Rifqi Novara, seorang pekerja film tiba-tiba meninggal dalam sebuah kecelakaan lalu lintas.
Rifqi bekerja sebagai asisten sutradara dua untuk sebuah rumah produksi film.
Ia mengalami kecelakaan tunggal di daerah Mampang, Jakarta Selatan, Rabu (28/8/24) malam. Rifqi diketahui dalam perjalanan pulang setelah menjalani proses praproduksi bersama salah satu perusahaan rumah produksi tempatnya bekerja. Pihak keluarga dan kerabat menduga kecelakaan yang dialami Rifqi akibat dari kelelahan kerja.
“Peristiwa kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan meninggalnya Rifqi Novara menjadi pengingat mendesaknya upaya perbaikan kondisi kerja dalam ekosistem industri film Indonesia. Salah satu isu yang perlu segera diselesaikan bersama adalah masalah overwork yang dialami pekerja film Indonesia,” kata Ketua Umum Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi/ Seikat SINDIKASI Ikhsan Raharjo
Kecelakaan kerja yang dialami Rifqi hingga menyebabkan kematian bukanlah yang pertama terjadi di industri perfilman. Kecelakaan kerja pada industri film sebenarnya sudah berulang kali terjadi tapi minim pendokumentasian serta jarang mendapat perhatian.
Hal ini seperti terungkap dalam kertas posisi #Sepakatdi14: Advokasi Pembatasan Waktu Kerja dan Perlindungan Hak Pekerja Film Indonesia yang dirilis SINDIKASI bersama Indonesia Cinematographers Society (ICS) pada 2022.
Baca Juga: SINDIKASI: Holywings Tak Boleh Cuci Tangan dan Harus Tanggung Jawab Pada Pekerjanya
Kertas posisi tersebut menyimpulkan pekerja film Indonesia berada dalam kondisi berbahaya karena rata-rata menghabiskan 16-20 jam dalam satu hari syuting. Hal ini meningkatkan risiko pekerja film Indonesia terkena serangan jantung iskemik atau stroke karena mereka bekerja di atas 55 jam setiap pekannya. Sebagaimana peringatan International Labour Organization (ILO) dan World Health Organization (WHO) melalui penelitiannya.
“Normalisasi terhadap praktik overwork dan minimnya perlindungan hak pekerja menjadi tantangan besar dalam mewujudkan perbaikan kondisi kerja pada industri film. Terlebih, pemerintah masih pasif dalam melihat masalah ini,” ungkap Ikhsan.
Kondisi waktu kerja berkepanjangan (overwork) di industri perfilman Indonesia menjadi sorotan. Situasi ini dinilai menjadi penyebab kecelakaan kerja pada industri tersebut. Karena itu tuntutan perbaikan kondisi kerja industri film disuarakan sejumlah pihak
Karena itu, Ikhsan menyerukan kepada seluruh pekerja film Indonesia agar berserikat untuk membangun kekuatan kolektif dalam memperbaiki kondisi kerja.
Saat ini SINDIKASI tengah merancang berdirinya Komite Pekerja Film sebagai wadah bagi pekerja film yang ingin berserikat untuk memperbaiki ekosistem dan kondisi kerja industri perfilman.
Dia menilai masalah yang dihadapi pekerja film Indonesia merupakan masalah sistemik yang tidak bisa diselesaikan satu-dua organisasi saja apalagi individu. Karena itu, SINDIKASI juga membuka peluang diskusi bagi organisasi profesi perfilman dan pemangku kepentingan lain untuk bersama membahas masalah ini.
Kriminalisasi Kerja Menimpa Septia
Lain lagi yang dialami Septia Dwi Pertiwi yang mengalami kriminalisasi kerja. Septia adalah seorang buruh perempuan yang bekerja di PT Lima Sekawan Indonesia atau PT Hive Five.
Septia mengalami kriminalisasi setelah speak up lewat media sosial X soal kondisi perusahaan tempat ia pernah bekerja. Ia menanggapi postingan yang dibuat pengusaha sekaligus pemilik PT Hive Five, Henry Kurnia Adhi atau lebih dikenal sebagai Jhon LBF.
