan, kami berhenti sejenak untuk sarapan di McDonald’s. Paling enak memang panas-panas begini minum es teh lemon. Sudah tertebak, bagian dalam restoran cepat saji ini penuh. Jelas, AC-nya terasa adem sekali saat kami mengantre di kasir. Kami berujung makan di bagian luar.
Walau ada peringatan “Dilarang makan di bagian luar saat puasa!”, banyak pengunjung yang tetap makan di sana, salah satunya kami. Habisnya, tidak ada tempat lain. Setelah selesai makan, waktu sudah menunjukkan pukul 10.30. Langit terlihat abu-abu sejak kami sampai. Bukan karena mendung, melainkan memang salah satu efek polusi udara beberapa tahun terakhir. Tidak ada awan, tidak ada matahari. Ancol kala itu terasa sumpek tanpa angin.
2.Menuju pusat dan selatan Jakarta, antara sepi dan semenjana
Aku dan keluarga melanjutkan perjalanan ke pusat Jakarta, di daerah mal mewah berada. Dari yang terlihat sekilas, suasana mal begitu-begitu saja seperti pada umumnya, tidak sepi dan tidak juga ramai. Masih terdapat banyak pengunjung di berbagai toko kue, restoran, sampai supermarketnya.
Kami berpisah karena aku ingin menjajal transportasi umum. Aku menaiki MRT dari Bundaran HI menuju arah Lebak Bulus Grab. Tepat di seberang MRT ini, halte TransJakarta Bundaran HI juga terlihat ramai seperti biasanya. Walau begitu, di hari sebelumnya saya sempat menjadi saksi berada di bis rute Kalideres–Gelora Bung Karno yang kosong! Suatu keajaiban!

Saat menaiki MRT, aku melihat banyak remaja dewasa yang menggunakan baju trendy. Mereka terlihat juga akan bepergian untuk bersenang-senang menikmati kota Jakarta yang sepi. Aku juga menyaksikan beberapa keluarga menikmati momen di dalam MRT dengan mengambil beberapa foto bersama. Sepertinya baru pertama kali menggunakan transportasi publik canggih ini.

Jalanan di beberapa ruas jalan padat karena banyak yang berkunjung ke rumah saudara, ini terlihat di ruas jalan Ciledug raya

MRT kala itu tidak ramai, rasanya semua pengguna dapat menakses tempat duduk yang ada di dalamnya. Aku berhenti di Blok M, lalu menyusuri jalanan menuju M Bloc untuk mengambil beberapa foto. Sekilas, aku menyusuri berbagai kedai, kafe, dan pameran yang ada di sana. M Bloc begitu sepi pengunjung. Mungkin di beberapa tempat dapat dihitung jari.

Aku pulang ke rumah di daerah Tanjung Duren sekitar pukul 18.00. Suasana jalanan sepi, tidak macet sama sekali. Jalanan terlihat leluasa. Jarang sekali aku dapat melihat Jakarta seperti ini. Penginnya, sih, dinikmati sebaik-baiknya dulu sebelum kota ini kembali penuh minggu depan.
3.Yang ramai di rumah-rumah saudara
Kali ini aku juga pergi ke rumah temanku yang merayakan lebaran. Ada opor ayam dan ketupat, juga kue-kue khas betawi. Para perempuan sudah menyiapkan makanan lebaran ini seminggu sebelum lebaran.

Kalau kamu datang pagi, kamu akan dapat ketupat dan bisa bawa pulang kue betawi seperti dodol, tape uli atau manisan kolang-kaling.

Seperti lebaran di tempat lain, mereka juga saling berkunjung. Bisanya mereka datang sampai sore atau malam
4.Bakso akan diserbu di sore hari
Setelah merasa bosan makan ketupat dan sayur pagi sampai siang hari, pasti semua merasa bosen, biasanya setelah itu, pada menyerbu makan bakso.

Abang bakso yang gak pulang kampung biasanya sudah keluar keliling kampung di siang hari, mereka sengaja keliling karena tahu kalau pada sudah bosan makan ketupat.