Alih-alih mengucapkan selamat, banyak netizen yang mempertanyakan siapa yang akan berpindah agama, ketika Mahalini akan menikah dengan Rizky Febian.
Mengingat bahwa di Indonesia, pernikahan beda agama dianggap tidak sah dan melanggar norma agama. Dari situ, tidak sedikit netizen yang mengecam dan menghakimi tindakan Rizky Febian dan Mahalini yang waktu itu berpacaran beda agama.
Viva.co.id dalam wawancaranya dengan Paman Sule, Deni Uwaw yang ditulis pada 10 Mei 2024 mengatakan, akhirnya Mahalini masuk Islam.
Salah satu pernyataan kemudian keluar dari cuitan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah, Cholil Nafis. Ia turut berkomentar soal pernikahan Rizky Febian dan Mahalini.
“Nikah beda agama kalau menurut Islam itu tidak sah, sedangkan pemerintah itu hanya pencatatan nikah bukan mengesahkan nikahnya. Artinya, perkawinan beda agama itu saat hubungan suami istri sama dengan berzina menurut ajaran Islam,” tulis Cholil dalam cuitannya di X pada Jumat (3/5/2024).
BACA JUGA: Edisi Khusus Perempuan Muda dan Keberagaman: Cerita 2 Pasangan Beda Agama, Putus Atau Lanjut Kalau Sudah Sayang?
Cerita pernikahan Rizky dan Mahalini menjadi bukti bahwa masyarakat masih menyoroti urusan privat. Masyarakat tidak segan melabeli pasangan yang menikah beda agama sebagai zina dan meninggalkan nilai-nilai agama. Ditambah prosedur pernikahan yang kompleks semakin menyulitkan pasangan untuk menikah.
Ditinggalkan Teman-teman Karena Tidak Sejalan
Peristiwa serupa juga dialami oleh Aldi dan Lisa. Mereka melangsungkan pernikahan pada Januari 2022 setelah sebelumnya berpacaran selama tiga tahun. Latar belakang mereka berbeda, Aldi seorang Muslim, sementara Lisa seorang Kristiani.
Jalan terjal menuju pernikahan pernah mereka hadapi bersama, meski tidak dipikirkan terlalu serius. Terlebih saat mereka sudah sama-sama mengejar karier, obrolan soal pernikahan–siapa yang pindah agama atau menikah dengan dua agama–tidak bisa dianggap jadi angin lalu.
“Kita ngomongin kalau bisa kita menikah dalam satu agama, kapannya kita juga nggak nentuin. Waktu itu memang responsnya agak berat, cuma memang nanti perlahan dipertimbangkan,” ujar Aldi saat dihubungi Konde.co pada Minggu (11/5/2024).
Menurutnya, persiapan paling sulit adalah soal finansial. Terkait perbedaan agama belum dipikirkan secara matang. Bahkan Lisa sendiri sempat menjalaninya setengah-setengah, antara harus pindah atau tetap di agamanya sendiri. Aldi dan Lisa masih meyakini ada jalan tengah untuk menyelesaikan perbedaan tersebut.
Keluarga mereka tidak pernah mempermasalahkan perbedaan agama. Keinginan berpindah agama justru datang dari Lisa sendiri. Terlebih kakak-kakak Lisa juga sudah lebih dulu berpindah agama menjadi Islam. Ayahnya pun membebaskan untuk memilih jalan hidupnya.
Tekanan justru datang dari orang-orang di sekitar Lisa, terutama yang pernah satu organisasi dengannya saat masih aktif kuliah. Lisa tergabung dalam sebuah organisasi keagamaan di kampusnya. Banyak dari teman-temannya di sana yang menyayangkan keputusan Lisa berpacaran dengan Aldi.
“Yang tadinya hubungannya baik, setelah pacaran sama gue langsung teman-temannya sebenarnya niatnya mengingatkan rekan seagama bahwa secara agama mereka ini (pacaran beda agama) tidak baik,” tutur Aldi.
