Alami Intimidasi Sampai Pelecehan, Gimana Cara Laporkan Kekerasan Pada Perempuan Di Pemilu?

Ada banyak potensi kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di pemilu. Mulai dari kekerasan fisik, psikis hingga seksual. Bahkan, kekerasan yang tersistematis untuk menghalangi partisipasi perempuan di politik. Begini cara melaporkannya.

Konde.co dan Koran Tempo punya rubrik ‘Klinik Hukum Perempuan’ yang tayang setiap Kamis secara dwimingguan. Bekerja sama dengan LBH APIK Jakarta, Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender, Perempuan Mahardhika, dan JALA PRT. Di klinik ini akan ada tanya jawab persoalan hukum perempuan. 

Tanya: 

Halo, Saya Intan. Tahun ini, pertama kali mengikuti pemilu, Dalam pemberitaan media, disampaikan bahwa perempuan rentan mengalami kecurangan dan kekerasan selama pemilu. Mengapa dan bagaimana cara melaporkan kecurangan serta kekerasan berbasis gender yang terjadi kepada Perempuan selama pemilu?

Jawab:

Halo Intan. Terima kasih telah berkonsultasi dengan Klinik Hukum Perempuan. Selamat dan semangat telah menggunakan hak pilih untuk pertama kalinya dalam pemilu. 

Keresahan yang Kamu rasakan tentang pemilu adalah valid. Sebab kekerasan terhadap Perempuan dan anak banyak terjadi, namun tidak banyak yang memantau. Saat ini, perlindungan terhadap keamanan dan kenyamanan perempuan dalam pemilu masih menjadi tantangan besar di Indonesia.

Tahun 2024, Pilpres dan Pilkada dilaksanakan serentak. Berkaca dari pemilu-pemilu sebelumnya yang penuh kericuhan dan menimbulkan situasi lapangan berisiko bagi Masyarakat. 

Secara objektif, masyarakat adalah pihak yang paling dirugikan dan merasakan dampak pemilu yang penuh kecurangan dan kekerasan. Dilansir dari Panduan Pemantauan: Membangun Pemilu Nir Kekerasan Berbasis Gender dari Komnas Perempuan, pemilu yang demokratis memastikan bahwa semua warga negara, tanpa memandang jenis kelamin, memiliki hak yang sama dalam mengakses hak pilih dan dipilih. 

Penyelenggaraan pemilu harus peka terhadap kerentanan perempuan, baik perempuan sebagai pemilih, perempuan sebagai calon/kandidat, perempuan sebagai penyelenggara pemilu dan perempuan sebagai pendukung politik.

Baca Juga: Suami Istri Cerai Karena Beda Pandangan Politik, Sampai Penyerangan Seksual: Kekerasan Perempuan di Pemilu

Mengenali kerentanan tersebut dalam beragam bentuk kekerasan berupa, kekerasan fisik, psikis, seksual, ekonomi dan siber. Adanya Penyempitan ruang politik perempuan yang hendak mencalonkan diri akibat minimnya akses politik dan ekonomi, kuatnya politisasi agama dan adat, praktik budaya yang bias gender, dan stigmatisasi pada perempuan yang berkegiatan di politik. 

Politisasi dan eksploitasi isu perempuan juga jadi isu. Cara ini digunakan untuk menjatuhkan maupun menghalangi perempuan sebagai calon serta ancaman dan teror masih banyak digunakan lawan politik dan kelompok pendukungnya untuk kepentingan pemenangan. Tidak terkecuali, bagi para perempuan di daerah yang rawan konflik. 

Hal yang mengkhawatirkan yaitu kondisi keamanan, baik sebelum, saat, dan setelah pemilihan. Terutama, menguatnya politisasi agama dan identitas yang menghambat mobilitas dan partisipasi perempuan dalam bersuara dan memberikan suara. 

Baca Juga: Caleg Cantik dan Baliho “Mamah Semok” Menjual Sensualitas Perempuan? Ini Kampanye di Tengah Politik yang Sakit

Mirisnya, kekerasan berbasis gender dalam pemilu ini jarang dilaporkan. Minimnya laporan yang disampaikan, baik kepada aparat penegak hukum ataupun lembaga HAM terkait maupun organisasi penyedia layanan. Ini dikarenakan daya ekstra yang perlu dikeluarkan para kandidat pada rentang Pemilu yang sempit. 

