Liam Payne dan Dilema dalam Duka Parasosial: Bagaimana Ketika Artis Idolamu adalah Pelaku Kekerasan?

Kematian Liam Payne, personel boyband One Direction, mengundang perdebatan. Ungkapan duka para penggemar dinilai tak berempati pada mantan kekasihnya yang jadi korban kekerasan dalam pacaran yang diduga dilakukan Liam.

Duka merupakan perasaan yang hidup beriringan dengan kehidupan manusia. Duka dapat datang dari kehilangan orang-orang terdekat yang dicintai, bisa jadi keluarga, teman, bahkan hingga idola. Tapi patutkah kita berduka atas kepergian artis kesayangan ketika ternyata ia adalah pelaku kekerasan?

Penggemar grup vokal ternama One Direction, kerap disebut Directioner, merasakan duka tersebut belum lama ini. Liam Payne, salah satu member One Direction, diberitakan meninggal dunia pada Rabu (16/10/2024) dini hari waktu setempat.

Kabar itu mengejutkan publik, terutama para Directioner, dan menuai banyak respons dari penggemar hingga non penggemar. Pasalnya, beberapa hari sebelum kematian Liam, muncul berita mengenai dugaan Liam melakukan kekerasan dalam pacaran. Maya Henry, mantan kekasihnya, merilis buku berjudul ‘Looking Forward’. Menurut Maya, buku itu ditulisnya berdasarkan kisah nyata yang ia alami selama empat tahun menjalin hubungan dengan Liam.

Maya juga menceritakan kekerasan yang dilakukan oleh Liam dalam podcast ‘The Internet is Dead’ di platform Youtube. Beberapa hari sebelum kematian Liam, tepatnya sebelum Maya menerbitkan bukunya, Maya mengaku menerima “peringatan” dari teman-teman Liam. Menurut mereka, Liam sedang dalam kondisi tidak baik. Sehingga jika suatu hal buruk terjadi pada Liam, maka seluruh dunia akan menyalahkan Maya karena telah merilis bukunya dan bersuara mengenai kekerasan yang dialaminya.

Di tengah riuhnya respons publik atas pengakuan Maya, respons atas berita kematian Liam pun menimbulkan berbagai pembahasan hingga perdebatan panjang. Mayoritas Directioner menunjukkan rasa berduka di media sosial, khususnya X. Mereka menyampaikan rasa sedih karena pernah sangat mengagumi Liam Payne sebagai mantan anggota One Direction. Perdebatan muncul ketika beberapa orang kembali mengingatkan bahwa Liam tetaplah seorang pelaku kekerasan. Maka perhatian publik harusnya mengarah kepada korban sepenuhnya. 

Dilema dalam Duka Parasosial

Kebanyakan dari para Directioner pun menegaskan bahwa mereka mengutuk Liam Payne yang “sekarang”, sebagai terduga pelaku kekerasan. Namun, mereka tetap merasakan duka mendalam terhadap sosok Liam beberapa tahun yang lalu, sebagai bagian dari One Direction, yang pernah mereka sukai. Directioner menyebut bahwa One Direction memiliki peran yang besar dalam kehidupan mereka, khususnya masa remaja. Sehingga kematian Liam menumbuhkan kesedihan tersendiri. Beberapa orang pun mengaku bahwa rasa sedihnya ialah rasa sedih yang “aneh”.

Perasaan duka para penggemar biasanya berkaitan dengan parasocial relationship (hubungan parasosial) antara mereka dengan idola.  Menurut Horton & Wohl (1956), hubungan manusia tidak hanya terjadi secara sosial, tetapi juga parasosial. Hubungan parasosial terbentuk antara suatu individu atau audiens dengan karakter nyata atau fiktif yang digambarkan dalam media. Makanya, mayoritas orang yang terjebak dalam hubungan parasosial cenderung sulit untuk keluar dari belenggu bayangan idola yang ada di kepalanya. Kesadaran bahwa hal-hal baik yang ditunjukkan oleh idolanya bisa jadi sebuah “kepalsuan”.