BACA JUGA: Jungkir Balik Nikah Beda Agama: Ditolak Keluarga Sampai Urus Ribet Birokrasinya
Aldi menyadari bahwa masyarakat masih belum bisa menerima pasangan yang berbeda agama. Mayoritas masih menganggapnya aneh. Tak heran jika masih ditemui masyarakat yang menghakimi pasangan beda agama alih-alih ikut bahagia melihat hubungan pasangan tersebut.
“Pun kalau misalnya ada (stigma negatif dari masyarakat), kita bakal kuat-kuat saja kok. Soalnya apapun kondisinya tergantung kita berdua. Kalau kalah sama mereka berarti kita yang lemah kekuatan hubungan percintaannya,” tambahnya.
Kini, Aldi dan Lisa menjadikan perbedaan yang pernah ada dalam hubungan mereka menjadi sebuah diskusi teologi. Mereka saling berbagi pelajaran dan nilai agama masing-masing. Di satu sisi mereka dapat ilmu baru, tema obrolan berbeda, dan lebih toleransi dengan umat beragama lainnya.
Pergolakan Nikah Beda Agama
Kalau kamu masih ingat, pergolakan pernikahan beda agama sebenarnya pernah terjadi pada Ramos Petege yang akan menikah dengan pacarnya yang beda agama.
Ramos Petege pernah mengajukan permohonan uji materi terhadap UU Perkawinan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ramos merupakan seorang beragama Katolik yang sebelumnya gagal menikahi kekasihnya lantaran beragama Islam. Dalam gugatannya, Ramos menyatakan bahwa jalinan asmaranya kandas lantaran keduanya memiliki agama dan keyakinan berbeda.
Gugatan Ramos Petege pada 4 Februari 2022 itu berbunyi: harusnya syarat sah suatu perkawinan yang diatur dalam UU No 1/1974 memberikan ruang seluas-luasnya bagi hukum agama dan kepercayaan dalam menafsirkan sahnya suatu perkawinan. Namun, UU itu tidak memberikan pengaturan jika perkawinan dilaksanakan oleh mereka yang memiliki keyakinan dan agama berbeda.
BACA JUGA: Surat Edaran MA Tentang Perkawinan Beda Agama Adalah Kebijakan Diskriminatif
UU itu telah merenggut kemerdekaan Ramos untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan. Ramos Petege pun berpendapat, Pasal 2 Ayat (1) dan (2) serta Pasal 8 huruf f UU Perkawinan bertentangan dengan Pasal 29 Ayat (1) dan (2) dan Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945.
Sulitnya Nikah Beda Agama Bukti Negara Campuri Urusan Privat
Konde.co pernah menulis cerita-cerita tentang pernikahan beda agama. Pernikahan ini memang sering menjadi ‘polemik’.
Selain harus meyakinkan keluarga yang tidak sepenuhnya menerima, mereka juga harus menghadapi stigma di masyarakat. Belum lagi penghakiman yang sering dijatuhkan kepada pasangan beda agama. Seperti menjadi manusia berdosa yang tidak berhak memperjuangkan cinta.
Mengutip dari hukumonline.com, Sejak tahun 1980-an, kontroversi mengenai kawin beda agama telah ada di Indonesia.
Pada tahun 1986, Mahkamah Agung mengeluarkan Putusan No. 1400 K/Pdt/1986 yang menyatakan bahwa kawin beda agama sah di Indonesia jika diputuskan oleh pengadilan. Setelah itu, kantor catatan sipil dapat mencatatkan perkawinan beda agama berdasarkan penetapan pengadilan.
Secara administratif, pernikahan beda agama juga diperbolehkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Pengadilan Negeri nantinya akan menugaskan pasangan untuk mencatatkan ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil). Dari situ, agama pasangan bisa berbeda tanpa harus mengubah salah satunya.
Namun, pada tanggal 3 Mei 2019, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri menerbitkan Surat No. 472.2/3315/DUKCAPIL yang menjelaskan pencatatan perkawinan beda agama jika salah satu pasangan dan pasangan lainnya menundukkan diri kepada agama pasangannya. Surat ini didasarkan pada Surat Panitera MA yang dimohonkan oleh Dukcapil pada tanggal 10 Oktober 2018.