Kekerasan 48 BAB III yang korban alami niscaya akan merusak konsentrasinya dalam pemilu dan keterpilihannya pun menjadi demikian rentan. Secara khusus, dampak kekerasan berbasis gender dalam pemilu juga akan mempengaruhi psikis, fisik, dan aktivitas politik korban.

Dampak Kecurangan dan Kekerasan Berbasis Gender yang Tidak Dilaporkan

Perempuan korban menerima dampak serius akibat kekerasan yang mereka alami. Dampak tersebut tidak hanya dapat dilihat dari kerugian materil/fisik dan psikis, namun juga sosial dan politik. 

Kekerasan terhadap perempuan dalam pemilu akan berakibat sistematis pada berkurangnya partisipasi perempuan dalam pemilu, ketidakpercayaan masyarakat terhadap kandidat perempuan, hingga sulitnya politisi perempuan untuk mengembangkan aktivitas politik mereka. 

Serangkaian dampak tersebut tentu akan berkonsekuensi pada berkurangnya kualitas demokrasi dan penyelenggaraan pemilu.

Pertama, Dampak Fisik dan Psikis

Bentuk kekerasan yang terjadi dalam bentuk intimidasi, ancaman, penguntitan dan pelecehan seksual akan membuat korban tak nyaman, kekhawatiran, bahkan trauma yang akan menurunkan kualitas hidup korban (TWCPP, 2016). 

Perempuan korban yang menjadi kandidat juga mengalami stres berlapis dalam kontestasi elektoral. Pengungkapan kasus juga tidak selalu menjadi pilihan utama bagi korban di tengah kekhawatiran kasus yang ia alami akan diketahui publik dan berisiko untuk pemilihannya. 

Kedua, Dampak Politik

Dalam berbagai laporan ditunjukkan bahwa kekerasan berbasis gender terhadap perempuan dalam Pemilu akan berdampak lanjut pada aktivitas politik perempuan secara umum. Dampak-dampak berlanjut tersebut adalah: 

a.   Berkurangnya jumlah perempuan yang ikut serta dalam pemilu dan mencalonkan diri untuk jabatan politik 

b.   Terbatasnya visibilitas perempuan dalam partai politik 

c.   Jumlah perempuan terpilih menjadi berkurang

d.   Kesulitan dalam merekrut staf pemilu atau pemungutan suara perempuan

e.   Jumlah perempuan yang terdaftar sebagai pemilih dibandingkan laki-laki menyusut

Baca Juga: Pemilih Perempuan Jadi Sasaran Politik Uang dan Janji Manis Kontestan Pemilu

f.    Ketidakpercayaan masyarakat terhadap politisi dan pejabat perempuan 

g.   Menguatnya doktrin buruk mengenai kandidat perempuan yang tidak kompeten untuk menjabat pada jabatan publik 

h.   Pemecatan politisi perempuan 

i.    Sulitnya pejabat dan politisi perempuan untuk mendapatkan jenjang karier yang lebih tinggi

j.    Susahnya kandidat perempuan untuk dikenal oleh para pemilih

Oleh karena itu, setidaknya terdapat 2 (dua) hal yang perlu dilakukan pemantauan secara bersama-sama. Yaitu terkait kecurangan dan kekerasan berbasis gender. Lalu, bagaimana melakukan pelaporan adanya kecurangan dan kekerasan berbasis gender dalam pemilu 2024?

Laporkan Kecurangan Pemilu 2024

Dugaan pelanggaran pemilu dapat dilaporkan kepada Bawaslu atau Panwaslu. Merujuk pada sosial media resmi Bawaslu, ada tiga jenis pelanggaran yang bisa dilaporkan yaitu pelanggaran administrasi, pelanggaran kode etik, tindak pidana pemilu, dan pelanggaran hukum lainnya. 

Pihak yang dapat menjadi pelapor yakni warga negara Indonesia yang mempunyai hak pilih, peserta pemilu dan pemantau pemilu terakreditasi Bawaslu. Penyampaian laporan harus memenuhi syarat formal dan materiil sebagai berikut:

Syarat formal untuk menyampaikan laporan adalah nama dan alamat pelapor, pihak terlapor, dan waktu penyampaian pelaporan tidak melebihi jangka waktu, yakni paling lama 7 (tujuh) hari sejak diketahui terjadinya dugaan pelanggaran pemilu. 

