‘The Substance’, Ketika Standar Kecantikan Media Hadirkan Diri yang ‘Liyan’ dan Menghancurkan Tubuh Perempuan

‘The Substance’ adalah film horor nan satir yang memiliki perspektif lugas dalam mengkritik standar kecantikan di industri media Hollywood. Film ini mengantarkan Demi Moore mendapatkan penghargaan Golden Globe Award sebagai artis terbaik.

Sudah nonton film The Substance’, belum? Namun, kalau kalian tidak mampu melihat adegan kekerasan dan pertumpahan darah, film ini sangat tidak disarankan. Film ini memuat banyak adegan sadis yang dapat membuat kita tidak nyaman. Di sisi lain, ‘The Substance’ juga menyajikan ketidaknyamanan lainnya: ‘tamparan’ mengenai realitas di balik standar kecantikan industri media.

The Substance’ adalah film horor satir dengan perspektif lugas dalam mengkritik standar kecantikan di industri media Hollywood. Film ini bercerita tentang karier Elisabeth Sparkle (Demi Moore) sebagai instruktur senam aerobik yang meredup seiring pertambahan usia.

Media Hollywood dengan fokus pasar kebugaran tubuh menuntut sosok aktor ‘perempuan’ muda yang memiliki spesifikasi berikut: warna kulit putih, berambut panjang, bibir lebar dan berwarna merah segar, tinggi badan minimal 170 cm, serta wajah mulus dan selalu tampak bugar. Ini untuk menarik perhatian penonton serta meningkatkan engagement media. Namun, Elisabeth tak lagi mampu mengikuti kebutuhan pasar atas representatif standar kecantikan tersebut. Harvey selaku eksekutif jaringan pun kemudian menghempaskan Elisabeth.

Alur film kemudian berlanjut pada adegan kecelakaan Elisabeth yang mengharuskannya masuk rumah sakit. Usai perawatan, seorang asisten dokter muda tampak mengecek lagi kondisi tulang belakangnya. Asisten dokter itu pun mengatakan kalau Elisabeth sempurna dan memberikannya sebuah flashdisk bertuliskan ‘The Substance’ serta nomor telepon. Sebelumnya, ia memberi penawaran kepada Elisabeth untuk kembali menjadi ‘dirinya yang muda’. 

Baca juga: The Lord of The Rings: The War of the Rohirrim, Cerita Perempuan Keluar Dari Lingkaran Patriarki Kerajaan

Flashdisk tersebut berisi penjelasan tentang The Substance, yang merupakan projek ilmiah untuk meregenerasi diri menjadi lebih muda dengan mengambil DNA induk semang. Pihak penyedia The Substance memberikan peringatan yang jelas bahwa tidak ada orang lain selain “aku dan diriku”. Di ambang keputusasaan, Elisabeth memutuskan untuk menjadi dirinya yang lebih muda dengan menyerap DNA-nya sendiri sebagai  The Substance atau zat dari dirinya sendiri.

Setelah menggunakan The Substance, muncullah sosok Sue—tak lain adalah representatif ego Elisabeth untuk menjadi awet muda dan selalu cantik. Setiap tujuh hari, Elisabeth dan Sue harus hadir bergantian dan tidak boleh terlewatkan. Jika tidak, maka tubuh mereka akan kesakitan dan mengeluarkan banyak darah. Namun, Sue telah mendapatkan popularitas melalui kecantikan ideal menurut industri media Hollywood. Ia mulai tak senang jika harus bergantian dengan Elisabeth. Akhirnya Sue mengambil zat dari tubuh Elisabeth sehingga berdampak pada kerusakan tubuhnya sebagai sumber The Substance itu sendiri.

Apa yang kemudian terjadi? 

Elisabeth dan Sue saling berebut ‘diri sendiri’ dan menggunakan zat aktivasi yang hanya bisa disuntik sekali. Ini berakibat pada kehancuran DNA atau genetik dan melenyapkan tubuh keduanya. Sejak awal hingga akhir, film ini menampilkan banyak adegan kekerasan serta pertumpahan darah—secara harfiah, bak pemadam kebakaran yang mencoba mematikan api. Keduanya pun lenyap dan hancur karena obsesi terhadap standar kecantikan yang ditetapkan oleh media.

Representasi Being-for-Others dalam The Substance

Sebagai penonton, alur film ‘The Substance’ dari awal sampai akhir sangat menarik. Pasalnya, film ini menyoroti cara media sebagai bagian dari kapitalisme mengeksploitasi tubuh perempuan. Hal itu dilakukan melalui konstruksi standar kecantikan perempuan kulit putih cis-hetero. Kemudian, kisahnya digambarkan dengan satir dan gamblang di saat bersamaan oleh Coralie Fargit selaku sutradara film. 

