Cuplikan film 'Laut Memanggilku' (sumber foto: trailer 'Laut Memanggilku', YouTube Bioskop Online)

Film ‘Laut Memanggilku’ Dituntut Jadi Dewasa itu Tidak Menyenangkan

Film Laut Memanggilku menyajikan kisah miris dua anak, Sura dan Argo. Mereka dituntut menjadi dewasa karena keadaan. Hidup di tepi laut tidak semenyenangkan yang dikira.

Ini adalah kisah Sura dan Argo. Hidup di pinggiran laut harusnya menyenangkan, tapi ini tidak.

Film ini diawali dengan Sura yang menjalani aktivitasnya seperti biasa. Menuju ke pelelangan ikan, menjual ikan tangkapannya, lalu kembali ke rumah. Ia tak pernah mengobrol dengan siapapun. Bahkan Sura juga tidak pernah ikut bermain dengan teman-teman seusianya di sekitar rumahnya.

Hidup sebatang kara menuntut Sura untuk mandiri sejak dini. Ia tinggal di tepi laut, di sebuah gubuk kecil yang terbuat dari kayu. Tak ada tempat tidur di sana. Hanya matras yang digulung dan dibuka sesuai kebutuhan.

Tidak banyak dialog, tapi film ini cukup menyentuh sanubari penonton. Begitulah kira-kira gambaran dari film berjudul Laut Memanggilku

Laut Memanggilku mengambil latar tempat di tepi laut Tangerang, Banten. Tumpal ingin menekankan pada dampak yang timbul akibat kebiasaan membuang sampah sembarangan. Sampah tersebut bisa sampai ke laut, mencemari tepian, dan bisa berdampak terhadap manusia yang tinggal di sekitarnya.

Baca Juga: Film ‘Totto-chan: the Little Girl at the Window’ Refleksikan Pentingnya Pendidikan Inklusif

Tidak banyak musik dan dialog dalam film ini. Yang ada hanya suara-suara yang timbul akibat gesekan antar benda. Selebihnya, penonton seperti diajak untuk merasakan kesedihan yang dialami oleh pemerannya. Ekspresi mereka cukup dalam memendam rasa rindu dan sekuat tenaga melawan kesendirian.

Film pendek berdurasi 18 menit ini memiliki pesan mendalam. Tak heran jika Laut Memanggilku berhasil memenangkan penghargaan nasional dan internasional. 

Laut Memanggilku disutradarai oleh Tumpal Tampubolon. Ia bersama Nara Nugroho menuliskan cerita tanpa banyak dialog yang diucapkan oleh kedua aktor. Mereka yaitu Muhammad Umar (Sura) dan Dikky Takiyudin (Argo).

Film berdurasi 17.29 menit ini mampu mengantarkan mereka memenangkan Sonje Award dalam Busan International Festival Film (BIFF) pada Oktober 2021. Film ini menang dengan judul The Sea Calls For Me.

Tidak cukup sampai di situ, Laut Memanggilku juga dinobatkan sebagai film pendek terbaik dalam Piala Citra Festival Film Indonesia (FFI) Tahun 2021. Penghargaan tersebut membuat nama Tumpal Tampubolon semakin menyala. Ia semakin dikenal sebagai sutradara terbaik dalam ajang FFI.

Tentang Pasir Tepi Laut yang Dipenuhi Sampah

Sura akhirnya–terpaksa–menikmati kesendirian. Sepulang dari tempat pelelangan, ia menuju ke tepian laut. Bermain sendiri, mengobrol sendiri, semuanya serba sendiri. Ia menyusuri tumpukan sampah di tepi laut. Dengan sebilah kayu, ia memukuli setiap kaleng yang menghalangi langkahnya.

Suatu hari, mata Sura tertuju pada sebuah boneka yang berwujud seperti manusia. Boneka yang ia sebut balon itu adalah sex toys (mainan seks). Entah bagaimana manusia membuang barang tersebut sembarangan tanpa dibungkus. Sampahnya terdampar di tepian laut, tempat perahu nelayan bersandar.

