Berbagi saat Natal

Buat Saya, Natal adalah Momen Berbagi untuk Mereka yang Terlupakan

Natal selalu jadi momen pengingat, bahwa tak semua orang bisa merayakannya. Ada yang tak bisa merayakan Natal karena perang, ada yang dalam kondisi kelaparan. Ini mungkin jadi pengingat bahwa Yesus juga lahir di tempat yang dianggap “hina” di kandang domba, dan harus lari dari kejaran Raja Herodes.

Saat melihat kondisi Kota Betlehem saat ini, sedih dan mengharu-biru.

Betlehem adalah sebuah kota yang terletak di tepi barat Palestina. Kota Betlehem adalah kota kelahiran Yesus dimana setiap Natal selalu ramai dengan orang yang datang merayakannya.

Namun, sejak invasi Israel ke Palestina, orang-orang Betlehem harus merayakan Natal dalam bayang-bayang ketakutan dan duka cita akibat perang.

Dengan bermukimnya 47.000 warga Kristen di Palestina, kota Betlehem kemudian menjadi simbol keberagaman agama dan tempat bersejarah bagi umat Kristen. Terdapat 50 gereja yang tercatat di kota ini.

Dalam perayaan Natal yang seharusnya penuh sukacita, umat Kristen di Betlehem memberikan pesan pengharapan di tengah konflik yang melanda wilayah mereka. 

BBC menulis Gereja Lutheran Injili, yang merupakan salah satu dari gereja yang bertahan di Betlehem, membuat dekorasi Natal dengan puing-puing reruntuhan bangunan, dengan meletakkan boneka bayi Yesus di atasnya.

Baca Juga: Ribuan Nama Rakyat Palestina Korban Genosida Tertulis dalam Poster Aktivis
Tentang Natal dan berbagi. (Foto: premierechristiannews)
Tentang Natal dan berbagi. (Foto: premierechristiannews)

“Kami ingin mengirim pesan kepada dunia suasana Natal di Gaza dan di seluruh Palestina. Inilah Natal di tempat kelahiran Yesus: anak-anak dibunuh, rumah-rumah hancur dan keluarga terlantar,” demikian ucap Munther Isaac atau yang lebih dikenal dengan Pastor Isaac saat menjelaskan kepada media tentang makna dekorasi tersebut. 

Melansir dari BBC, Pastor Isaac menambahkan jika Yesus dilahirkan kembali di zaman sekarang, Ia akan lahir di bawah puing-puing sebuah rumah di Gaza. Ungkapan kesedihan tersebut adalah ekspresi dari keprihatinannya atas konflik yang terjadi antara Hamas dengan Israel.

Situasi Natal di tengah perang menjadi refleksi paling penting bagi saya. Saat kecil, saya selalu tidak sabar menunggu hari Natal tiba. Menjelang tanggal 25 Desember, banyak kegiatan yang menyenangkan seperti menghias pohon Natal, antre hadiah dan dipangku Santa Claus, serta kemeriahan lainnya. Natal bagi saya identik dengan penuh kebahagiaan. Namun, tidak semua orang bisa merasakan suasana Natal yang penuh kebahagiaan, salah satunya di Betlehem. Banyak kelompok atau orang-orang yang terlupakan dan terpinggirkan, mereka melewati Natalnya dengan keheningan dan kesedihan.

Hari Natal, yang sering dihubungkan dengan kemeriahan dan kegembiraan, kadang malah menjadi saksi bagi kesendirian. Di balik hiruk-pikuk persiapan dan perayaan, masih banyak orang yang tidak bisa merayakan Natal karena masih bekerja di hari libur. Ada pula para perantau yang terpaksa menjalani Natal sendirian di kos, jauh dari hangatnya keluarga.

Realitas Natal juga dirasakan sulit bagi orang-orang yang sedang terbaring sakit, berada di penjara, atau anak-anak tanpa orangtua di panti asuhan.

Yesus Lahir di Kandang Domba

Saya ingat sejarah ini. Maria dan Yusuf, ibu dan bapak Yesus, sebelum Yesus lahir, kala itu perlu pergi ke Betlehem karena pada waktu itu dilakukan sensus oleh Kaisar Romawi untuk mencatat seluruh penduduk di kota asal mereka masing-masing. 

Maria, yang sedang hamil, melakukan perjalanan menggunakan keledai selama beberapa hari bersama Yusuf. 

Setibanya di Betlehem, mereka mendapati bahwa semua penginapan sudah penuh dan tidak ada tempat untuk melahirkan. Dalam keadaan genting karena Maria akan segera melahirkan, pemilik salah satu penginapan memberitahu Yusuf bahwa mereka dapat menginap di kandang domba.

