Aplikasi dan program pemerintah dengan akronim seksisme

‘Sisemok, Simontok’: Stop Seksisme dalam Aplikasi Program Pemerintah

Masih ingatkah kamu, pemerintah beberapa waktu lalu menggunakan akronim yang seksis dalam aplikasi programnya? Seperti penggunaan kata: SISEMOK atau Sistem Informasi Organisasi Kemasyarakatan, atau SI CANTIK yang kepanjangannya Sistem Informasi Kehadiran dan Kinerja? Ini seksis dan menimbulkan konotasi yang sangat negatif.

Coba kita cermati akronim sejumlah program pemerintah di bawah ini. Penggunaan akronim ini menimbulkan konotasi seksisme yang sangat negatif dan dapat mempengaruhi persepsi publik terhadap perempuan.

No.Akronim Instansi PemerintahKepanjanganInstansi Pemerintah
Website
1.              SIPEPEK/SIPEPEGSistem Pelayanan Program Penanggulangan Kemiskinan dan Jaminan KesehatanKab. Cirebon
2.              SIMONTOK: diganti jadi SMS KeppoSistem Monitoring dan Kebutuhan Pangan PokokKota Surakarta
3.              SISEMOK, diganti jadi SIEMAS Sistem Informasi Organisasi KemasyarakatanKab. Pemalang
4.              SI CANTIK Sistem Informasi Kehadiran dan KinerjaKab. Bogor
5.              SICANTIK Cloud Website Cerdas Layanan Perizinan Terpadu untuk Publim berupa Sistem CloudKOMINFO dan KEMENDAGRI
6.              SIMANIS DESASistem Administrasi Pemerintah DesaProv. Jawa Timur
7.              i-Pubers PetaniWebsite Menebus PupukKab. Demak
8.              JESIKA IMUT PISANJendela Informasi Karantina Ikan Penuh Informasi Penuh Kesan Badan Karantina Ikan Kota Bandung
9.              Sedot A Mas, diganti dengan menghapus akronimnyaAplikasi Pendafataran Online Ketersediaan Tempat Tidur dan Aduan MasyarakatRSUD Dr. R. Soetjino Kab. Blora
10.           SITHOLESistem Informasi Konsultasi Hukum OnlineKota Semarang
11.           SIGANTENG Sistem Informasi Pelanggan Tirta BantengKota Tangerang
12.           SIGANTENG Sistem Informasi Ketenagalistrikan Jawa TengahProv. Jawa Tengah
13.           SIPEDOSistem Pelatihan Berbasis Database OnlineKab. Sumedang
Program
1.              SISKA KU INTIPSistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi Berbasis Kemitraan Usaha Ternak Inti PlasmaProv. Kalimantan Selatan
2.              JEBOL YA MASProgram Inovasi Puskesmas Anggut AtasKota Bengkulu
3.              Mas Dedi Memang Jantan Program Masyarakat Berdedikasi Memperhatikan Angkatan Kerja RentanPemKot Tegal dan BPJS Ketanagakerjaan
Tabel: daftar situs dan program pemerintah dengan akronim berkonotasi seksisme
Baca Juga: Humor Seksis Calon Kepala Daerah di Pilkada Adalah Bentuk Pelecehan Verbal

Simontok adalah nama program pemerintah Kota Surakarta yang merupakan singkatan dari Sistem Monitoring Stok dan Kebutuhan Pangan Pokok. Sisemok, singkatan dari Sistem Informasi Organisasi Kemasyarakatan, yang dibuat oleh Pemkab Pemalang atau Sipepek, singkatan dari Sistem Pelayanan Program Penanggulangan Kemiskinan dan Jaminan Kesehatan, yang dibuat oleh Pemkab Cirebon.

Selain website diatas, terdapat beberapa aplikasi yang tidak bisa lagi dibuka seperti SIMUDA PAPI dan SINTA SEKSI. 

Penggunaan kalimat ini dalam perspektif feminis, telah merusak citra institusi dan keengganan masyarakat dalam mengakses kebijakan tersebut karena perasaan tidak nyaman atau terhina dengan pengistilahan ini, hal ini secara sosial merusak kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan pemerintah dalam melayani secara setara (Nur Lailatul, 2024: 250). 

Dalam beberapa klarifikasi dan wawancara terhadap instansi pemerintahan mengenai penamaan tersebut, mereka menyatakan bahwa tidak ada unsur nyeleneh, mengklaim tidak memiliki makna negatif dan dibuat karena menarik, unik dan mudah diingat, yang menjadi pertanyaan. Namun bagaimana mungkin pengusung nama dan pembuat program tersebut tidak tahu mengenai istilah yang seksis ini? sedangkan mereka adalah orang-orang terdidik. Instansi pemerintahan tentunya diisi oleh orang-orang yang memiliki latar belakang pendidikan yang bagus, lazimnya mereka dapat mengetahui dampak dari istilah bahasa yang digunakan.

Patriarki Terselubung dalam Bahasa

Fenomena pemilihan akronim yang vulgar, tidak senonoh dan mengandung unsur seksisme secara halus mempresentasikan budaya patriarki yang memposisikan perempuan sebagai objek hiburan dan semakin memperkuat subordinasi terhadap mereka. 

Memanfaatkan konotasi seksual sebagai daya tarik, telah merendahkan posisi perempuan menjadi sekedar objek humor yang bertentangan dengan prinsip penghormatan terhadap manusia. Padahal, humor seksis sangat membuka peluang potensi ruang pelecehan bagi perempuan, memfasilitasi seksisme dan perilaku diskriminatif di antara laki-laki (Julie & Thomas, 2010: 174). 

