Nasib buruh dalam Permenaker 5/2023

Komnas HAM Minta Stop Permenaker 5/2023 yang Bikin Buruh Makin Sengsara

Menteri Tenaga Kerja RI harus segera mencabut Permenaker 5/2023 karena membuat buruh termasuk buruh perempuan makin sengsara. Mengapa itu bisa terjadi?

Komnas HAM merekomendasikan Menaker RI untuk tidak memperpanjang Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No.5 Tahun 2023. Pun ke depannya, Komnas HAM berharap agar tidak diterbitkannya lagi peraturan serupa.

Hal itu merujuk pada hasil kajian Komnas HAM atas dampak Permenaker 5/2023 terhadap buruh. Dalam kurun waktu 3 bulan yaitu Juni-Agustus 2023, Komnas HAM menerima sejumlah laporan/aduan dari buruh maupun serikat buruh tentang menurunnya kehidupan buruh pasca diterapkannya Permenaker 5/2023. 

Kajian dilakukan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan analisis naratif. Serta triangulasi untuk memvalidasi keakuratan data, baik melalui dokumen, diskusi terarah maupun wawancara mendalam serta observasi lapangan. 

Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM, Anis Hidayah, menjelaskan hasil kajian tersebut setidaknya menyimpulkan empat hal. 

Pertama, penerapan Permenaker 5/2023 merupakan bentuk penyesuaian upah yang tidak adil dan berpotensi merugikan pekerja/buruh. Ditambah lagi dengan penyesuaian waktu kerja yang berdampak pada pengurangan pembayaran upah. 

“Praktik ini melanggar Pasal 88A Ayat 4 UU Cipta Kerja soal larangan membayar upah pekerja/buruh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku,” kata Anis dalam pernyataan resmi yang diterima Konde.co, Rabu (20/9/2023).  

Baca Juga: Sugar Generation, Upah Kecil Bikin Buruh Perempuan Sulit Akses Makanan Sehat

Dia menekankan, seharusnya, berdasarkan Pasal 88A Ayat 5, apabila kesepakatan yang dicapai lebih rendah atau bertentangan dengan peraturan, maka kesepakatan itu batal. Di sisi lain, pengaturan pengupahan harus dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 

Kedua, Anis menambahkan, terdapat 3 (tiga) bentuk penerapan Permenaker 5/2023 oleh perusahaan. Yaitu tanpa adanya perundingan, adanya perundingan dan telah disepakati dan masih dalam tahap proses perundingan 1 dan 2 dengan pihak Serikat Buruh/Serikat Pekerja. 

Ketiga, pihaknya juga menyoroti soal bentuk pelanggaran pembayaran upah yang dilakukan oleh perusahaan. 

“Berupa buruh/pekerja diliburkan dan tidak dibayar, penambahan waktu kerja/lembur tapi tidak dihitung, pemutusan hubungan kerja (PHK) penawaran/sukarela, diliburkan tapi diganti dengan cuti tahunan, dan tidak diliburkan, tapi ada pemotongan upah,” jelasnya. 

Keempat, Permenaker 5/2023 juga berpotensi melanggar hak asasi manusia. Antara lain hak berserikat, hak berkumpul dan berorganisasi, hak atas pekerjaan dan upah yang layak, hak atas informasi dan hak perempuan,” katanya.  

“Untuk itu, Komnas HAM merekomendasikan Menteri Ketenagakerjaan RI untuk tidak memperpanjang pemberlakuan Permenaker 5/2023 dan tidak menerbitkan kebijakan serupa di masa mendatang,” katanya. 

Sebagaimana diketahui, Permenaker 5/2023 diterapkan terhadap perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor yang terdampak perubahan ekonomi global. Seperti industri garmen, tekstil, kulit, sepatu dan furniture. Adapun kebijakan yang diatur berupa penyesuaian besaran dan cara pembayaran upah pekerja/buruh sesuai kesepakatan pengusaha dan pekerja. 

Selain itu, juga legalitas pemotongan upah hingga maksimal 25% dari upah yang biasa diterima. Dampak yang diterima buruh/pekerja, antara lain menurunnya upah yang diterima buruh/pekerja, terbelit dengan tumpukan utang, hingga potensi konflik horizontal antar buruh. 

Buruh Perempuan Desak Pencabutan Permenaker 5/2023

Sejak diterbitkan pada Maret 2023, Permenaker No.5 Tahun 2023 mulai memperlihatkan dampak negatifnya terhadap buruh perempuan. 

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah kala itu menginginkan adanya penyesuaian waktu kerja dan pengupahan. Yaitu, pada perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor yang terdampak Perubahan ekonomi global. 

Namun, kebijakan itu nyatanya dinilai justru semakin mendiskriminasi dan memiskinkan buruh perempuan. 

Seperti halnya di industri garmen yang masuk kategori industri padat karya yang dimaksud dalam Permenaker ini. Sebanyak 80% buruh industri garmen adalah perempuan, yang dimana fleksibilitas kerja dan fleksibilitas upah sudah banyak diterapkan sejalan dengan diterbitkannya Perppu Cipta Kerja pada tanggal 30 Desember 2022.

Vivi Widyawati dari Perempuan Mahardhika mengatakan, Permenaker No 5 Tahun 2023 bukannya memberikan perlindungan dan mempertahankan kelangsungan pekerjaan. Namun, justru menghilangkan perlindungan karena lingkungan kerja tak layak, kebijakan upah murah dan penangguhan upah, hingga tidak memiliki kepastian kerja di tengah kontrak kerja yang sangat pendek. 

Hal lainnya yang menurutnya berdampak pada buruh perempuan, adalah ancaman pengabaian hak-hak reproduksi buruh perempuan. Seperti cuti haid, cuti hamil, cuti melahirkan, dan cuti keguguran. 