Mungkin hal itulah yang dirasakan Directioner terhadap Liam Payne dan One Direction, sehingga mereka dilanda rasa sedih dan duka yang membingungkan. Beberapa dari para Directioner pun mengatakan bahwa perasaan aneh tersebut timbul karena rasa duka yang dirasakan oleh masa remaja mereka, bukan mereka yang sudah dewasa. Pasalnya, para penggemar One Direction ini memahami bahwa Liam yang kini mereka ‘kenal’ bukan sosok yang pernah mereka idolakan. Liam Payne yang mereka ketahui hari ini adalah seorang pelaku kekerasan.

Di sisi lain, kritik pun banyak diarahkan ke para Directioner yang menyampaikan duka dan dilemanya ini. Banyak netizen menilai bahwa rasa duka yang dirasakan oleh Directioner ini tidak pantas, sebab dianggap tidak berpihak kepada korban. Duka tersebut juga dianggap tidak menunjukkan rasa empati atas kondisi di dunia saat ini, khususnya di tengah genosida yang terjadi di Palestina.

Tegas Berpihak pada Korban!

Tentunya dalam kasus seperti ini, kita harus tegas berpihak kepada korban. Beberapa penggemar pun mengaku bahwa rasa duka yang aneh ini muncul karena kekecewaan terhadap Liam. Namun, bagi sebagian dari mereka, mungkin ada batasan-batasan yang sulit ditembus akibat hubungan parasosial yang telah lama dipupuk selama menggemari One Direction.

Hal itu dapat dilihat dari respons yang muncul ketika Maya Henry bersuara mengenai kekerasan yang dilakukan Liam Payne kepadanya. Bagi beberapa Directioner, bukan hal sulit untuk mengutuk Liam atas perbuatannya dan menunjukkan dukungan penuh kepada Maya. Namun nyatanya, beberapa penggemar lainnya masih denial dan menolak percaya. Mereka masih terjebak bayangan dalam kepala mereka sendiri yang mempercayai bahwa idolanya merupakan orang-orang baik dan tidak mungkin melakukan tindak kejahatan. 

Bisa dipahami, dilema pasti timbul ketika kita mendengar bahwa orang yang kita idolakan merupakan pelaku kekerasan. Seakan tak diberi waktu cukup untuk memproses hal-hal tersebut, dilema Directioner pun ditambah dengan berita kematian Liam yang menghebohkan dunia. Kepergiannya terjadi di tengah pembahasan orang-orang mengenai kasus kekerasan yang dilakukannya. Namun,fokus saat ini harusnya sepenuhnya mengarah pada korban. Seluruh perhatian dan empati mesti tertuju pada kondisi korban dan perlindungan terhadapnya.

Baca juga: Bagaimana Mengenali Kekerasan dalam Pacaran di Dunia Digital?

Dilema dan kesedihan merupakan hal yang wajar ketika dihadapkan dengan berita kejahatan dan kepergian idola kita di waktu yang berdekatan. Namun, perasaan itu bisa berjalan beriringan dengan empati dan keberpihakan terhadap korban. Seseorang dapat berduka atas memori baik yang pernah dimiliki, khususnya bertahun-tahun lalu saat Liam Payne masih menjadi anggota One Direction. Sekaligus tetap memberikan kesempatan bagi korban untuk bercerita serta percaya kepadanya.

Lagi-lagi, seorang penggemar harus mampu menegaskan dan menanamkan baik-baik dalam dirinya. Artis atau sosok yang mereka idolakan mungkin terlihat baik di mata mereka. Namun, itu tidak menghilangkan kemungkinan bahwa mereka bisa juga menjadi seseorang yang jahat kepada orang lain. Bagaimana pun, perasaan tidak dapat dipungkiri; yang bisa dilakukan sekarang adalah melangkah keluar dari masa lalu dan berpihak pada korban.

Foto: Getty Images

Vanya Annisa Shizuka

Reporter magang Konde.co
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!