Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPR RI, Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas), Laksdya TNI T.S.N.B. Hutabarat menyatakan, bahwa isu LGBTQ atau Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender, dan Queer merupakan ancaman dalam prioritas negara di tahun 2025.
Pernyataan yang dibuat tanpa dasar logika dan riset yang matang ini, menurut Direktur LBH Masyarakat, Albert Wirya, berpotensi menambah aksi persekusi dan kekerasan yang diterima oleh para LGBTQ di Indonesia.
“Pengkategorian LGBTQ sebagai ancaman bangsa justru kontraproduktif dengan tujuan dari Wantannas sendiri yang salah satunya adalah menjaga keamanan bangsa,” kata Albert Wirya ketika dihubungi Konde.co pada 18 November 2024.

Di hari itu, Kamis 14 November 2024 di hadapan anggota DPR RI, Laksdya TNI T.S.N.B. Hutabarat memaparkan tentang kajian strategis lembaganya tentang dinamika geopolitik nasional dan internasional, serta mengulas isu strategis keamanan pada tahun 2025. Isu LGBTQ masuk ke dalam isu budaya, bersama dengan penguatan jati diri di Papua, konflik pesisir, minta petani untuk generasi muda, kesejahteraan dosen, kualitas sarjana dan mutu pendidikan, budaya antikorupsi, dan konten televisi.

“Pada bidang budaya, yaitu perkembangan Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender, dan Queer (LGBTQ), penguatan jati diri di Papua, konflik pesisir, minat petani untuk generasi muda, kesejahteraan dosen, kualitas sarjana, mutu pendidikan, budaya anti korupsi, dan konten televisi.”
Baca juga: Ribut Mendebatkan Queer, Tetapi Pernah Gak Melibatkan Mereka dalam Forum Kamu?
Dalam sesi tanya-jawab di RDP tersebut, diskusi yang memposisikan LGBTQ sebagai ancaman juga datang dari Oleh Soleh dari Fraksi PKB Jawa Barat XI. Dilansir dari Youtube DPR RI DPR, Oleh Soleh minta Wantannas untuk serius mengatasi fenomena maraknya LGBTQ dan menurunnya angka pernikahan di Indonesia.
“Saya belum melihat ada gerakan konsen soal penanganan LGBTQ ini, belum ada yang kedengaran bersuara keras lantang terkait LGBTQ,” ujar Oleh Soleh dalam rapat dengar pendapat, di ruang rapat Komisi I DPR RI, DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (14/11).