Akronim yang digunakan instansi pemerintah yang mengandung stereotip gender ini tidak hanya mencerminkan ketidakpekaan aparat terhadap isu kesetaraan gender namun juga menjadi alat legitimasi bahwa norma-norma tersebut diterima secara sosial dan struktural sehingga dianggap wajar saja menggunakannya. Hal ini secara tidak langsung menormalisasi seksisme dalam ruang publik sehingga stereotip dan diskriminasi menjadi hal yang sulit dihapus.

Evaluasi Prosedur Penamaan

Meskipun akronim yang dibuat oleh pemerintah mempermudah pengucapan dan memori berdasarkan klarifikasi mereka, namun tetap saja konotasi negatif yang timbul jauh lebih banyak bahkan menjadi penyebab langgengnya diskriminasi publik dalam jangka waktu yang lama. 

Pemerintah perlu menyusun panduan kebijakan yang bukan hanya mengatur aspek teknis namun juga mencakup nilai etika dan sensitivitas sosial yang melarang istilah vulgar, seksis, mengandung unsur bias gender dan tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan agama masyarakat Indonesia dengan mempertimbangkan aspek sosiologi, teologi dan gender.

Rebranding akronim menjadi salah satu solusi agar kebijakan yang dibuat sejalan dan relevan dengan fungsi pelayanan dan mencerminkan nilai kebangsaan, misalnya, SIPEPEK dapat diubah menjadi SIPEDULI, SIMONTOK diubah Menjadi Si Monitor Kesehatan. Sehingga penamaan tersebut tidak menjadi kontroversial dan dapat diterima dalam berbagai aspek. Hal tersebut juga menjadikan masyarakat tidak lagi merasa aneh dan tidak nyaman dengan keputusan pemerintah sebagai perwakilan masyarakat.

Baca Juga: Selamat Datang di Negeri Konoha: Pelecehan Pada Retno Marsudi Soal Elektabilitas Menteri Diukur dari Jenis Kelamin

Di era ini, konstruksi budaya patriarki menguat telah membentuk ketidakadilan gender yang sangat beragam. Hal ini terlihat dalam dunia realitas juga dalam dunia maya. Bahkan terjadi bukan hanya dalam masyarakat awam tetapi juga akademisi yang salah satunya dalam konteks pemerintahan. Ketimpangan gender dalam pemerintahan menyebabkan adanya patriarki terselubung yang terinternalisasi dalam perilaku dan kebijakan pemerintahan. Salah satu bentuknya terlihat dalam penamaan akronim website dan program pemerintah daerah yang vulgar dan mengandung seksisme.

Bahasa memiliki peran signifikan dalam mencerminkan nilai-nilai sosial, budaya bahkan keimanan dalam suatu masyarakat. Dalam ranah gender, bahasa dapat menimbulkan efek ideologi yang tidak imbang antara relasi kuasa siapa yang menindas dan siapa yang tertindas. 

Konsep Teologis dalam Pemilihan Bahasa

Dalam perspektif Islam misalnya, bahasa yang digunakan hendaknya mencerminkan perkataan yang baik/qaulan ma’rufa. Perkataan yang benar/qaulan sadida, perkataan yang mulia/qaulan karimah yang mencerminkan kesopanan dan penghormatan terhadap martabat manusia.  

Ketidaksensitifan aparat terhadap pemilihan akronim yang seksis dan vulgar menunjukkan kurangnya perhatian mereka dalam aspek sosial, teologi dan gender, akronim yang tidak pantas. Mencerminkan kegagalan bahasa sebagai penguat harmoni sosial dan moralitas dan justru memperkuat ketimpangan relasi dengan melanggengkan objektifikasi tubuh yang utamanya merugikan pihak perempuan

Saya mengutip dari sejumlah panduan Islam tentang bahasa. Islam memberikan panduan yang jelas dalam pemilihan bahasa untuk komunikasi publik, pemilihan kata yang tepat menjadi salah satu tolak ukur martabat seseorang. 

Dalam al-Qur’an etika komunikasi mengandung hal yang penting dalam bermasyarakat. Konsep komunikasi seperti qaulan ma’rufa, qaulan sadida dan qaulan karima menjadi standar dalam komunikasi yang dianjurkan dalam Islam. Hal ini bertujuan untuk menghindari konflik yang dapat timbul akibat komunikasi yang tidak etis (Anisa, dkk, 2024: 572-573).

Baca Juga: Seksisme di Ekosistem Tech Bro: Perempuan Makin Rentan Jadi Korban Pelecehan 

Pentingnya menjaga kemuliaan manusia termaktub dalam QS al-Hujurat/49: 13. Dan melarang segala bentuk bahasa yang merendahkan yang termaktub dalam QS al-Hujurat/49: 11. Konsep ini memberikan penghormatan terhadap nilai kesetaraan dan kehormatan manusia. 

Pemilihan akronim oleh instansi pemerintahan juga mencederai aspek maqashid yakni hifz ird/menjaga kehormatan. Hal ini seharusnya menjadi salah satu aspek yang harusnya diperhatikan oleh pemerintah dimana mayoritas penduduk Indonesia memeluk agama Islam. Namun, bahkan dalam ranah sosial dan kepekaan isu gender saja sudah cukup membuat pemerintah harusnya memberikan perhatian yang lebih dalam menetapkan kebijakan. Apalagi penamaan situs website maupun program yang sudah pasti menjadi hal yang pertama kali terlihat sebelum melihat fungsi dari kebijakan instansi pemerintahan.

Esya Heryana

Mahasiswa Universitas Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur'an (PTIQ) Jakarta
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!