Di awal Januari 2025, kelompok organisasi Forum Cik Di Tiro di Yogyakarta menuntut pengadilan publik untuk Jokowi.
“Kami menuntut pengadilan publik pada mantan Presiden Joko Widodo atas sikap abai dan membiarkan tirani mayoritas dalam politik nasional selama ia berkuasa,” kata salah satu inisiator Forum Cik Di Tiro dan akademisi, Prof. Masduki pada 8 Januari 2025 di Yogyakarta.
Indikasi buruknya demokrasi di Indonesia ini memuncak sejak pencalonan anak Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka sebagai calon Wakil Presiden.
Forum Cik Di Tiro menjabarkan, terdapat 5 situasi buruk demokrasi di Indonesia. Di antaranya, fenomena oligarki politik yang destruktif, manipulatif, adanya politik dinasti, kontrol atas kebebasan berekspresi, intervensi atas Mahkamah Konstitusi, dan pelemahan KPK. Seperti terjadi aksi manufacturing consent, reduplikasi kondisi yang terjadi di Filipina. Padahal seharusnya demokrasi secara struktural adalah pembatasan kekuasaan yang melarang dinasti, regenerasi dan adanya proses Pemilu yang fair, independen dan disertai praktek korupsi yang menurun.
Mereka memaparkan agar mantan presiden Joko Widodo bertanggung jawab atas kerusakan yang timbul dari beragam akrobat yang menunjukkan hasrat atau ketamakan berkuasa.
Baca Juga: Kampus Bergerak: Pak Jokowi, Situasi Kritis, Berhentilah Ikut Campur Pencalonan Gibran
Forum Cik Di Tiro, seperti dikatakan Masduki, demokrasi sebagai kesepakatan publik telah mati suri di tangan Presiden Jokowi dalam periode kedua pemerintahannya.
“Ini fakta pahit setelah Indonesia melewati 26 tahun reformasi. Pemilu 2024 menjadi sekedar demokrasi prosedural, sarana legitimasi berlanjutnya kekuasaan yang berpola dinasti dan bagian upaya melanggengkan otoritas elit oligarkis,” kata Masduki yang dihubungi Konde.co.
Pemerintahan baru pimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wapres Gibran Rakabuming Raka periode juga jadi sorotan. Misalnya jumlah Kabinet Merah Putih sebanyak 48 orang dan pejabat setingkat menteri 8 orang, lebih gemuk ketimbang Kabinet Indonesia Maju periode ke-2 Jokowi yang sebanyak 34 orang dan pejabat setingkat menteri 8 orang. Alasan Prabowo menggemukkan kabinet supaya kerja pemerintah lebih fokus mengingat Indonesia sangat luas, dengan jumlah penduduk nomor 5 terbanyak di dunia tidak rasional.
“Sulit dibantah bahwa penggelembungan jumlah menteri bertujuan untuk mengakomodasi Parpol pendukung, relawan, dan kepentingan Jokowi. Artinya, susunan kabinet Prabowo sangat dipengaruhi oleh kepentingan dan cawe-cawe Jokowi. Implikasi yang mengemuka adalah soal efektivitas pemerintahan dan biaya operasional kabinet, mengingat kas negara sudah,” kata Masduki.
Baca Juga: Putusan MK Jadi Peluang Gibran Maju Pilpres 2024, Jokowi Disebut Mirip Suharto?
Di sisi yang lain, Forum Cik Dik Tiro juga mencatat, selain DPR dan MA, institusi Polri tahun 2024 juga sarat masalah. Dalam kaitan politik, muncul istilah “parcok alias partai coklat”, yang merujuk pada seragam aparat Polri.
Institusi ini dituding ikut main dalam Pemilu dan Pilkada 2024 untuk memenangkan calon yang diusung penguasa khususnya Jokowi. Para personel polisi dituding mengintimidasi pihak lain yang berseberangan dengan calon yang diusung penguasa. Kapolri sudah membantah tudingan tersebut, meskipun fakta di lapangan menunjukkan sebaliknya.