Dijelaskannya, fenomena LGBTQ dan turunnya angka pernikahan merupakan dampak atau pengaruh globalisasi dari media sosial. Tanpa disadari, pengaruh budaya negatif tersebut sangat luar biasa, bahkan secara masif terus meluas.
Oleh Soleh mencontohkan fenomena yang sama terjadi di Korea Selatan (Korsel) yang pada akhirnya mempengaruhi angka kelahiran dan jumlah bayi lahir. Jika dibiarkan itu terjadi, maka sekolah-sekolah akan kosong. Kemudian banyak sekali guru-guru menganggur. Bahkan negara tersebut dikabarkan menerima anak-anak dari luar negaranya untuk bisa sekolah di Korea. Atas dasar itu, Politisi Fraksi PKB ini meminta agar Wantannas dan pemerintah serius mencegah fenomena semacam itu terjadi di Indonesia, karena menurutnya Indonesia sebentar lagi akan menyongsong Indonesia Emas di tahun 2045. Tentunya hal itu juga harus diikuti dengan penanaman nilai moral dari sumber daya manusia (SDM) Indonesia serta menjaga budaya ketimuran yang notabene merupakan ciri khas budaya bangsa Indonesia.
Baca juga: UGM Larang Aktivitas LGBT, Aktivis: Institusi Pendidikan Diskriminatif dan Abaikan HAM
Albert Wirya menyayangkan pernyataan tersebut dan anggapan yang mereka nyatakan bahwa LGBTQ adalah bom waktu yang kalau dibiarkan sekarang akan merugikan di masa depan.
Pengaitan individu LGBTQ dengan istilah-istilah militeristik ini bukanlah hal yang baru. Menurut catatan LBH Masyarakat, pada tahun 2016, Ryamizard Ryacudu, mantan Menteri Pertahanan era Jokowi juga mengaitkan LGBTQ dengan nuklir.
“Ini merupakan perumpamaan yang kering imajinasi ini tidak didukung oleh argumen yang logis dan malah bersifat menakut-nakuti masyarakat awam tentang keragaman orientasi seksual dan identitas gender di Indonesia,” kata Albert Wirya.
Padahal selama ini, LGBTQ adalah salah satu kelompok yang rentan mendapatkan diskriminasi, kekerasan dan persekusi.
Survei LBH Masyarakat dan kelompok masyarakat sipil lainnya pada tahun 2022 menunjukkan dari 401 responden LGBTQ, 40.4% pernah mengalami kekerasan fisik yang berakibat luka berat, 35.4% mengalami perusakan tempat tinggal, 43.4% mengalami pemecatan akibat ragam identitasnya, dan 78.8% berisiko tinggi mengalami serangan berupa doxing dan peretasan dengan maksud menghancurkan kredibilitas.
“Dari situasi tersebut, RDP yang terjadi minggu lalu malah semakin menambah bara dalam kepungan serangan terhadap individu LGBTQ di Indonesia dan memperlemah keamanan bangsa.”
Baca juga: Ormas Agama Menolak Konser Coldplay, Isu LGBT Jadi Kambing Hitam Persoalan
LBH Masyarakat juga melihat bahwa kajian Wantannas tentang ancaman LGBTQ disebabkan oleh ketidaktahuan mereka tentang ragam identitas gender dan orientasi seksual.
“Sekjend Wantannas menyatakan bahwa LGBTQ berbahaya karena penambahan identitas queer yang didefinisikan sebagai “segala sesuatu orang yang orientasi seksualnya masih belum jelas.” Bahkan, ia menyamakan individu queer dengan hubungan seksual manusia dengan binatang (zoophilia), manusia dengan peralatan/boneka (hubungan seksual dengan sex toys), dan pedofilia. Pada kenyataannya, orang heteroseksual dan cisgender pun bisa masuk ke kategori orang yang melakukan hubungan seksual dengan binatang, peralatan dan boneka. Banyak juga individu heteroseksual yang dijatuhi hukuman pidana karena melakukan hubungan seksual dengan anak. Kasus Herry Wirawan, misalnya, menunjukkan bahwa seorang laki-laki heteroseksual bisa melakukan kekerasan seksual kepada 13 santriwati yang berusia dari 14-20 tahun.”
Pernyataan ini menurut Albert Wirya menunjukkan ketidakpahaman Wantannas tentang identitas queer. Queer adalah kelompok identitas bagi orang-orang yang merasa tidak nyaman dikelompokkan ke dalam kategori identitas gender atau orientasi seksual yang bersifat kaku. Dengan demikian, istilah queer adalah istilah yang memayungi ragam gender dan seksualitas lainnya (umbrella term).
Secara historis, istilah ini awalnya muncul sebagai hinaan, tapi kemudian diambil alih oleh kelompok queer sebagai identitas yang menguatkan, karena dengan istilah tersebut seseorang mendapatkan kebebasan untuk menjadi diri mereka sendiri. Akar etimologi dan histori inilah yang menunjukkan bahwa orang-orang yang memilih identitas queer tidak sama dengan orang-orang yang melakukan kekerasan seksual.
Baca juga: Penggerebekan LGBT di Cawang Menambah Diskriminasi Pemerintah Terhadap LGBT
Albert Wirya juga melihat bahwa tidak ada bukti bahwa individu LGBTQ menyebabkan rendahnya angka pernikahan dan penurunan populasi. Pernyataan yang keluar dari Soleh dari Fraksi PKB Jawa Barat XI, yang mengaitkan perkembangan kehidupan LGBT dan angka pernikahan di Indonesia yang semakin hari semakin menurun.
“Ia lantas membandingkan kondisi ini dengan negara Korea Selatan di mana, menurut cerita anekdotnya, sekolah-sekolah kekurangan anak didik sehingga pemerintahnya memohon-mohon negara lain untuk mengirimkan peserta didik ke Korea Selatan. Tidak ada bukti akademis yang menyatakan bahwa eksistensi dari individu LGBTQ menyebabkan penurunan populasi.”
Di Korea Selatan, penurunan angka pernikahan dan penurunan angka kelahiran lebih disebabkan oleh harga perumahan yang melambung tinggi, budaya mementingkan kerja di atas segalanya (workism), diskriminasi terhadap perempuan pekerja yang memiliki anak. Semua hal ini mempengaruhi keputusan orang muda di Korea Selatan untuk tidak menikah dan/atau tidak memiliki anak. Bahkan, Korea Selatan belum termasuk negara yang mengakui pernikahan sesama jenis, sehingga mengada-ngada ketika penurunan populasi Korea Selatan dikaitkan dengan individu LGBTQ.
“Dari poin-poin di atas, LBH Masyarakat mendesak Wantannas mengkaji ulang isu-isu strategis yang perlu untuk ditangani di 2025,” kata Albert Wirya
“Jika Wantannas memang serius hendak mengubah fungsinya dari Dewan Ketahanan Nasional ke Dewan Keamanan Nasional, seharusnya lembaga ini turut berkontribusi untuk melindungi hak-hak dasar dari semua orang di Indonesia, tidak terkecuali individu LGBTQ,” pungkas Albert Wirya.
(Foto Youtube DPR RI: Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPR RI, Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas), Laksdya TNI T.S.N.B. Hutabarat dan Anggota DPR RI, Oleh Soleh dari Partai Kebangkitan Bangsa/ PKB)