Tren Gyaru, Saat Perempuan di Jepang Mendobrak Standar Kecantikan 

Standar kecantikan perempuan di Jepang tak lepas dari sosok berkulit putih pucat, rambut hitam lurus panjang, riasan sederhana dan anggun. Tren Gyaru, menjadi bentuk pemberontakkan para remaja perempuan di Jepang atas standar cantik itu.

Hiasan ekor berbulu bergelantungan di bagian rok belakang. Riasan wajah yang super ekstrem menjadi pelengkapnya. Penampilan seperti ini, tak jarang membuat siapa saja memusatkan perhatian. 

Para perempuan di Jepang menyebut tren ini sebagai Gyaru. Ini adalah bentuk ekspresi jati diri remaja perempuan Jepang, khususnya dalam berpenampilan.

Gyaru merupakan kata serapan dari bahasa Inggris “girl” yang berarti anak perempuan. Tren ini banyak dilakukan oleh remaja perempuan dari umur 10-20 tahun untuk mengekspresikan segala hal dari kungkungan standar kecantikan di Jepang.

Standar kecantikan normatif Jepang menilai bahwa perempuan akan terlihat cantik apabila memiliki kulit yang putih pucat, rambut hitam lurus panjang, riasan sederhana, dan berpenampilan yang anggun. 

Seperti yang diketahui, bentuk tubuh, warna kulit, dan bentuk rambut adalah ciri alamiah seseorang dari lahir. Oleh sebab itu, melalui tren penampilan Gyaru, mereka mendobrak standar kecantikan tersebut dengan berpenampilan yang lebih ekstrem dan berani sesuai dengan keinginan mereka.

Asal Usul Penampilan Gyaru

Tren ini bermula pada tahun 1990-an, dan ketika pada 1995, majalah egg menampilkan model-model mereka yang berbusana gaya Gyaru pada halaman cover-nya. Pada awalnya majalah ini referensi pakaian Gyaru untuk pria, tetapi lambat laun tren Gyaru mulai diadaptasi oleh kaum hawa. 

Sejak itu, tren Gyaru menjadi simbol melawan standar kecantikan dan pemberontakan siswa perempuan Jepang pada peraturan ketat berseragam di sekolah. Orang-orang yang berpenampilan Gyaru akan mencoklatkan kulit mereka menjadi tan skin. Ini sebagai bukti bahwa memiliki warna kulit tidak harus selalu putih.

Pun mereka mewarnai rambut menjadi warna pirang dan bergelombang, hal ini membuktikan bahwa seseorang bebas untuk menata rambutnya. Kemudian, menggunakan riasan yang ekstrem, seperti menggunakan eyeshadow berwarna putih di sekitar lingkaran mata dan memoles bibir mereka dengan lipstick berwarna cerah. 

Dalam berbusana pun, para pegiat Gyaru menggunakan warna-warna cerah, kaos kaki longgar, dan rok yang pendek, sebagai sarana balas dendam peraturan ketat di sekolah. 

(Tren Gyaru disorot di Egg Magazine/Sumber Foto: Egg Magazine)

Gaya-gaya Gyaru ini adalah pemantik adanya tren Ganguro, yaitu tren turunan dari Gyaru yang berkembang pada abad ke-21. Akan tetapi, Ganguro adalah bentuk berpenampilan yang lebih tajam dan berat untuk penggunanya. 

Baca Juga: Rickshaw Girls, Para Perempuan Muda Menarik Becak di Jepang

Pegiat tren Ganguro ini menggunakan riasan wajah yang lebih tajam. Mereka menggunakan eyeshadow yang lebih putih dan lebar, mata terlihat lebih besar karena bulu mata palsu yang lebat, kulit lebih coklat, fake nails yang panjang, warna rambut yang terang, serta busana yang lebih terang. 

Wajah mereka pun ditempeli stiker, memakai aksesoris yang banyak, dan menggantungkan hiasan ekor berbulu di belakang rok.

