Dear Pemberi Kerja, Pekerja Informal Juga Harus Dapat THR

Pekerja informal yang didominasi oleh perempuan punya hak mendapatkan THR sesuai aturan berlaku. Pemberi kerja harus memberikan THR selambat-lambatnya 7 hari jelang lebaran.

Konde.co dan Koran Tempo punya rubrik ‘Klinik Hukum Perempuan’ yang tayang secara dwimingguan bekerja sama dengan LBH APIK Jakarta, Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender dan Perempuan Mahardhika. Di klinik ini akan ada tanya jawab persoalan hukum perempuan. 

Tanya: Apakah pekerja informal/pekerja lepas juga bisa mendapatkan THR sebagaimana pekerja formal? Kapan THR harus sudah diberikan kepada mereka? 

Jawab:

Tunjangan Hari Raya Keagamaan atau biasa disebut dengan THR merupakan salah satu hak dari pendapatan buruh yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja menjelang Hari Raya Keagamaan berupa uang. 

Pengaturan mengenai THR diatur dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan (PP 36/2021) [JAV1] dan secara spesifik diatur dalam Surat Edaran (SE) M/HK.0400/III/2023 tentang Pelaksanaan Pemberian THR Keagamaan 2023 bagi Pekerja/Buruh (“SE Menaker M/2/2023”).

THR bagi buruh paling lambat diberikan 7 (tujuh) hari atau satu minggu sebelum hari raya keagamaan lebaran (Butir ke-7 SE Menaker M/2/2023). Aturan ini tertuang dalam Surat Edaran (SE) M//HK.0400/III/2023 tentang Pelaksanaan Pemberian THR Keagamaan 2023 bagi Pekerja/Buruh. Ini Artinya, THR paling lambat harus diberikan pada pekerja selambat-lambatnya pada 15 April 2023. 

Adapun Pemberian THR keagamaan tersebut  dilaksanakan dengan ketentuan, THR keagamaan diberikan kepada (Butir ke-1 SE Menaker M/2/2023):

A.Pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 1 (satu) bulan secara terus menerus atau lebih;

B. Pekerja/buruh yang mempunyai hubungan kerja dengan pengusaha berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu.

Mengenai besaran THR keagamaan diberikan kepada Pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 (dua belas) bulan secara terus menerus atau lebih, diberikan 1 (satu) bulan upah. Jika pekerja/ buruh yang mempunyai masa kerja 1 (satu) bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 (dua belas) bulan, diberikan secara proporsional sesuai dengan perhitungan (Butir ke 2 SE Menaker M/2/2023),

Masa kerja (bulan) X 1 bulan upah : 12

BACA JUGA: Lebaran dan Hak Buruh Perempuan

Bagi perusahaan yang menetapkan besaran nilai THR keagamaan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau kebiasaan, lebih besar dari nilai THR keagamaan sebagaimana nomor 2 di atas, maka THR keagamaan yang dibayarkan kepada pekerja/buruh sesuai dengan perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau kebiasaan tersebut.

Bagi perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor yang melaksanakan penyesuaian waktu kerja dan upah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor S Tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global, maka upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan THR keagamaan bagi pekerja/buruh menggunakan nilai upah terakhir sebelum penyesuaian upah berdasarkan kesepakatan.

Lalu, bagaimana THR untuk pekerja informal? 

Pekerja informal dalam peta jalan JKN 2012-2019 didefinisikan sebagai Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) atau pekerja di luar hubungan kerja (pekerja mandiri), yang sebagian besar tidak menempati lokasi usaha yang permanen dan memiliki penghasilan tidak tetap. Misalnya, pekerja rumah tangga (PRT), buruh cuci harian, buruh tani dan perkebunan, ojek online, pengantar paket, dan lainnya.

Dalam Surat Edaran (SE) M//HK.0400/III/2023 disebutkan bahwa surat edaran ini berlaku untuk semua pekerja, jadi semua pekerja baik pekerja formal, informal berhak mendapatkan THR. Di surat edaran disebutkan soal berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu, jadi pekerja lepas juga mendapatkan THR.

BACA JUGA:

Akhirnya Dapat THR: Pekerja Lepas, Lebaran Harus Dapat THR!

Pengaduan THR Buruh Perempuan

Bagi pekerja/buruh yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja harian lepas, upah 1 (satu) bulan dihitung sebagai berikut (Butir ke 3 SE Menaker M/2/2023):

1.     Pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 (dua belas) bulan atau lebih, upah 1 (satu) bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima dalam 12 (dua belas) bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan.

2.     Pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja kurang dari 12 (dua belas) bulan, upah 1 (satu) bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja

Untuk mengantisipasi timbulnya keluhan dalam pelaksanaan pembayaran THR keagamaan, masing-masing wilayah provinsi dan kabupaten/kota membentuk Pos Komando Satuan Tugas (Posko Satgas) Ketenagakerjaan Pelayanan Konsultasi dan Penegakan Hukum Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2023 yang terintegrasi melalui websitehttps://poskothr.kemnaker.go.id.

Demikian jawaban ini kami sampaikan. 

(Jika kamu atau orang yang kamu kenal mengalami pelecehan seksual dan membutuhkan pendampingan hukum, kamu dapat menghubungi LBH APIK Jakarta atau Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender.)

Mona Ervita

Advokat dari Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!