Baca Juga: Film ‘Dirty Vote’ Dirilis Jelang Pemilu, Di Tengah Demokrasi yang Lagi Roboh

Sementara, syarat materiilnya berupa keterangan waktu dan tempat kejadian dugaan pelanggaran pemilu. Juga perlu mencantumkan uraian kejadian dugaan pelanggaran pemilu, dan bukti, dapat berupa surat, dokumen, foto, video atau barang yang digunakan dalam peristiwa pelanggaran. 

Masyarakat juga bisa menemukan bukti kecurangan di Tempat Pemungutan Suara (TPS), maka hal yang bisa dilakukan yakni melaporkan pada pengawas terdekat seperti Pengawas Pemilu Lapangan (PPL) atau Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan (Panwascam).

Namun, jika Masyarakat khawatir adanya intimidasi atau gangguan keamanan lainnya saat pelaporan kecurangan. Alternatif kanal pelaporan yang diinisiasi oleh kolaborasi Lembaga Swadaya Masyarakat sebagai berikut:

Website:

·    kecuranganpemilu.com

·    pemilu.bersih.net

·    jagapemilu.com

·    jagasuaramu.id

·    gardu.net

Aplikasi

·    Jaga Suara 2024

Laporkan Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Pemilu 2024

Terhadap kekerasan berbasis gender yang terjadi dapat dilaporkan melalui Unit Pelayanan Rujukan Komnas Perempuan atau langsung pada penyedia layanan bantuan hukum bidang kekerasan berbasis gender seperti Advokat Gender, LBH APIK atau Lembaga Bantuan Hukum setempat yang mudah diakses oleh Korban. Hal ini bertujuan agar Korban segera mendapatkan bantuan hukum maupun pemulihan sesuai kebutuhan dengan mempertimbangkan kondisi Korban.

Penting, Hati-Hati Merekam dan Mengunggah!

Pelaporan kecurangan dan kekerasan yang berbasis gender selama pemilu baik pada kanal pelaporan milik pemerintah maupun non pemerintah, keduanya mensyaratkan adanya bukti pendukung laporan. Masyarakat harus berhati-hati saat mendokumentasikannya. 

Dilansir dari sosial media Koalisi Advokasi Pers dan Pemilu, berikut cara mendokumentasikan secara aman:

·    Persiapan: Masyarakat memiliki hak untuk mendokumentasikan, tapi ingat, penting untuk selalu menghormati privasi pemilih, orang yang diwawancarai dan komunitas sebelum mendokumentasikan;

·    Bekerja Secara Kolektif: Ketika merekam, waspadai sekeliling Saudara dan selalu jaga jarak aman. Pertimbangkan untuk bekerjasama untuk meningkatkan keamanan dan dukungan serta pembagian tugas pendokumentasian. Dalam situasi kekerasan dan berbahaya, penting untuk memiliki rencana melarikan diri untuk menyudahi kekerasan atau menghindari bahaya;

Baca Juga: Mimbar Demokrasi Perempuan Desak Presiden Hentikan Penyalahgunaan Kekuasaan dalam Pemilu

·    Peralatan dan Penyimpanan Data: Gunakan gawai dan memori penyimpanan yang aman dengan meningkatkan keamanan melalui kata sandi, enkripsi dan lainnya, tujuannya agar mudah disembunyikan;

·    Pikirkan Sebelum Bagikan: Hati-hati saat mengunggah foto/ video atau menyiarkan di media sosial karena Anda, para pemilih atau korban serta komunitas yang ada dalam rekaman bisa menjadi target penangkapan/ persekusi. Selalu pertimbangkan keamanan Anda dan orang lain sebelum membagikan dokumentasi secara publik. Ingatlah setiap orang bisa diidentifikasi tidak hanya lewat wajah tapi melalui suara, lokasi, pakaian, teman yang bersama mereka. Ingat, berhati-hatilah karena unggahan yang dibagikan rentan atau berpotensi dikriminalisasi.

Jika kamu mau berkonsultasi hukum perempuan secara pro bono, kamu bisa menghubungi Tim Kolektif Advokat Keadilan Gender (KAKG) melalui bit.ly/FormAduanKAKG atau email: konsultasi@advokatgender.org.

Tutut Tarida

Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender (KAKG)
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!