(Perempuan di Jepang berpenampilan Ganguro/Sumber Foto: Gyaru Wiki Fandom)

Hadir pula kemudian tren Yamanba, yaitu tren yang lebih ekstrem dari Ganguro. Dengan eyeshadow yang super putih dan digambar hingga tulang pipi. Mata mereka juga dirias dan dibuat agar terlihat lebih besar dengan menggunakan bulu mata palsu yang lebat. Warna rambut pun dibuat terang berwarna-warni.

Gaya penampilan Gyaru ini pernah jaya pada masanya. Di akhir tahun 1990 dan awal tahun 2000, penampilan ini banyak ditiru dan digunakan. Para perempuan Gyaru pada umumnya sering berkumpul dan memamerkan gaya mereka di street fashion, yakni Harajuku, Shibuya, Tokyo.

Perempuan dan Standar Kecantikan

Dari tahun ke tahun gaya Gyaru mulai memudar dan digantikan dengan gaya Gyaru yang tidak terlalu ekstrem. Sebab, zaman sudah berubah dan manusia pada akhirnya mengikuti tren-tren pada masa kini. 

Akan tetapi, hingga saat ini gaya Gyaru masih tetap dilakukan dan dipelihara dengan adanya perempuan Jepang yang berkumpul dan memperhatikan penampilannya di media sosial.

Akan tetapi, di media sosial pun warganet melihat tren tersebut adalah hal yang tidak lazim. Pun, tren ini dinilai menentang norma sosial yang memicu polemik. Tidak sedikit warganet melontarkan kalimat negatif hingga mencela penampilan mereka di unggahan video yang memperlihatkan tren Gyaru.

Sebab, para pengikut tren Gyaru dianggap tidak anggun, berantakan, dan tabu. Hal ini tentunya dipandang sebelah mata karena Jepang menganut cantik itu harus rapi, putih, dan anggun, sedangkan penampilan tersebut bertolak belakang dengan stigma-stigma standar perempuan yang berlaku di Jepang.  

Semua hal yang diterapkan tren Gyaru adalah bentuk pemberontakan para perempuan Jepang yang sebenarnya memilih untuk bebas berpakaian dan menunjukkan selera masing-masing. Pun dengan menyampaikan bahwa untuk menjadi cantik tidak melulu harus dengan kulit yang putih dan berpenampilan natural. 

Sebab semestinya, semua orang berhak berekspresi dan memilih riasan apa saja yang ingin dipakai. 

(Perempuan di Jepang mengekspresikan penampilannya/Sumber Foto: Lister)

Standar kecantikan yang dibuat dari orang-orang terdahulu dan terpelihara secara turun temurun membuat adanya standar ganda di kehidupan sosial. ini dibuktikan tidak adanya cibiran kala tren Gyaru digunakan oleh kaum pria, sedangkan cibiran-cibiran untuk perempuan sangat masif. 

Sama halnya di Indonesia, kala anak perempuan tidak berpenampilan yang rapi akan mendapatkan kalimat tidak menyenangkan. Akan tetapi, laki-laki berpenampilan kurang rapi, hal tersebut diwajarkan dan berlindung di bawah kalimat “namanya juga laki-laki”. 

Ini membuat adanya konstruksi gender yang tidak adil bagi perempuan. Sebab, perempuan terus saja dituntut dengan standar-standar berpenampilan sesuai apa yang masyarakat harapkan.

Baca Juga: Harus Cantik dan Glowing? Beauty Privilege itu Cuma Mitos

Padahal, perempuan harusnya juga berhak untuk menentukan atas penampilan tubuhnya sendiri. Definisi cantik pun, sebenarnya beragam untuk setiap perempuan dalam mengekspresikannya dan setiap perempuan memiliki definisinya sendiri. 

Menggeneralisasi definisi cantik dan adanya standar kecantikan, hal tersebut justru akan mengungkung perempuan untuk berekspresi serta menjadi dirinya sendiri. 

Dengan tren Gyaru membuktikan bahwa mengekspresikan diri sendiri dengan tampilan yang jarang dilakukan oleh masyarakat mayoritas akan membawa keunikan tersendiri dan membuat perempuan merasa senang ketika melakukannya.

(Sumber Gambar: Savvy Tokyo)

Aqeela Ara

Mahasiswa Universitas Multimedia Nusantara (UMN) yang kini magang sebagai reporter di Konde.co
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!