Menurut saya sebagai penonton, hasrat Elisabeth untuk tetap menjaga kecantikan dan popularitas  dalam  industri media dengan mengorbankan dirinya sendiri adalah penggambaran being-for-others (mengada bagi yang lain) atau ‘liyan’ (Beauvoir dalam Ordinasari, 2021). Kok bisa, sih? 

Hasrat eksistensi Elisabeth sebagai sosok perempuan cantik dan populer di industri media membuatnya hidup dalam jebakan ekspektasi orang lain, bukan dirinya sendiri. Hal itu pun memunculkan permusuhan antar dirinya sendiri sebagai Elisabeth dan diri ‘liyan’nya, Sue. Permusuhan tersebut bagi saya menerangkan konstruksi terhadap perempuan; ketika ia tidak mampu memenuhi standar kecantikan, ia akan membenci diri sendiri. Dirinya pun memiliki hasrat yang kuat untuk berupaya menjadi lebih baik sesuai standar orang lain. 

Di dunia nyata, sosok Sue menurut saya adalah hasil dari banyaknya produk kecantikan yang dihadirkan. DNA yang diambil dari tulang belakang sebenarnya satir dari layanan kecantikan yang menggunakan bagian tubuh lain untuk memperindah bagian tubuh yang diinginkan.

Kita diberi ‘makan’ asumsi bahwa bentuk kecantikan, misalnya, adalah dengan memiliki hidung mancung proporsional melalui operasi plastik. Operasi dilakukan dengan mengambil bagian tulang rawan. 

Beberapa adegan menunjukkan bentuk ketidakpuasan Elisabeth terhadap penuaannya. Di sisi lain, tindakan Sue yang tidak senang dengan dirinya sebagai Elisabeth membuatnya banyak sekali mengambil zat dari tulang belakang The Substance. Ini tak lain adalah sindiran terhadap obsesi menyempurnakan bentuk tubuh. Perselisihan hasrat dan ego sosok keduanya juga merupakan penggambaran tentang betapa seringnya perempuan bertengkar dengan diri sendiri karena merasa tidak cantik atau gagal ‘mengada bagi yang lain’.

Refleksi

Saya sangat takjub terhadap penyajian Coralie Fargit terhadap isu konstruk standar kecantikan di sektor industri media. Seperti male gaze tempat agensi media Elisabeth dan Sue bekerja. Ia terus menampilkan laki-laki yang berfantasi tentang perempuan cantik melalui highlight atau pengambilan close-up beberapa bagian tubuh yang sensasional. Film ini juga menjelaskan kepada saya sebagai ‘orang biasa’, betapa dalamnya eksploitasi tubuh manusia di balik standar industri kecantikan dan media. Tidak lupa pula, menyoroti campur tangan perkembangan ilmu sains dan teknologi untuk memperkuat standar kecantikan.

Kini, berbagai teknologi dikembangkan untuk memenuhi hasrat manusia tampil sempurna. Semua itu demi mendobrak eksistensi melalui penampilan tubuh. Eksploitasi tak hanya dialami oleh manusia sebagai ‘subjek yang ingin sempurna’. Dampak eksploitasi alam di balik bahan baku teknologi kecantikan juga harus dicari tahu lebih lanjut. Seperti penggunaan DNA salmon, zat dari karang sebagai bahan baku sunscreen, alga dalam bentuk vitamin E, dan lain sebagainya. Setiap hari konstruksi kecantikan terus berubah dan mendorong semakin banyak masalah. Tidak hanya soal pemenuhan ego diri yang sempurna, tetapi juga dampaknya terhadap kerusakan alam.

The Substance memberikan kita semua pesan: tidak perlu sampai menghancurkan diri sendiri demi mengada bagi yang lain (being-for-others). Cintailah diri sendiri dengan menerima diri apa adanya. Jangan menjadi hal yang orang lain ekspektasikan terhadap diri, utamanya pada perempuan. Eksistensi manusia tervalidasi dengan wujud fisik itu sendiri tanpa terjebak dalam pemikiran ‘menjadi sempurna’. Tak sepatutnya kita membenci diri karena merasa tidak dapat memenuhi ekspektasi orang lain, terutama di industri media.  

Jadi, sudahkah kita mencintai diri sendiri?

Editor: Salsabila Putri Pertiwi

Foto: imdb.com

Nur Herliati

Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!