21 Tahun Catahu, Komnas Perempuan Temukan Kekerasan Khusus Kelompok Rentan

Komnas Perempuan meluncurkan kompilasi hasil catatan tahunan (Catahu) selama 21 tahun. Selain menemukan jumlah Kekerasan Berbasis Gender (KBG) yang meningkat, Komnas juga menemukan banyaknya kekerasan khusus yang menyasar kelompok rentan

Andy Yentriyani, Ketua Komnas Perempuan berharap banyak, ketika menurun atau meningkatnya jumlah kekerasan, bukan untuk mengukur hasil secara kuantitatif, tapi lebih penting adalah bagaimana keseriusan dalam penanganan dan penyikapan kasus.

Andy Yentriyani mengungkap ini dalam acara peluncuran kompilasi 21 Tahun catatan tahunan Komnas Perempuan pada 20 Juni 2023 . Kompilasi catatan tahunan dari tahun 2001-2022 ini mencatat tentang bertambahnya jumlah laporan kasus kekerasan berbabasis gender (KBG) setiap tahunnya. Total sebanyak lebih dari 2,7 juta kasus yang tercatat sejak tahun 2001-2022 atau selama 21 tahun ini yang terbagi dalam ranah personal, publik dan negara.

Kenaikan kasus ini juga menunjukkan bahwa para korban sudah berani untuk bicara, mereka berani untuk bergerak dan mencari dukungan.

“Hal ini (kenaikan jumlah kasus) perlu kita maknai secara positif, yaitu meningkatnya keberanian, dukungan dan akses perempuan korban untuk melaporkan kasusnya,” ujar Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani dalam sambutannya.

Baca juga: Catatan Tahunan Komnas Perempuan: Kekerasan Perempuan Meningkat, Penanganan Masih Lemah

Kompilasi ini selanjutnya juga memperlihatkan tentang kebutuhan untuk mempercepat upaya penguatan pencatatan bersama melalui sinergi database lintas sektor, mengintegrasikannya dengan Sistem Peradilan Pidana Terpadu Berbasis Teknologi Informasi (SPPT-IT) dan proses Satu Data Indonesia (SDI) . Kebutuhan atas SDI ini menjadi sesuatu yang tidak terelakkan.

“Pemerintah perlu secara sungguh-sungguh memberikan dukungan infrastruktur kepada semua lembaga layanan, dan juga bagi Komnas Perempuan, untuk membangun database bersinergi yang mantap. Dukungan yang dimaksud termasuk dukungan pendanaan untuk pemutakhiran alat-alat digitalisasi dokumentasi, pelatihan pendokumentasian, penempatan sumber daya manusia dan juga pengembangan keamanan digital,” tegas Andy.

Selama ini hampir semua CATAHU memuat KBG terhadap perempuan dengan perhatian khusus. Alasan pemilihan isu yang dijadikan perhatian khusus antara lain karena korban mengalami diskriminasi/kekerasan berlapis dan memiliki kerentanan berlapis, belum memiliki perlindungan sistemik atau perhatian dari negara/publik, tren kasus  merupakan fenomena gunung es yang berpotensi masif bila diabaikan dan Isu KBG perlu didorong menjadi perhatian khusus pengambil kebijakan lokal, nasional maupun PBB. 

Selain itu juga karena adanya angka laporan yang melonjak, atau kasus yang tiba-tiba muncul, dan tema-tema khusus yang jarang ditengok, atau tema-tema KBG yang terjadi secara nasional. 

Kekerasan Menyasar Kelompok Rentan

Ada sebelas isu yang dipilih dalam kajian CATAHU 21 tahun ini, yaitu femisida, Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO), KBG terhadap perempuan di institusi pendidikan, kekerasan di institusi keagamaan, KBG terhadap perempuan penyandang disabilitas, KBG terhadap perempuan kelompok non-biner minoritas seksual, Perempuan Pembela Hak Asasi Manusia (PPHAM), diskriminasi dan KBG terhadap perempuan dalam pemilu dan Pilkada, penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi  berbasis gender terhadap perempuan dalam tahanan, perempuan Pekerja Rumah Tangga (PRT), dan Perempuan dengan HIV AIDS.

Siti Aminah Tardi, komisioner Komnas Perempuan yang bicara dalam acara peluncuran ini menyatakan bahwa ada kekerasan khusus yaitu yang menyasar kelompok rentan, seperti kekerasan yang menyasar kelompok disabilitas, kelompok minoritas agama, kelompok non biner minoritas seksual, juga kekerasan yang menimpa perempuan pembela HAM yang selama mendampingi para korban.

Catatan penting lainnya, kekerasan ini juga menimpa anak-anak muda yang artinya tak hanya mengenai yang sudah berumur, tapi juga anak muda menjadi korban.