John kerap membuat konten yang bercerita soal bagaimana cara memajukan karyawan sambil memamerkan kekayaannya dan mengaku sebagai pengusaha sukses. Ketika kontennya viral, justru muncul sentimen negatif dari warganet termasuk dari mantan buruh yang pernah bekerja di perusahaannya. Sentimen negatif muncul karena kontradiksi antara konten yang dibuat dengan realitas terkait pelanggaran hak-hak ketenagakerjaan di perusahaannya.
Septia menyuarakan sejumlah pelanggaran hak ketenagakerjaan yang pernah dialaminya di PT Hive Five. Seperti upah di bawah UMR, pemotongan gaji, waktu kerja melebihi batas, hingga Jaminan Sosial berupa BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan yang tidak dibayarkan oleh perusahaan.
Septia dan beberapa rekan kerjanya lalu melaporkan hal ini kepada Dinas Tenaga Kerja (Disnaker). Hasilnya, Septia dinyatakan telah terjadi pelanggaran, sehingga harus diselesaikan. Tim Advokasi Septia dalam rilis persnya yang diterima Konde.co mengatakan proses keperdataan dengan mekanisme hubungan industrial di Disnaker sudah berjalan dan tidak terbantahkan.
“Namun Septia justru dikriminalisasi oleh Jhon LBF dengan melaporkannya ke Polda Metro Jaya atas tuduhan pencemaran nama. Pelaporan didasarkan pada pasal-pasal dalam UU ITE. Pasal ini sering disebut sebagai “pasal karet” karena kerap dipakai pejabat dan pengusaha untuk merepresi masyarakat yang lemah, termasuk buruh, aktivis, dan jurnalis.”
Baca Juga: Kasus Dugaan Kekerasan Seksual Di SINDIKASI: TIPF Paparkan Temuannya
“Kriminalisasi berjalan sangat cepat. Pada 13 Maret 2024, Septia membuktikan proses keperdataan pada Disnaker di mediasi pertama kepada penyidik Polda Metro Jaya. Jhon LBF tidak dapat membantah, bahkan tidak hadir. Tiba-tiba pada 26 Agustus 2024, Septia dinyatakan sebagai tersangka,” jelas Tim Advokasi dalam rilisnya.
Berkas Septia lalu dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat. Seketika Septia ditahan oleh kejaksaan dan saat ini harus mendekam di Rumah Tahanan Pondok Bambu Jakarta Timur selama 20 hari.
“Padahal, Septia tidak pernah ditahan oleh penyidik kepolisian karena sangat kooperatif dan menjalani proses hukum dengan baik. Kejaksaan berdalih alasan subjektif yang justru tidak pernah terjadi pada Septia,” tegas kuasa hukumnya.
Tindakan Septia menuntut hak ketenagakerjaan melalui forum kebebasan berpendapat dan berekspresi di ruang publik yang difasilitasi oleh media sosial, menurut kuasa hukumnya dijamin oleh UUD 1945.
Union Busting Pekerja di CNN
Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang mulai terjadi sejak 2022 masih terus bergulir hingga hari ini. Diantara alasan pabrik tutup dan efisiensi yang sering dipakai perusahaan, pemberangusan serikat pekerja (union busting) juga digunakan sejumlah perusahaan.
Yang terbaru terjadi di perusahaan media. Yakni PHK sepihak oleh manajemen CNN Indonesia terhadap 14 pekerja CNN Indonesia akhir Agustus lalu. PHK ini terjadi saat pekerja CNN Indonesia dengan manajemen sedang dalam proses perselisihan terkait pemotongan upah sepihak oleh perusahaan.
Ketua Umum Solidaritas Pekerja CNN Indonesia (SPCI) Taufiqurrahman menjelaskan dari 14 orang yang mengalami PHK, 4 orang menerima sedang 10 orang menolak. Pemberitahuan tentang PHK awalnya dilakukan secara informal berupa pemanggilan oleh HRD lewat WhatsApps (WA) kepada sejumlah pekerja.
