Jokowi dan Gibran Rakabuming

Putusan MK Jadi Peluang Gibran Maju Pilpres 2024, Jokowi Disebut Mirip Suharto?

Kemiripan Jokowi dan apa yang dilakukan Suharto di zaman orde baru termasuk pada pemberian keistimewaan pada anak-anaknya. Aktivis Prodem (Pro Demokrasi) mendeklarasikan Maklumat Juanda 2023 sebagai seruan keras atas mundurnya reformasi ini.

Syarat minimal mencalonkan presiden/wakil presiden memang tetap minimal 40 tahun. Namun, di bawah 40 tahun asal pernah berpengalaman jadi kepala daerah bisa maju pilpres 2024. 

Begitulah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang baru saja mengabulkan sebagian gugatan menyoal syarat minimal usia capres/cawapres. Putusan itu merespons permohonan uji materiil pasal 169 huruf q UU No. 7 Tahun 2017 yang digelar di Gedung MK Jakarta pada Senin (16/10). 

Perkara No 90/PUU-XXI/2023 tersebut diajukan oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Negeri Surakarta, Almas Tsaqib Birru. Pemuda usia 23 tahun itu, merupakan sosok yang mengaku mengagumi kinerja Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka. 

“Mengabulkan permohonan untuk sebagian,” ujar Ketua MK, Anwar Usman dalam sidang menanggapi gugatan Almas, dilansir Detik.com.

Dengan begitu, MK memutuskan syarat capres/cawapres adalah berusia 40 tahun. Jika belum 40 tahun, maka dia pernah atau sedang menjadi kepala daerah dipilih lewat pemilihan umum. 

Baca Juga: Dear DPR, Presiden Jokowi Perintahkan UU PPRT Segera Disahkan

MK lantas membandingkan syarat usia capres saat ini 40 tahun. Namun, syarat usia gubernur 35 tahun, syarat usia calon bupati/wali kota 25 tahun dan caleg minimal 21 tahun. Hal ini dinilai tidak selaras dengan semangat konstitusi. MK juga menunjukkan beberapa contoh kepala negara/pemerintahan di berbagai negara yang berusia 40 tahun. 

MK berpendapat, kepala daerah layak berpartisipasi dalam kontestasi pemilu meskipun belum berusia 40 tahun. Jabatan yang dimaksud ini merupakan jabatan yang bersifat elected officials (jabatan terpilih). 

“Artinya, usia dibawah 40 tahun sepanjang pernah atau sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilu, seyogyanya dapat berpartisipasi dalam kontestasi calon presiden dan wakil presiden,” ujarnya. 

‘Keistimewaan’ Anak Presiden

Pada Jumat (13/10) lalu, calon presiden dari Koalisi Indonesia Maju, Prabowo Subianto mengadakan pertemuan dengan para partai pendukungnya. Pertemuan di Kertanegara, Jakarta, itu membahas soal calon wakil presiden yang bakal jadi pendamping Prabowo.

Ada empat kandidat yang muncul. Salah satu yang terkuat adalah Gibran Rakabuming, walikota Solo yang juga adalah anak sulung presiden Joko Widodo. 

Gibran yang lahir 1 Oktober 1987 itu, jika dihitung usianya memang masih 36 tahun. Usia yang semestinya belum masuk dalam aturan syarat usia capres/cawapres RI. Namun dengan adanya pengabulan sebagian MK baru-baru ini, Gibran jadi melenggang berpeluang maju ke pilpres 2024. 

Dengan kata lain, Gibran yang pernah dan sedang menjabat kepala daerah bisa menjadi cawapres Prabowo di Pilpres 2024. Meskipun usianya belum genap 40 tahun. 

Dalam pernyataanya kepada Konde.co, Aktivis HAM, Andreas Harsono, sesaat sebelum putusan MK seperti sudah “menduga” arah putusan itu. Dia bersama puluhan tokoh dan aktivis menyampaikan keprihatinannya. seperti, Ayu Utami, Butet Kartaredjasa, Damaria Pakpahan, Feby Indirani, Karlina Supelli, Laksmi Pamuntjak, Saiful Munjani, Ulil Abshar, Todung Mulya Lubis, hingga Goenawan Mohamad dkk.

Goenawan Mohamad (GM) pun menuliskan pernyataannya dalam laman milik Andreas Harsono berjudul ‘Seorang Pemimpin yang Dipuja dan Dipuji adalah Manusia yang Digoda’.  

Sastrawan yang juga pendiri majalah Tempo itu tak memungkiri bahwa dia menjadi pendukung Jokowi. Setidaknya hingga pemilihan presiden tahun 2019, dia terlibat aktif dalam aksi-aksi mendukung Jokowi. 

Baca Juga: Aksi Payung Duka PRT: “Presiden Jokowi dan Ketua DPR RI Puan Maharani, Bersuaralah!”

Pada masa itu, GM misalnya ikut berkampanye sampai malam ketika di Sukabumi. Dia ikut pula mengorganisir rapat umum di Jakarta. Juga menulis teks digital maupun non-digital, menyelenggarakan tujuh malam musik dan pertunjukkan di Komunitas Salihara bersama banyak seniman hingga ikut menyumbang dana. 

Di umur yang tak lagi muda, kini 82 tahun, GM juga berjalan kaki di siang hari bersama rombongan pedagang kaki lima pendukung Jokowi saat itu. Dia menyusuri Dukuh Atas sampai depan Istana Merdeka. Demi menyambut terpilihnya Jokowi lagi di tahun 2019. 