“Selain itu, polisi dinilai mengedepankan pendekatan kekerasan.”
PSN dan Kekerasan Berbasis Gender
Forum Cik Di Tiro juga menyoroti Jokowi yang mereka sebut sebagai si bapak infrastruktur PSN (Proyek Strategis Nasional).
Selama kepemimpinannya, Jokowi telah membuat 244 PSN yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia, Sumatera, Kalimantan, Bali, NTT, Maluku, Papua, dan Jawa. Dia juga mewariskan 16 PSN pada Prabowo untuk dilanjutkan.
PSN adalah proyek strategis yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pemerataan pembangunan daerah (PP No 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan PSN). Faktanya, 86 + 1 program PSN yang terkonsentrasi di Jawa, bukan untuk infrastruktur pertanian dan pedesaan dimana kebanyakan masyarakat miskin tinggal. Tetapi berupa proyek infrastruktur seperti jalan tol, destinasi wisata, bendungan, dan proyek ekstraktif pertambangan dan energi.
Hal ini menunjukkan bahwa PSN tidak lebih sebagai proyek transaksional yang pro pasar dan modal. Padahal pembangunan yang ditujukan untuk petani adalah hal krusial. Sehingga terjadi kenaikan produktivitas petani yang berdampak pada kesejahteraan petani, bukan ketimpangan dan kemiskinan baru.
“Petani, nelayan justru menjadi korban perampasan tanah atas nama pembangunan kepentingan umum, yaitu PSN, yang berujung terjadinya konflik struktural. Upaya warga terdampak mengakhiri konflik struktural untuk mendapatkan keadilan melalui jalur hukum yang diajukan selalu dibungkam, direpresi, diabaikan, bahkan dikalahkan di meja pengadilan. Karpet merah Perangkat hukum, anggaran, hingga keamanan disediakan demi mulusnya proyek para pejabat, taipan dan konglomerat.”
Baca Juga: Selamat tinggal Jokowi, Selamat datang Mulyono di Masa Oligarki dan Dinasti
Sebut saja Wadas, Rempang, PIK (Pantai Indah Kapuk), Mega PSN Food Estate di Merauke, pertambangan nikel di Maluku dan Sulawesi, dll yang hak-haknya sebagai warga negara dihilangkan. Hak atas tanah, ruang hidup, ruang politik, sosial, ekonomi dan budaya. Semua dirampas demi kepentingan modal dan investasi yang hanya dinikmati segelintir orang.
Konflik dan Bencana sosial, bencana alam, deforestasi yang terjadi di wilayah tersebut hanya ditempatkan sebagai letupan kecil yang tak berarti. Alih-alih melakukan penolakan dan perlawanan, pemerintah pun mengerahkan seluruh kekuatan keamanannya melalui lembaga kepolisian. Angkatan Darat, hingga preman sipil. Desakan dari kalangan agama, masyarakat adat, organisasi masyarakat sipil dianggap angin lalu, sebagaimana yang terjadi di Merauke Papua.
Cerita -cerita tersebut melengkapi daftar letusan 2939 konflik agraria sepanjang tahun 2024 yang terjadi di berbagai tempat, seperti Pakel, Tumpang Pitu, Pocoleo, Pulau Pari, Kendeng, hingga wilayah-wilayah energi terbarukan Geothermal.
Data Solidaritas Perempuan dan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menyebut telah terjadi 11 kasus kekerasan berbasis gender yang dilaporkan dalam konflik agraria. Belum lagi dampak ketidakadilan berlapis yang dialami para perempuan yang berada dalam wilayah konflik agraria dan SDA yang terampas hak-hak dan kedaulatannya.
Perluasan Sawit dan Food Estate
Terbaru adalah rencana kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% mulai 1 Januari 2025 yang ditolak aktivis masyarakat sipil, termasuk ekonom dan para pelaku usaha.