Taufiq mengungkapkan dirinya mendapat WA dari HRD pada 22 Agustus 2024 untuk bertemu pada hari itu juga. Meski begitu pesan singkat tersebut tidak menjelaskan maksud pemanggilan. Sedang Sekjen SPCI, Rebecca menuturkan pemanggilan terhadap dirinya dilakukan pada tanggal 23 Agustus 2024. Namun saat itu dirinya sedang tidak berada di kantor karena posisinya masih WFH (work from home). Karena itu Rebecca tidak bisa bertemu HRD pada hari tersebut.
Pada saat bertemu dengan HRD, masing-masing pekerja yang dipanggil baru mendapat penjelasan soal efisiensi perusahaan sehingga perusahaan melakukan lay off. Saat itu Taufiq tidak memberikan jawaban. Selanjutnya Taufiq kembali dipanggil pada 28 Agustus 2024 dan ditanyakan keputusannya.
Baca Juga: Urgensi Dosen Berserikat: Ini Cerita Para Dosen Perempuan
“Saya menjawab dengan mengatakan menolak PHK karena tidak sesuai ketentuan mengingat saat ini masih berlangsung proses tripartit di dinas ketenagakerjaan,” papar Taufiq kepada Konde.co, pada Selasa (3/9/24).
“Saya juga menyampaikan kepada HRD bahwa Serikat Pekerja di CNN sudah tercatat di Sudin Jaksel di tanggal 27. Jadi pada tanggal 28 Agustus itu saya sampaikan bahwa persoalan ketenagakerjaan yang berkaitan dengan anggota SPCI agar dikomunikasikan ke pengurus SPCI terlebih dahulu,” ujarnya.
Setelah pertemuan tersebut pada Kamis (29/8/24), sembilan orang anggota SPCI menerima email pemberitahuan PHK. Email juga menyebutkan masa kerja berakhir pada 31 Agustus 2024 dan meminta mereka menemui HRD pada hari itu untuk membicarakan pesangon.
Selanjutnya pada Sabtu (31/8/24) siang SPCI mengadakan peluncuran serikat pekerja. Sore harinya lima anggota SPCI yang lain menerima email yang sama soal pemutusan hubungan kerja yang berlaku tanggal 31 Agustus 2024.
“Jadi pada hari itu pula kami dinyatakan terakhir menjadi karyawan CNN Indonesia. Nah kami kemudian mengirim surat penolakan terhadap PHK sepihak itu,” jelasnya.
Taufiq menambahkan PHK sepihak ini tidak tiba-tiba saja terjadi. Pasalnya saat ini pihaknya sedang berselisih dengan manajemen CNN Indonesia soal pemotongan upah sepihak selama tiga bulan terakhir, mulai Juni hingga Agustus.
Ia menjelaskan pada Juni 2024 terjadi pemotongan upah yang berlaku untuk semua karyawan dengan besaran beragam. Saat itu muncul penolakan dari 201 pekerja hingga kemudian digelar pertemuan bipartit dengan perusahaan.
Baca Juga: Dear Pekerja Media, Berserikat Itu Penting!
Dari pertemuan itu perusahaan tetap memutuskan untuk memotong upah karyawan. Manajemen juga menyampaikan bagi karyawan yang tidak terima dipersilakan menempuh mekanisme perselisihan selanjutnya.
Setelah itu manajemen mendekati karyawan satu per satu di tiap-tiap divisi dan menyampaikan akan ada dampak kalau karyawan melanjutkan tripartit. Akibatnya sebagian besar karyawan mundur dari upaya mekanisme perselisihan selanjutnya.
“Dari komunikasi yang dilakukan perusahaan ada (karyawan) yang menyatakan mundur padahal dia sudah menyerahkan berkas gaji, surat kontrak untuk dokumen menempuh perselisihan selanjutnya. Jadi terjadi perubahan sikap setelah diajak ngomong sama atasan,” papar Taufiq.