Dalam sebuah interviewnya di Tokyo pada tahun 2022, GM juga mengatakan Jokowi adalah presiden terbaik dalam sejarah Indonesia hingga kini. Tapi pada tahun 2023, dia seperti diingatkan kearifan klasik bahwa pemimpin yang dipuja dan dipuji adalah seorang manusia ‘yang digoda’. 

Jokowi menurutnya, tak mudah lagi dikritik. Dia tak mendengarkan saran-saran misalnya agar tak tergesa membangun ibu kota baru. Sebab, ide itu akan berantakan jika tak direalisasikan dengan seksama. 

“Presiden Jokowi–sebagaimana saya temukan sedikit demi sedikit– melakukan apa yang dilakukan Suharto: memberi perlakuan istimewa bagi anak-anaknya,” tulis GM. 

Semula termasuk dirinya mengaku pernah kagum dengan sosok Gibran dan Kaesang (penjual martabak dan pisang) sebagai pengusaha. Bukan dengan memonopoli bidang bisnis besar seperti anak-anak Suharto. 

Tapi kemudian, saat dengan mudahnya —tanpa kompetisi terbuka dan tanpa prosedur benar— anak-anak Jokowi rupanya naik ke kursi kekuasaan. Dirinya mulai ragu. 

“Ternyata Jokowi, presiden saya, presiden yang dicintai rakyat, telah memberi mereka keistimewaan secara tak adil. Saya terhenyak. Saya kecewa dan sedih.”

Baca Juga: Pidato Jokowi: Hanya Sekali Sebut Isu Iklim, Isu Ekonomi Disebut 66 Kali

Puncaknya pada saat ini, jalan Gibran untuk jadi wakil presiden pun disiapkan. Ini merujuk pada putusan MK, yang nyatanya menguntungkan bagi Gibran. 

Menurutnya, Gibran bisa jadi walikota yang baik, tapi ia tak tertandingi karena tak pernah ada pertandingan. Gibran disebut juara yang tak sejati. Dan lebih buruk lagi, rasa keadilan dilecehkan, aturan yang disepakati dikhianati. 

“Saya sedih melihat itu semua.  Demokrasi dimulai dengan sangka baik — tentang yang memilih dan yang dipilih —dan mengandung kepercayaan kepada sesama.  Kini sangka baik itu retak, mungkin rusak parah, karena orang yang kita percayai ternyata culas,” katanya. 

Reformasi Kembali ke Titik Nol: Demokrasi Merosot, Diperburuk Politik Dinasti 

Tak lama usai putusan MK, Maklumat Juanda 2023 diterbitkan. Ini adalah suara ratusan tokoh yang kecewa atas situasi demokrasi yang kian memburuk selama 25 tahun ini termasuk di era Jokowi. Mereka terdiri dari guru besar, dosen, agamawan, mantan KPK, aktivis HAM, seniman, hingga tokoh-tokoh relawan Jokowi. 

Mereka menyebut soal penyalahgunaan demokrasi yang dilakukan penguasa. Seperti melalui peraturan perundang-undangan mulai dari revisi UU KPK, KUHP, hingga UU Cipta Kerja. 

“Konflik kepentingan pejabat kabinet sangat kuat. Prosedur demokrasi disalahgunakan untuk memfasilitasi oligarki yang lama mengakar di era rezim Soeharto,” tulis mereka dalam pernyataan resmi yang diterima Konde.co, Senin (16/10). 

Penyelesaian pelanggaran HAM berat juga berhenti di ranah non-yudisial, instan, dan terhalang oleh kompromi politik jangka pendek.

Mereka pun menyorot, politik dinasti yang juga terasa kental ketika Presiden menyalahgunakan kekuasaan yang sedang dipegangnya untuk mengistimewakan keluarga sendiri. 

“Anak-anaknya yang minim pengalaman dan prestasi politik menikmati jabatan publik maupun fasilitas bisnis yang tak mungkin didapat tanpa status anak Kepala Negara/Presiden yang berkuasa,” lanjutnya. 

Baca Juga: Perempuan Dalam Setahun Pemerintahan Jokowi Dan Ma’ruf

Presiden (Jokowi) pun terus bermanuver untuk menentukan proses Pemilu 2024 dengan menggandeng kubu politik yang menjamin masa depan sendiri dan dinasti keluarga. “Rasa keadilan diinjak-injak. Masa depan bangsa dijadikan permainan kotor.”

Mereka juga menyayangkan adanya perilaku politik yang nista dari penguasa dan kalangan atas ini. Ukuran moral, tentang yang adil dan tidak adil, yang patut dan tidak patut telah hilang. Perilaku yang nista itu adalah kolusi dan nepotisme yang dirobohkan oleh gerakan reformasi, seperempat abad lalu.

“Kami mendesak para pemimpin bangsa, terutama Kepala Negara, Presiden Jokowi, agar memberi teladan, dan bukan memberi contoh buruk memperpanjang kebiasaan membangun kekuasaan bagi keluarga,” pungkasnya. 

Nurul Nur Azizah

Bertahun-tahun jadi jurnalis ekonomi-bisnis, kini sedang belajar mengikuti panggilan jiwanya terkait isu perempuan dan minoritas. Penyuka story telling dan dengerin suara hujan-kodok-jangkrik saat overthinking malam-malam.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!