Konde.co dan Koran Tempo punya rubrik ‘Klinik Hukum Perempuan’ yang tayang setiap Kamis secara dwimingguan. Bekerja sama dengan LBH APIK Jakarta, Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender, Perempuan Mahardhika, dan JALA PRT. Di klinik ini akan ada tanya jawab persoalan hukum perempuan.
Tanya:
Halo, Perkenalkan saya Asti. Seminggu lalu, Ibu saya cerita katanya pabrik tekstil tempatnya bekerja melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dengan alasan perusahaan melakukan efisiensi. Salah satu teman ibu saya turut menjadi pekerja yang mengalami PHK, sementara ibu saya masih bekerja. Namun, ibu saya meyakini, ini hanya masalah waktu sampai ia juga akan terkena PHK mengingat orderan makin hari makin menurun. Ditambah, belum semua pekerja yang di PHK menerima pesangon yang dijanjikan. Bagaimana sebenarnya hak pekerja yang terkena PHK? Apakah ada perbedaan hak pekerja yang bekerja dibidang tekstil?
Jawaban:
Halo Asti. Terima kasih telah berkonsultasi dengan Klinik Hukum Perempuan. Kami memahami apa yang menjadi kekhawatiranmu. Awal Juni 2024, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengungkap kondisi industri tekstil dan garmen yang banyak gulung tikar. Mereka bahkan sampai melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal terhadap pekerjanya. Kondisi ini sudah terjadi sejak awal 2024.
Nasib Para Pekerja Tekstil dan Garmen
Berdasarkan Laporan Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), pada periode Januari-Mei 2024 tercatat sebanyak 10.800 pekerja tekstil terkena PHK dari 5 pabrik tekstil. Keputusan PHK pekerja banyak disebabkan oleh pesanan tekstil di pabrik lokal masih lemah. Bahkan ada pabrik yang tidak mendapat pesanan sama sekali.
Kondisi ini diperburuk dengan regulasi laju perkembangan produk impor yang masih belum terkendali. Akibatnya, para pekerja tekstil dan garmen dalam mode siaga karena sewaktu-waktu bisa terjadi PHK.
Bagi para pekerja, PHK sering kali menimbulkan banyak permasalahan dari mulai proses PHK sampai dengan pembayaran pesangon dan hak lainnya. Tidak ada Jaminan Perusahaan akan melakukan PHK sesuai dengan aturan yang berlaku. Bagaimana sebenarnya proses PHK dan apa saja hak yang diterima oleh pekerja yang terkena PHK?
Aturan Pemutusan Hubungan Kerja di Indonesia
Di Indonesia, Ketenagakerjaan yang semula diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) telah diubah. Sekarang diatur dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (UU Cipta Kerja).
Ketentuan Pasal 1 angka 15 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat dan Pemutusan Hubungan Kerja (PP 35/2021) sebagai peraturan pelaksana UU Cipta Kerja mendefinisikan Pemutusan Hubungan Kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara Pekerja/Buruh dan Pengusaha.
Sebenarnya, pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah harus mengupayakan agar tidak terjadi PHK (Pasal 151 ayat 1 UU Cipta Kerja). Dalam hal PHK tidak dapat dihindari, maksud dan alasan PHK diberitahukan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh. (Pasal 151 ayat 2 UU Cipta Kerja).
Baca juga: Kekerasan Seksual di Kantor Toksik: Saya Tak Bisa Lapor HRD dan Kena Victim Blaming
Dalam hal pekerja/buruh telah diberitahu dan menolak PHK, penyelesaian PHK wajib dilakukan melalui perundingan bipartit antara pengusaha dengan pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh. (Pasal 151 ayat 3 UU Cipta Kerja). Namun, jika tidak mendapatkan kesepakatan, PHK dilakukan melalui tahap berikutnya sesuai dengan mekanisme penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. (Pasal 151 ayat 4 UU Cipta Kerja).
Kembali pada pertanyaan Saudara, selain kekhawatiran atas PHK pada ibu saudara, terdapat kekhawatiran juga tentang hak yang akan diterima pekerja jika terjadi PHK.
Hak Akibat Pumutusan Hubungan Kerja
Dalam hal terjadi PHK, pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima. (Pasal 40 ayat 1 PP 35/2021). Pada pertanyaan Saudara, apakah ada perbedaan hak pekerja yang bekerja dibidang tekstil? Jawabannya tidak ada perbedaan hak karena bidang pekerjaan. Namun perbedaan hak ditentukan berdasarkan:
a. Status hubungan kerja atau perjanjian kerja;
Penting untuk diketahui ketika terjadi PHK bagaimana status pekerja apakah Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau untuk pekerjaan tertentu atau Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). PKWT sendiri adalah Perjanjian Kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan Hubungan Kerja dalam waktu tertentu. Sedang PKWTT adalah Perjanjian Kerja antara Pekerja/Buruh dengan Pengusaha untuk mengadakan Hubungan Kerja yang bersifat tetap.