Selain itu ada juga beberapa karyawan yang tidak melanjutkan mekanisme perselisihan ke tahapan selanjutnya karena upahnya yang semula di bawah UMP kemudian dinaikkan. Dengan begitu objek hukumnya tidak ada lagi untuk meneruskan ke mekanisme tripartit.
Karyawan yang bertahan untuk menempuh perselisihan berjumlah sekitar 14 orang. Ke-14 pekerja ini kemudian secara paralel membentuk serikat pekerja. Pada 27 Juli 2024 berlangsung musyawarah umum anggota dan menghasilkan serikat pekerja bernama Solidaritas Pekerja CNN Indonesia.
Serikat pekerja ini tercatat di Suku Dinas Ketenagakerjaan Jakarta Selatan pada 27 Agustus 2024. Surat pemberitahuan terkait pencatatan ini diterima SPCI sehari setelahnya pada Rabu (28/8/24).
Pada Senin (2/9/24) Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mengklarifikasi ke pekerja maupun ke manajemen. Pada Senin siang mereka mengklarifikasi manajemen CNN Indonesia sedang pada sore hari mengklarifikasi pekerja.
Taufik menjelaskan ada dua hal yang diklarifikasi Kemnaker ke manajemen. Pertama soal union busting, kemnaker menekankan kepada manajemen bahwa serikat pekerja tidak dilarang. Kedua soal PHK, Kemnaker menilai PHK yang dilakukan manajemen tidak sesuai dengan ketentuan.
Baca Juga: Dari Serikat PRT Saya Belajar Menegosiasikan Hari Libur dan THR
“PHK itu belum bersifat tetap, sehingga sebetulnya tidak bisa diberlakukan. Dan pekerja sebenarnya masih bisa tetap bekerja karena tidak ada kesepakatan di sana. Tapi ternyata akses saya dan teman-teman untuk bekerja diputus. Seperti email, whatsapp kantor dan akses ke aplikasi kantor itu dihapus sehingga saya tidak bisa bekerja” urai Taufiq.
Sekjen SPCI, Rebecca memaparkan pihaknya sangat menyayangkan sikap manajemen CNN Indonesia. Pasalnya inisiatif pekerja membentuk serikat pekerja karena pada dasarnya untuk melindungi hak-hak pekerja.
Ia menjelaskan berkaca dari pemotongan gaji secara sepihak yang dilakukan manajemen dan tindakan yang diambil manajemen setelah ada penolakan dari para pekerja, mereka melihat pentingnya bagi pekerja untuk berserikat.
”Jadi kami yang lanjut (proses tripartit) berpikir bahwa akan banyak kebijakan-kebijakan lain yang mungkin saja bersifat semena-mena ke depannya. Karena memang harus ada pergerakan dulu baru dilihat. Ya udah akhirnya kami memutuskan untuk berkumpul dalam satu wadah untuk melindungi pekerja-pekerja CNN dari kebijakan-kebijakan kantor yang model begitu,” papar Rebecca kepada Konde.co, Kamis (5/9/24).
Ia menambahkan pihaknya berharap manajemen mau duduk bersama dengan serikat pekerja untuk berunding.
“Karena sekarang serikat pekerja sudah ada jadi apapun kebijakan kantor berembuklah dengan serikat pekerja. Kan serikat pekerja ini sudah ada, ayo kita ngomong kalau ada kebijakan atau hal lain,” pungkasnya.
Dampak Diberlakukannya UU Cipta Kerja
Adanya indikasi union busting juga dialami sejumlah buruh di Jawa Tengah khususnya di Semarang seperti diungkapkan Ulfatul Hasanah, Ketua Biro Perempuan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Wilayah Jawa Tengah.
Ulfa mengungkapkan dirinya pernah mengalami PHK karena indikasi union busting pada 2020 lalu. Manajemen perusahaan tempatnya bekerja mengatakan ia di-PHK dengan alasan efisiensi. Ia menolak PHK sepihak tersebut.