BACA JUGA: Salah Paham Surat Edaran MA: Benarkah Perkawinan Beda Agama Tak Bisa Dilakukan?
Menurut Surat Jawaban Panitera MA No. 231/PAN/HK.05/1/2019 pada tanggal 30 Januari 2019, perkawinan beda agama tidak diakui oleh negara dan tidak dapat dicatatkan. Namun, jika dilaksanakan berdasarkan agama salah satu pasangan dan pasangan yang lain menundukkan diri kepada agama pasangannya, maka perkawinan tersebut dapat dicatatkan di Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil atau di Kantor Urusan Agama.
Pengacara dan aktivis gender, Sri Agustini menjelaskan bahwa sampai tahun 2022 lalu, terdapat tiga putusan pengadilan yang mengabulkan permohonan pernikahan beda agama. Pengadilan tersebut yaitu Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Surabaya, dan Tangerang. Apabila ketiga putusan pengadilan tersebut berkekuatan hukum tetap, maka menjadi yurisprudensi alias bisa digunakan sebagai acuan hukum bagi perkara yang sama.
Namun, keadaan berubah setelah Mahkamah Agung mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 2 Tahun 2023 tentang Petunjuk Bagi Hakim dalam Mengadili Perkara Permohonan Pencatatan Perkawinan Antar-Umat yang Berbeda Agama dan Kepercayaan.
“Gara-gara ada SEMA ini, saya yakin hakim itu nggak akan mau mengabulkan lagi permohonan untuk penetapan perkawinan beda agama,” ujar Agustin saat dihubungi Konde.co pada Senin (13/5/2024).
Menurutnya, kehadiran SEMA Nomor 2 Tahun 2023 merupakan awal dari kemunduran aturan hukum yang memperbolehkan pernikahan beda agama. Juga menjadi kemunduran bagi Mahkamah Agung, sementara Pengadilan Negeri telah lebih dulu progresif. Ini juga menjadi bukti bahwa negara telah ikut campur dalam urusan privat, urusan rumah tangga masyarakatnya.
“Pernikahan itu sebetulnya hak warga negara untuk membangun suatu perkawinan, rumah tangga, dan sifatnya itu juga harusnya privat. Jadi negara nggak boleh ikut campur di dalamnya,” tambahnya.
BACA JUGA: Buat Kamu Yang Akan Menikah: Pentingnya Perjanjian Pranikah Untuk Atasi Sengketa Perkawinan
Agustin juga menyoroti SEMA Nomor 2 Tahun 2023 tersebut yang bertentangan dengan UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Pencatatan pernikahan beda agama yang telah diatur dalam undang-undang justru diatur kembali melalui SEMA.
Belum lagi soal pandangan masyarakat yang seringkali memandang negatif pernikahan beda agama. Seharusnya masyarakat lebih banyak belajar bahwa agama adalah urusan privat setiap orang. Ini menjadi sesuatu yang subjektif dan tidak bisa dipaksakan.
Kini, satu-satunya cara menikah beda agama yaitu kembali seperti sebelum adanya yurisprudensi. Pernikahan hanya bisa dilakukan dengan tiga cara. Pertama, salah satu pihak harus tunduk dulu pada salah satu agama, lalu mereka menikah dalam satu agama. Setelah itu, pasangan bisa kembali ke agama masing-masing.
Kedua, bisa menikah dengan dua tradisi keagamaan. Setelah itu, pasangan mencatatkan ke salah satu, antara Kantor Urusan Agama (KUA) atau Catatan Sipil. Ketiga yaitu melangsungkan pernikahan di luar negeri. Namun, biaya pernikahan jauh lebih mahal. Pencatatan pun juga tetap harus memilih salah satu.
“Menurut saya ini suatu proses yang rumit dan nggak memberikan kemanfaatan ataupun juga kebahagiaan yang sebesar-besarnya kepada masyarakat,” pungkas Agustin.