Dalam film tersebut terlihat pasir tepi laut yang tertutup tumpukan sampah plastik. Sampah-sampah tersebut terbawa arus sungai, ada pula yang berasal dari kegiatan industri di sekitar pantai. Padahal, sampah plastik dapat mengganggu ekosistem laut dan bahaya untuk kesehatan manusia.

Di Indonesia sendiri, jumlah sampah plastik terus mengalami peningkatan selama 10 tahun terakhir. Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), timbulan sampah di Indonesia telah mencapai 19,071,915.46 ton per tahun. 

Padahal, Indonesia kerap disorot sebagai negara penghasil sampah plastik terbesar di dunia sekaligus yang terburuk dalam penanganan sampah. Jika dibiarkan, bukan tidak mungkin Indonesia akan mengalami masalah serius berkaitan dengan lingkungan.

Guna mengatasinya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencanangkan program “Indonesia Bersih Sampah 2025”. Program ini menargetkan pengurangan sampah sebesar 30 persen dan penanganan sebesar 70 persen pada 2025. KLHK juga menggandeng pemerintah daerah untuk ikut andil dalam mengelola sampah sebelum benar-benar dibuang.

Seperti Mendapat Kasih Ibu yang Nyata dari Boneka

Tidak hanya menyoroti tentang lingkungan, Laut Memanggilku juga menyajikan kisah miris antara Sura dan Argo. Mereka dituntut menjadi dewasa karena keadaan. Hidup di tepi laut tidak semenyenangkan yang dikira.

Mereka berusaha mengusir rasa sepi dengan menyibukkan diri. Argo dengan radionya yang rusak, sementara Sura dengan boneka baru yang ditemukan di tepi laut.

Dengan polosnya Sura meminta tolong Argo untuk memompa boneka tersebut. Argo tahu boneka itu bukan boneka biasa. Alih-alih memberi tahu Sura, Argo justru mengatai Sura sembari mendorong kepalanya.

Bagi orang lain, sex toys hanya menjadi objek pemuas nafsu saja. Namun, di tangan Sura, boneka tersebut menjadi subjek pemuas afeksi. Boneka itu dianggapnya sebagai “ibu” yang senantiasa menemani dalam sepi yang selama ini menghantui.

Ia sampai mencuri daster dan kerudung tetangga untuk dipakaikan ke bonekanya. Sura juga menggambar tahi lalat di atas bibir boneka tersebut, mungkin sebagai pengingat akan wajah ibunya yang telah tiada.

Baca Juga: Film ‘Kiblat’ Ramai Dikritik: Apa Kata Pengamat Soal Tren Film Horor Indonesia

Waktu pulang mencari ikan dan malam dihabiskan Sura untuk terlelap di paha boneka. Tak lupa, tangan boneka tersebut juga diarahkan ke wajah Sura, seperti sedang membelainya. Kala lelah, tangan boneka digerakkan seperti sedang memijat kepala Sura.

Sura benar-benar merindukan sosok ibunya. Ia ingin seperti anak-anak yang lain, ditemani ketika sedang bermain, diminta pulang, atau sekadar disuapi saat makan. Setiap kali pergi, Sura berpamitan dengan boneka, seperti berpamitan dengan ibunya.

Imajinasi Sura berhenti ketika Argo datang dan mengambil boneka tersebut. Sura tak mampu mencegah tindakan Argo. Badannya terlalu kecil untuk melawan. Rupanya, Argo juga berfantasi menjadikan boneka tersebut sebagai sosok ibu.

Anak bisa saja menjalani hari-hari biasa tanpa beban. Namun, pasti ada satu waktu di mana ia merasa sangat kehilangan. Ia merindukan kehadiran orang tua dalam hidupnya. 

Kondisi ini tentu perlu mendapatkan perhatian yang serius. Jika tidak segera diatasi, maka dapat berdampak buruk bagi kesehatan mental anak. Perlu adanya dukungan agar sang anak tidak kehilangan motivasi dan tetap bertumbuh dengan memiliki kecerdasan intelektual, emosional, serta spiritual.

(sumber foto: trailer ‘Laut Memanggilku’, YouTube Bioskop Online)

Rustiningsih Dian Puspitasari

Reporter Konde.co.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!