Forum Cik Di Tiro melihat, menaikkan PPN dan berhutang kesana kemari untuk membiayai program spektakuler yang tak terencana matang, menjadikan program makan siang bergizi (MBG) yang awalnya dikampanyekan sebagai makan siang bergizi menuai beberapa persoalan. Seperti belum semua siswa bisa menikmati dengan alasan bertahap dan menimbulkan kecemburuan antar siswa.
Di luar itu, rencana mengubah peruntukan hutan menjadi sawit dan food estate untuk swasembada pangan dan energi, sungguh tindakan manusia yang tidak beradab. Pada saat upaya untuk menaikkan PPN 12 % mendapat perlawanan, maka sasarannya adalah hutan yang selama ini dihuni oleh beragam hewan dan plasma nutfah yang tak bisa dinilai dengan uang. Hanya demi mendapatkan pendanaan untuk makan siang gratis, beragam upaya dilakukan dengan merampas hak alam.
Sementara itu, pemberian izin bisnis tambang oleh pemerintah kepada ormas Muhammadiyah dan NU telah menjerumuskan Ormas keagamaan ke dalam lumpur dosa ekologis.
“Praktik bisnis tambang, saat ini dilakukan dengan ugal-ugalan dan tidak berkelanjutan. Kelompok yang paling menikmati keuntungan bisnis tambang bukan rakyat atau negara, tetapi para bos tambang. Mereka inilah para pebisnis ekonomi hitam, kroni elit politik Indonesia yang mendapat kue kekuasaan Wilayah Izin Usaha Pertambangan. Kesejahteraan rakyat di sekitar tambang tidak meningkat,” kata Masduki.
Hasil riset Trend Asia menyebut, Foshal, dan YLBHI di Maluku Utara juga menunjukkan bahwa hilirisasi tambang nikel di Maluku Utara telah menghancurkan, melenyapkan sumber dan alat produksi ekonomi warga sehingga menciptakan lonjakan kemiskinan dan ketimpangan ekonomi.
Jokowi Finalis Pemimpin Terkorup
Pada penghujung 2024 Jokowi juga dikukuhkan sebagai salah satu nominator pemimpin paling korup di dunia oleh Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP).
Hal ini menunjukkan betapa korupnya kekuasaan yang dijalankan oleh Jokowi.
Pagi, 13 Januari 2025, Organisasi ICW juga melaporkan Jokowi ke Mabes Polri. Menindaklanjuti kasus doxing yang dialami salah seorang peneliti ICW pasca memberikan pernyataan terkait masuknya nama mantan Presiden Joko Widodo dalam nominasi OCCRP.
“Lebih lanjut, hal ini merupakan tindak lanjut dari insiden yang dialami ICW sekaligus bentuk upaya kami menjaga demokrasi dan mendorong penegakan hukum demi memastikan bahwa kritik dan gerakan antikorupsi sepatutnya bebas dari ancaman apapun,” kata Tibiko Zabar, Badan Pekerja ICW dari pernyataan pers yang diterima Konde.co.
Baca Juga: Lightstick K-Pop sampai Meme, Cara Generasi Muda Korsel Demo Makzulkan Presiden
Serangan digital yang dialami peneliti ICW dengan menyebarkan data pribadi tanpa persetujuan (doxing) terjadi pada 3 Januari 2025, sekitar pukul 10.30 WIB. Peristiwa tersebut terjadi pasca yang bersangkutan mewakili ICW memberikan pernyataan terkait masuknya nama mantan Presiden Joko Widodo sebagai finalis Tokoh Terkorup Tahun 2024 yang digagas oleh OCCRP (Organized Crime and Corruption Reporting Project). Serangan digital berupa doxing tersebut dilakukan dengan mengunggah data pribadi korban tanpa izin yang meliputi nama, NIK, nomor telepon, alamat, bahkan titik lokasi terakhir dari korban. Hal tersebut kemudian diikuti dengan banyaknya pesan masuk melalui Whatsapp pribadi bernada intimidasi dan ancaman fisik kepada peneliti ICW.