Hubungan atau perjanjian kerja ini mempengaruhi apakah pekerja berhak mendapatkan hak akibat pemutusan hubungan kerja berupa uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak atau tidak.
b. Alasan pemutusan hubungan kerja dan masa Kerja/lama bekerja.
Dalam Pasal 36 PP 35/2021, terdapat 16 (enam belas) alasan pemutusan hubungan kerja. Satu dari 16 alasan yang mendekati dengan kondisi yang Saudara sampaikan adalah karena perusahaan melakukan efisiensi diikuti dengan penutupan perusahaan atau tidak diikuti dengan penutupan perusahaan yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian (Pasal 36 huruf b PP 35/2021).
Baca juga: Dear Pemberi Kerja, Pekerja Informal Juga Harus Dapat THR
Bagi Pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja sangat penting untuk mengetahui alasan pengusaha melakukan pemutusan hubungan kerja karena berdampak pada hak yang akan diterima Pekerja. Sebagai contoh, jika tadi alasan PHK yang mendekati dengan pertanyaan Saudara adalah karena efisiensi Perusahaan. Namun, Pemutusan hubungan kerja dengan alasan efisiensi terbagi 2 (dua) yaitu yang disebabkan Perusahaan mengalami kerugian atau untuk mencegah terjadinya kerugian. Berikut perbedaan hak akibat pemutusan hubungan kerja yang akan diterima pekerja:
1. Pengusaha dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap Pekerja/Buruh karena alasan Perusahaan melakukan efisiensi yang disebabkan Perusahaan mengalami kerugian maka Pekerja/ Buruh berhak atas:
a. Uang pesangon sebesar 0,5 (nol koma lima) kali ketentuan Pasal 40 ayat (2) PP 35/2021; Uang pesangon mulai diberikan kepada Pekerja dengan masa kerja kurang dari 1 tahun, 1 bulan upah. Sampai dengan masa kerja 8 tahun atau lebih, 9 bulan upah
b. Uang penghargaan masa kerja sebesar 1 kali ketentuan Pasal 40 ayat (3) PP 35/2021; dan uang penghargaan masa kerja mulai diberikan kepada Pekerja dengan masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun. Dua bulan upah sampai dengan masa kerja 24 tahun atau lebih, 10 bulan upah.
c. Uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 40 ayat (4) PP 35/2021
Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur, biaya atau ongkos pulang untuk Pekerja/Buruh dan keluarganya ke tempat dimana Pekerja/ Buruh diterima bekerja dan hal-hal lain yang ditetapkan dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.
Baca juga: Dear Pekerja, Ini Yang Harus Kamu Waspadai Dari Perppu Cipta Kerja
2. Pengusaha dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap Pekerja/Buruh karena alasan Perusahaan melakukan efisiensi untuk mencegah terjadinya kerugian maka Pekerja/Buruh berhak atas:
a. Uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 40 ayat (2) PP 35/2021;
Uang pesangon mulai diberikan kepada Pekerja dengan masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan Upah sampai dengan masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan Upah
b. Uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 40 ayat 3(PP 35/2021);
Uang penghargaan masa kerja mulai diberikan kepada Pekerja dengan masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan Upah sampai dengan masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh) bulan Upah.
c. Uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 40 ayat (4) PP 35/2021
Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur, biaya atau ongkos pulang untuk Pekerja/Buruh dan keluarganya ke tempat dimana Pekerja/ Buruh diterima bekerja dan hal-hal lain yang ditetapkan dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.
Lalu Bagaimana Jika Pengusaha Melanggar Ketentuan dalam Aturan Tersebut?
Pelanggaran yang terjadi karena tidak menerapkan aturan ketenagakerjaan dapat dilaporkan kepada Kementerian Ketenagakerjaan selaku Pengawas Ketenagakerjaan pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan dan/atau Dinas Ketenagakerjaan Provinsi setempat selaku dinas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan provinsi.
Jika kamu mau berkonsultasi hukum perempuan secara pro bono, kamu bisa menghubungi Tim Kolektif Advokat Keadilan Gender (KAKG) melalui bit.ly/FormAduanKAKG atau email: konsultasi@advokatgender.org.