Saat itu sebagai ketua serikat pekerja di PT Ciubros Farma, Alfa aktif mendorong perbaikan upah buruh di perusahaan tempatnya bekerja. Serikat pekerja dan manajemen waktu itu sedang berunding terkait perjanjian kerja bersama (PKB).
PKB ini nantinya akan jadi aturan yang harus ditaati kedua belah pihak yakni perusahaan dan pekerja. Ulfa menjelaskan PKB memuat aturan-aturan dengan kedua belah pihak saling menghargai hak dan kewajiabannya serta tidak merugikan masing-masing pihak.
“Kami, pekerja di PT Ciubros itu rata-rata sudah bekerja puluhan tahun. Karena itu kami mendorong agar upah kami naik, tidak hanya UMK saja. Tahun 2020 itu sebenarnya sudah berlaku PP No.78 terkait struktur skala upah,” papar Ulfa kepada Konde.co, Jumat (9/8/24).
Karena di perusahaan tempatnya bekerja belum menerapkan sttruktur skala upah, Ulfa dan teman-teman serikat buruh mendesak agar perusahaan membuat aturan tentang struktur skala upah di perusahaan. Sementara teknis penghitungannya bisa dibicarakan terpisah nantinya.
Hal lain yang juga mengemuka dalam pembahasan misalnya terkait bagaimana bila perusahaan mengalami keuntungan besar? Kenapa pekerjanya selama ini tidak ada bonus tahunan atau bonus lainnya? Ulfa mengungkapkan pekerja juga tidak mau hanya dikasih upah pokok dengan besaran setara UMK saja.
Baca juga: Hari Buruh, Jurnalis Perempuan Bicara Tentang Serikat Pekerja Media
“Kami memang di tahap-tahap pembahasan yang berkaitan dengan finansial. Nah disitulah mulai ada orang-orang dari manajemen yang intinya merasa terusik dengan masukan-masukan dari kami,” ungkapnya.
Akhirnya Ulfa di-PHK dengan alasan efisiensi. Namun alasan efisiensi tersebut tidak bisa mereka jelaskan ketika Ulfa mempertanyakan dasar perusahaan melakukan efisiensi.
“Efisiensi itu kan ada persyaratan yang harus dipenuhi. Misalnya apakah kinerja saya enggak bagus? Apakah saya sudah melakukan kesalahan dan mendapatkan SP atau apa? Ternyata di situ semua (alasan) cacat. Selama bekerja alhamdulillah saya pernah menjadi pekerja teladan dan kinerja saya juga diakui oleh atasan, dan lintas departemen. Nah kenapa kok saya kena efisiensi kan saya tanya seperti itu tapi dari manajemen nggak bisa menjawab,” urai Ulfa.
Ketika itu Dinas Ketenagakerjaan kemudian melakukan pemanggilan. Laporan ke Dinas ini justru dilakukan oleh bagian HRD perusahaan.
“Malah yang melaporkan ke dinas itu HRD-nya PT Ciubros yang kebetulan HRD itu orangnya lurus. Dia tahu aturan dan melihat saya benar-benar nggak salah. Jadi malah beliau yang meminta dinas untuk memanggil owner untuk dimintai keterangan terkait PHK terhadap saya,” paparnya.
“Saat itu dinas akhirnya memiberikan pemahaman soal adanya aturan bahwa ketua serikat itu punya hak-hak yang seperti ini, terus aturan efisiensi seperti ini. Dan kalau ini dilanggar sanksinya ini. Akhirnya perusahaan nggak berani, terus akhirnya saya dipekerjakan kembali,” tambahnya.
Ulfa menjelaskan PHK tersebut dialaminya ketika UU Cipta Kerja belum disahkan. Aturan yang ada ketika itu memberikan sanksi yang jelas bagi perusahaan yang melanggar. Yakni sanksi pidana 5 tahun penjara atau denda maksimal 500 juta. Aturan ini menurut Ulfa cukup melindungi buruh, terbukti dirinya bisa kembali dipekerjakan setelah di-PHK karena alasan efisiensi dengan indikasi ada union busting.