“Terekam pula bahwa karakteristik korban KBG khususnya kekerasan seksual selama 21 tahun menunjukkan tingkat usia yang semakin relatif lebih muda serta tingkat pendidikan pun pekerjaan korban maupun pelaku relatif lebih rendah. Hal ini menggarisbawahi bahwa KBG terhadap perempuan tak mengenal usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan atau status ekonomi, relasi korban dengan pelaku, serta lokus dan kondisi disabilitas – non disabilitas. Relasi kuasa antara pelaku dengan perempuan korban merupakan faktor inheren dan pokok pada setiap kasus KBG di setiap ranah,” kata Siti Aminah Tardi.

Selama 21 tahun Catahu, tercatat lebih dari 2,5 juta Kekerasan Berbasis Gender di ranah personal dengan Kekerasan terhadap Istri (KTI) paling banyak dilaporkan sebanyak 484.993 kasus, jumlah paling tinggi tercatat di Catahu 2009 yaitu sebanyak 131.375. 

Baca juga: Catahu Komnas Perempuan: Kesadaran Mengadukan Kekerasan Seksual Meningkat, Tapi Tidak Dibarengi Penanganan 

Selanjutnya Kekerasan Dalam Pacaran (KDP) menempati posisi kedua terbanyak dalam kekerasan di ranah personal yaitu sebanyak 26.629 kasus, jumlah paling tinggi tercatat di Catahu 2015 yaitu sebanyak 2839 kasus. Ada sekitar 87 ribu lebih KBG yang terjadi di ranah publik. Pola jumlah kekerasan gender di ranah publik tahun 2001 sampai 2021 mengalami naik-turun. Kekerasan di ranah publik pada Catahu 2009 merupakan yang tertinggi yaitu sebesar 6.683 kasus. Kekerasan yang dialami oleh pekerja migran dan TPPO juga tinggi.

Secara terperinci dilihat dari bentuknya, kekerasan seksual paling dominan (34.453 kasus). Perkosaan adalah kasus yang paling banyak dilaporkan di Lembaga Mitra dan juga di Komnas Perempuan. Bangunan pengetahuan terkait ragam kekerasan seksual semakin jelas sejak tahun 2014, sejalan dengan semakin menguatnya advokasi Undang-Undang TPKS. KBG di ranah negara mengalami naik turun dan selamat 21 tahun berjumlah 2.292 kasus.

Puncak kenaikan pada Catahu 2010 dengan kenaikan sekitar 400 kasus dari tahun sebelumnya yang hanya 54 kasus. Penggusuran banyak dilaporkan di Catahu 2010, 2016, dan 2017. Sedangkan konflik SDA banyak terjadi pada tujuh tahun terakhir. Pada awal xiii pencatatan, kekerasan di ranah negara tidak banyak terdokumentasikan. Sejak Catahu 2014 semakin terkenali KBG terhadap perempuan di ranah negara. Kekerasan berdasarkan bentuknya, yaitu kekerasan seksual, fisik, psikologi, dan ekonomi mulai digunakan secara konsisten pada Catahu 2010. Bentuk kekerasan yang dialami oleh korban sejak Catahu tahun 2001 paling banyak adalah bentuk kekerasan psikis (6.978.719/48%), seksual (6.820.864/47%), fisik (230.811/2%) dan ekonomi (421.790/3%). Hampir semua korban mengalami kekerasan yang berdampak psikologis atau berlapis.

Baca juga: Menggerutu Lihat CATAHU 2023, Bukti Nyata UU TPKS Belum Efektif Terlaksana

Secara kualitatif, Catahu merekam perjuangan pengesahan UU PKDRT yang cukup panjang, sebagai klimaks kelelahan perjuangan tersebut Catahu 2003 merekam pernyataan penyesalan tidak disahkannnya RUU A-PKDRT

Siti Aminah juga menyatakan bahwa hampir semua Catahu memuat pilihan KBG terhadap perempuan dengan perhatian khusus.

“Alasan pemilihan isu yang dijadikan perhatian khusus antara lain karena korban mengalami diskriminasi/kekerasan berlapis dan memiliki kerentanan berlapis, belum memiliki perlindungan sistemik atau perhatian dari negara/publik, tren kasus merupakan fenomena gunung es, berpotensial masif bila diabaikan.”

Maka isu KBG perlu didorong menjadi perhatian khusus pengambil kebijakan lokal, nasional maupun PBB. Selain itu juga karena adanya angka laporan yang melonjak, atau kasus yang tiba-tiba muncul, dan tema-tema khusus yang jarang ditengok, atau tema-tema KBG yang terjadi secara nasional. 

Luviana

Setelah menjadi jurnalis di media mainstream selama 20 tahun, kini menjadi chief editor www.Konde.co dan menjadi dosen pengajar paruh waktu di Jakarta. Pedagoginya dalam penulisan isu media, perempuan dan minoritas
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!