“Sejak awal Permenaker ini hanya ditujukan sebagai alat pengusaha yang dilegalkan oleh pemerintah untuk mendulang profit yang lebih besar dengan melanggar hak asasi manusia dan menggunakan dalih krisis untuk memanipulasi buruh,” ujar Vivi Widyawati dari Perempuan Mahardhika, dihubungi Konde.co, Rabu (20/9/2023). 

Baca Juga: Buruh Perempuan Dipaksa ‘Staycation’: Kontrak Kerja Jadi Celah Eksploitasi

Dia menjelaskan, dengan sistem target tinggi yang masih berlaku di industri padat karya, perusahaan lah yang akan memiliki kuasa untuk mengatur waktu kerja dan jumlah target. Fleksibilitas seperti itu jelas akan memperpanjang jam kerja, memperbesar eksploitasi, praktik kerja yang penuh kekerasan dan praktik pencurian upah. 

Belum lagi, proses penghilangan status kerja tetap, artinya setiap buruh menjadi harian lepas yang karenanya upah mereka dihitung berdasarkan satuan waktu dan hasil. Di sinilah, Permenaker ini bisa semakin memiskinkan buruh termasuk perempuan. 

Menurut data kemiskinan yang dirilis oleh BPS bulan September 2022, jumlah penduduk miskin meningkat 26,36 juta jiwa. Dalam data tersebut, persentase perempuan yang hidup di bawah garis kemiskinan selalu lebih tinggi dibandingkan laki-laki. 

“Dengan adanya pengurangan upah sebesar 25% dalam Permenaker akan membuat perempuan semakin terpuruk dalam jurang kemiskinan, jika Upah Minimum Provinsi yang ditetapkan pemerintah saja tidak pernah cukup untuk buruh dan keluarganya bisa hidup layak dan gizi yang cukup, apalagi jika dikurangi,” Vivi menjelaskan. 

Ia mencontohkan, seperti yang terjadi pada PT. Amos Indah Indonesia dan PT. Tainan Enterprises Indonesia. Kedua perusahaan tersebut bergerak di sektor garmen dan berorientasi ekspor. 

Penerapan Permenaker No 5 Tahun 2023 ini berdampak pada pemotongan upah buruh dan pengurangan line produksi pabrik. 

“Kondisi ini bisa dilihat dari mulai masifnya penerapan Permenaker No 5 Tahun 2023 oleh beberapa perusahaan yang ada di kawasan KBN Cakung Jakarta Utara,” kata dia.  

Baca Juga: Bagaimana cara Bantu Perempuan yang Berkasus Hukum? Baca Disini

Tanpa adanya perundingan dan kesepakatan dengan Serikat Buruh. Salah satunya yang terjadi di Pengurus Basis Federasi Serikat Buruh Persatuan Indonesia (PB FSBPI) PT. Amos Indah Indonesia dan PT. Tainan Enterprises Indonesia yang sejak awal secara tegas menolak upaya penerapan Permenaker 5/2023. Sayangnya, pihak perusahaan tidak menghiraukan penolakan dari Pengurus Basis.

Pengurus Basis FSBPI PT. Amos Indah Indonesia dan PT. Tainan Enterprises Indonesia melakukan penolakan dengan menggalang dukungan berupa tanda tangan anggota dan semua buruh. 

Tetapi, pihak perusahaan menjegal dengan mengancam buruh untuk menandatangani surat menerima penerapan No Work No Pay atau Tidak Kerja Tidak Dibayar. Caranya, dengan merumahkan buruh setiap hari Senin dan upah tidak dibayarkan. 

Sebagai serikat buruh kondisi tersebut membuat mereka melakukan perlawanan dengan Reli di KBN Cakung pada tanggal 15, 16, 18, 21 dan 22 Agustus 2023 lalu. Dimulai dari PT Amos Indah Indonesia kemudian PT. Dayup Indo hingga PT. Tainan Enterprises Indonesia. 

Tidak sampai disitu, pembagian selebaran tolak Permenaker kepada para buruh di perusahaan KBN Cakung juga mereka lakukan. Ini sebagai cara memantik buruh perempuan untuk berani melawan penerapan Permenaker. 

Baca Juga: Di-PHK Mendadak, Sulit Dapat Kerjaan: Nasib Para Buruh Garmen di Balik Industri Fast Fashion

“Karena pemiskinan buruh perempuan adalah penindasan atas hak asasi manusia dan kekerasan terhadap perempuan yang harus dikecam dan dilawan bahwa kepastian bekerja dan upah layak merupakan aspek hak asasi manusia mendasar yang tidak boleh dirampas,” lanjutnya.  

Hal tersebutlah yang kemudian membawa Pengurus Basis juga melakukan laporan ke Komnas HAM, Dinas Provinsi Tenaga Kerja Provinsi DKI Jakarta dan Pengawas Tenaga Kerja Jakarta Utara. Ini dikarenakan, lembaga pemerintah memiliki andil terhadap situasi pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di dalam pabrik. 

Dengan situasi ini, mereka menuntut agar Menteri Ketenagakerjaan segera mencabut Permenaker No 5 Tahun 2023. Selain itu, mereka mendesak agar pemerintah memperbanyak jaminan perlindungan bagi buruh perempuan. Serta memenuhi hak buruh untuk hidup layak.  

Nurul Nur Azizah

Bertahun-tahun jadi jurnalis ekonomi-bisnis, kini sedang belajar mengikuti panggilan jiwanya terkait isu perempuan dan minoritas. Penyuka story telling dan dengerin suara hujan-kodok-jangkrik saat overthinking malam-malam.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!