Baca juga: Hari Buruh: Jika Daycare Jumlahnya Minim, di Mana Buruh Bisa Titipkan Anaknya Ketika Kerja?
Ia memaparkan sepanjang kuartal awal 2024, sejumlah perusahaan melakukan PHK terjadi secara besar-besaran. Sejumlah anggota FSPMI Jawa Tengah menjadi korban PHK. Alasan perusahaan karena efisiensi dan pabrik tutup, serta ada juga yang mengarah ke union busting.
“Karena begitu kita mendirikan serikat terus nanti dihabisi. Seperti itu juga ada,” kata Ulfa.
Bahkan menurut Ulfa sejumlah kasus PHK yang terjadi pada 2023 lalu hingga saat ini proses pesangonnya ada yang belum selesai. Seperti yang dialami buruh PT Maratea yang berlokasi di Semarang. Saat PHK gelombang pertama ada 56 buruh yang kena PHK sedang di gelombang kedua ada 70 buruh. Sementara pabrik sudah tutup dan asetnya sudah tidak ada.
Dari pendampingan yang dilakukan FSPMI, pemilik perusahaan akhirnya masih berkomitmen untuk membayar pesangon walaupun dicicil setiap bulan dengan nominal sangat kecil.
Alasan pabrik tutup juga jadi salah satu pola yang dipakai perusahaan ketika melakukan PHK massal. Setelah menutup pabriknya, perusahaan biasanya pindah operasional ke daerah dengan UMK yang lebih rendah. Berikut data PHK sejumlah perusahaan.


Sementara pada kasus union busting, pola yang dipakai perusahaan adalah dengan melakukan intimidasi. Kondisi ini membuat buruh akhirnya menyerah dan menerima pesangon yang diberikan perusahaan.

Ulfa memaparkan kasus-kasus PHK sepihak yang marak terjadi beberapa waktu terakhir tidak terlepas dari diberlakukannya UU Cipta Kerja. Aturan soal union busting dalam UU Ketenagakerjaan diatur dalam Pasal 28 junto Pasal 43 ayat 1. Aturan tersebut menyatakan bahwa pelaku union busting dapat dikenakan sanksi pidana dan/atau denda. Sementara dalam UU Cipta Kerja soal sanksi tidak diatur dengan jelas.
Baca juga: Buruh Perempuan Dipaksa ‘Staycation’: Kontrak Kerja Jadi Celah Eksploitasi
“Sebelum UU Cipta Kerja disahkan, ada sanksi pidana yang jelas kalau perusahaan melakukan union busting. Pada saat itu perusahaan akhirnya mempekerjakan kembali teman-teman yang di-PHK karena union busting. Tapi pasca UU Cipta Kerja disahkan, karena aturannya lebih lunak dan sanksi pidananya sangat longgar, sekarang pengusaha lebih memilih orang-orang yang tidak disukai tetap keluar dengan cara apapun,” papar Ulfa.
PHK yang marak terjadi menurut Ulfa tidak terlepas dari imbas diberlakukannnya UU Cipta Kerja. Ini lantaran undang-undang tersebut menetapkan pesangon yang murah dan sanksi ringan bagi pengusaha yang melakukan pelanggaran. Apalagi undang-undang tersebut juga membolehkan outsourcing di semua bidang dan kontrak tidak berkelanjutan.
“Jadi pekerja-pekerja yang notabene sudah punya masa kerja yang cukup lama kemungkinan bisa di-PHK dengan alasan apapun. Karena pesangonnya kecil terus nggak ada sanksi-sanksi yang memberatkan bagi pengusaha bila dia melakukan pelanggaran terhadap aturan ketenagakerjaan,” kata Ulfa.
Karena itu menurut Ulfa selama UU Omnibus Law Cipta Kerja belum dicabut, PHK masih akan terus terjadi. Seperti yang terjadi secara masif beberapa waktu terakhir di sejumlah kota.
Artikel ini merupakan bagian dari Serial #SuaraPekerja
#SuaraPekerja berisi curhat pekerja untuk stop kekerasan dan pelecehan di dunia kerja