Peristiwa yang dialami ICW ini menambah daftar panjang pemberangusan kritik masyarakat kepada negara dan menjauhkan esensi negara demokrasi yang dalam beberapa tahun terakhir mengalami kemunduran. Serangan atau intimidasi juga akan berdampak pada semakin rendahnya partisipasi publik bila setiap kritik terhadap kebijakan negara maupun upaya menyuarakan pendapat berbasis riset dan kajian justru berbalas ancaman dan intimidasi hingga menyebarkan rasa takut. Maka, negara tidak boleh membiarkan ancaman terhadap setiap warganya yang bersuara.
“Pelaporan yang ditempuh oleh ICW dan TAUD sebagai bentuk perlawanan terhadap upaya pembungkaman suara kritis warga. Terlebih, kasus serupa tidak terjadi untuk yang pertama kalinya, dan kerap muncul pasca penyampaian kritik dari warga terhadap pemerintah,” kata Tibiko Zabar.
Politik Feminis dan Pengadilan Publik untuk Jokowi
Forum Cik Di Tiro kemudian menuntut pengadilan publik atas mantan Presiden Joko Widodo atas sikap abai dan membiarkan tirani mayoritas dalam politik nasional selama berkuasa (2014-2024).
“Kami mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk bergerak melawan penguasa tirani demi keberlangsungan praktik demokrasi yang sehat di Indonesia. Kami menolak penjarahan bumi pertiwi melalui bisnis tambang oleh elit-elit ekonomi politik secara ugal-ugalan, tidak berkelanjutan, koruptif, dan penuh pelanggaran hak asasi manusia; menolak pemberian izin pertambangan kepada Ormas,” kata Masduki.
Forum juga menuntut Presiden untuk mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, mencabut Peraturan Pemerintah No 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan PSN.
Juga mendorong gerakan penguatan oposisi sipil di luar parlemen. Lalu masyarakat sipil perlu terus memfasilitasi ruang pertemuan gagasan yang sudah dimunculkan oleh beberapa CSO atau individu untuk dikonsolidasikan menjadi gerakan bersama.
Baca Juga: Demokrasi Hari Ini, Mengapa Para Aktivis Laki-laki Bergabung di Pemerintahan Prabowo?: Wawancara Made Tony Supriatma
Secara khusus, dalam upaya memperkuat gerakan politik perempuan akar rumput, maka gerakan politik feminis menjadi strategi yang tepat untuk melawan sistem politik patriarkis di Indonesia. Tuntutan gerakan perempuan akar rumput dan gerakan politik feminis perlu jadi lensa melihat patriarki di segala bidang. Gerakan politik feminis terbangun dari kesadaran kritis perempuan atas ketidakadilan dan penindasan yang berujung pada pemiskinan.
“Kami juga mendorong perubahan Sistem Kebijakan melindungi Kedaulatan Perempuan. Gerakan Politik Feminis dibangun dan diarahkan memastikan tanggung jawab dan kewajiban negara dalam menghormati, memenuhi dan melindungi hak-hak perempuan maupun warga negara secara keseluruhan.”
Forum Cik Di Tiro terdiri dari Pusham UII, AJI Yogyakarta, ICM, Gerakan Save KPK – Jogja, Jala PRT, SP Kinasih, PUKAT FH UGM, dan Caksana Institute. Ada juga LKiS, Forum LSM DIY, JCW, Lingkar Keadilan Ruang, Combine/CRI, Suarkala, Warga Berdaya, hingga IDEA. Selain itu, juga ada FNKSDA, KHM DIY, LBH Pers Yogya, Rifka Annisa, Corong Api, RUAS, SIGAB Indonesia, LBH Yogyakarta, dan para individu yang gelisah atas matinya demokrasi.
(Sumber: IG Joko Widodo)