Akhirnya, Maria dan Yusuf bermalam di kandang bersama ternak yang sedang tidur. Di situ, Maria melahirkan bayi Yesus. Satu-satunya tempat yang tersedia bagi bayi yang baru lahir untuk beristirahat adalah palungan di dalam kandang tersebut. Palungan adalah wadah yang digunakan untuk makanan hewan terbuat dari batu.

Saya lalu berbincang dengan Pendeta Simon Filantropa, Dewan Pertimbangan Persatuan Gereja-Gereja Indonesia/PGI wilayah Jatim (18/10/23). Simon memberikan pandangannya terkait kelahiran Yesus yang kini diperingati sebagai hari Natal. Sejak awal, Yesus telah mengalami penolakan, tidak ada tempat yang layak bagi Maria, ibu Yesus untuk melahirkan.

Baca Juga: We Stand With Victim: Perempuan Jadi Korban di Pusaran Konflik Israel dan Palestina

“Menurut saya sisi kelahiran Yesus adalah marjinal, karena tidak ada tempat untuk Yesus dilahirkan. Sejak awal Dia sudah mengalami penolakan. Tapi itu sebenarnya juga atas pilihan Allah. Allah mengizinkan peristiwa itu terjadi.”

Saat Yesus lahir, malaikat pertama kali memberitahukan berita kelahiran Yesus kepada para gembala. Gembala yang pada saat itu dianggap sebagai warga biasa bahkan dipandang sebelah mata, menjadi tamu pilihan untuk menyaksikan kelahiran Yesus.

“Gembala ini kan dianggap tidak kaya, tidak terdidik, tidak bergaul, dll. Jadi itu kisah gembala menghadirkan kisah orang terpinggirkan” tambah Simon.

Kejadian marjinal lainnya, Yesus saat kecil juga menjadi pengungsi ke Mesir bersama keluarganya.

Simon juga menjelaskan tentang filosofi palungan di dalam kandang. 

“Selama ini, jika kita bicara tentang kandang, kita beranggapan jorok, kotor. Maria dan Yusuf jika bisa memilih, pasti tidak akan memilih kandang sebagai tempat melahirkan. Namun, di dalam kandang ada palungan tempat memberi makan ternak. Yesus diletakkan dalam palungan itu. Palungan bagi saya adalah simbol memberi makan. Jadi itu simbol Allah hadir memberi makan saat kelahiran Yesus.”

Baca Juga: Adania Shibli Penulis Palestina Suaranya ‘Dibungkam’ di Pameran Buku Frankfurt

Natal yang dekat dengan suasana kebahagiaan dan keramaian memiliki ikon-ikon yang erat. Dekorasi pohon Natal, Santa Claus dan pernak-pernik menjadi hal yang selalu hadir setiap tahun. Padahal, Santa dan pohon Natal tidak ada sama sekali dalam cerita kelahiran Yesus.

“Dekorasi-dekorasi itu tidak bisa ditolak karena Natal berdekatan dengan Tahun Baru. Jadi di dunia barat seperti Amerika itu dekat dengan aroma bisnis jadi tidak terhindarkan” jelas Simon.

Dalam memperingati Natal yang penuh kebahagiaan, kita tidak bisa meninggalkan orang-orang yang terpinggirkan dan terlupakan. Natal adalah simbol pengharapan, perdamaian, suka cita dan cinta.

“Sangat saya anjurkan, Natal adalah kegembiraan dan kegembiraan tidak boleh dinikmati sendiri. Berita Natal adalah pengharapan, perdamaian, suka cita dan cinta. Itu sesuatu yang semestinya dihadirkan juga untuk orang lain, bukan diri sendiri. Berbagilah kebahagiaan dengan mereka yang terlupakan. Jadi untuk mereka yang marjinal, Natal menghadirkan pengharapan. Makanya palungan itu simbol memberi makan untuk mereka yang terpinggirkan, terabaikan. Justru semangat berbaginya harus besar kalau Natal,” tutup Simon.

Jadi, jika kita harus merayakan Natal sambil bekerja di hari libur, tidak bisa pulang kampung karena tidak punya uang, atau sedang sakit, demikian juga dengan warga Betlehem yang menghadapi Natal dengan duka. Mari berbagi kebahagiaan dan duka kepada sesama!

Baca Juga: Selamat Tahun Baru, Ini Masih Pandemi dan Kita Tidak Bisa Kemana-Mana

Hai kota mungil Betlehem, betapa kau senyap

Bintang di langit cemerlang melihat kau lelap

Namun di lorong gelapmu bersinar terang baka

Harapanmu dan doamu kini terkabulah

(Penggalan lirik lagu ‘Hai Kota Mungil Betlehem’ ciptaan Philips Brooks)

Ika Ariyani

Staf redaksi Konde.co
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!