Film Korea 'Soulmate'. (Sumber foto: hancinema.net)

‘Soulmate’, Ini Tidak Cuma Tentang Love Triangle, Tapi Juga Persahabatan Perempuan

Film 'Soulmate’ (2023) tidak hanya bercerita tentang kisah cinta segitiga antara sahabat perempuan dan laki-laki. Lebih dari itu, film ini bercerita tentang persahabatan perempuan yang unik.

Kim Da-Mi, salah satu rising star yang berasal dari Korea Selatan, kembali menghiasi layar lebar dengan film terbarunya yang berjudul ‘Soulmate’ (2023). 

Film ini merupakan remake dari film Mandarin dengan judul yang sama yang diliris pada tahun 2016. Kim Da-Mi ditemani Jeon So-Nee menjadi karakter utama dari film coming of age yang berpusat kepada pertemanan kedua perempuan tersebut.

Film ini menceritakan persahabatan antara dua perempuan, Mi-So dan Ha-Eun, yang telah dijalin sejak sekolah dasar yang jatuh cinta pada 1 laki-laki yang sama. 

Mi-So (Kim Da-Mi) adalah perempuan berjiwa bebas yang meninggalkan rumahnya untuk pergi ke kota. Sementara itu, Jeon So-Nee memerankan Ha-Eun, sahabat Mi-So yang memutuskan untuk tetap tinggal di rumahnya di desa. Ha-Eun adalah perempuan yang penuh cinta.

Keduanya kemudian sama-sama jatuh cinta pada Jin-Woo (Byun Woo-Seok).

Ahn Mi-so (Kim Da-mi) sering kali harus pindah rumah karena pekerjaan ibunya. Suatu waktu, Mi-So dan ibunya harus pindah ke Jeju. Kejadian ini pun mempertemukan Mi-So dengan Go Ha-Eun (Jeon So-Nee). Keduanya menjadi teman sebangku dan selalu bermain bersama.

Seiring keduanya beranjak dewasa, Ha-Eun pun menemukan dambaan hatinya, Jin-Woo (Byeon Woo-Seok). Malah yang terjadi, semakin erat hubungan Ha-Eun dan Jin-Woo, semakin rengganglah hubungan Ha-Eun dan Mi-So.

Nah, sebelum kamu menonton film ‘Soulmate’ (2023), mari simak review film ini terlebih dahulu, yuk!

Baca Juga: Pengalaman Saya: Bersahabat Dengan Perempuan Terasa Lebih Menyenangkan
Soulmate‘: Tidak Hanya Romantic, Tapi Juga Platonic

Dari judul dan posternya, banyak penonton yang mengira fokus film ini adalah hubungan romansa Mi-So dan Ha-Eun atau Ha-Eun dan Jin-Woo. Namun, film ini malah membuktikan bahwa soulmate atau belahan jiwa tidak hanya terbatas kepada pasangan yang menjalin hubungan asmara saja. Tetapi juga hubungan persahabatan atau yang biasa disebut platonic soulmate.

Film ini memperlihatkan bahwa hubungan persahabatan yang dijalin Mi-So dan Ha-Eun lebih dalam dan dekat daripada hubungan romansa Ha-Eun dan Jin-Woo. Hubungan Mi-So dan Ha-Eun mengingatkan kita bahwa hubungan persahabatan tidak kalah penting dibanding hubungan romansa.

Alur maju-mundur serta sudut pandang yang digunakan untuk menceritakan hubungan Mi-So dan Ha-Eun, mengajak penonton untuk menebak-nebak hubungan keduanya yang sebenarnya. Penonton dibuat kebingungan untuk mendapatkan efek terkejut saat mengetahui akhir dari kisah persahabatan yang one-of-a-kind ini.

Visual yang Kontras

Dengan menggunakan latar Pulau Jeju pada tahun ’90-an, secara visual film ini sangat memanjakan mata penonton. Color grading yang lembut membuat kesan musim panas dan youthful menjadi sangat terasa. Furnitur di beberapa scene dan baju yang dipakai para karakternya juga menggambarkan nostalgia tahun ’90-an dengan baik.

Saat Mi-So pindah ke Seoul, warna-warni yang tadinya menghiasi film ini mulai menghilang untuk mengekspresikan hidup Mi-So yang berat dan banyak rintangan. Layar malah diisi dengan kesepian, kekosongan, dan kepahitan hidup Mi-So, kebalikan dari masa-masa SD sampai SMA-nya yang dihabiskan bersama Ha-Eun. Konflik-konflik mulai muncul dan hubungan Mi-So dan Ha-Eun makin merenggang, menghilangkan unsur youthful di dalam film ini.

Baca Juga: Persahabatan dan Kehilangan: Sederet Film Natal yang Menyentuh
Love Triangle yang Tidak Perlu

Subplot cinta segitiga di dalam film ini seperti mengingatkan kembali bahwa filmmaker laki-laki masih stuck di konflik ‘persahabatan perempuan yang hancur karena memperebutkan laki-laki’. Persahabatan Mi-So dan Ha-Eun adalah persahabatan yang sangat indah dan bermakna dari sudut pandang penonton perempuan. Subplot cinta segitiga ini dapat terlihat sebagai ‘malas’ karena menggunakan konflik yang sudah dipakai berkali-kali di film-film sebelumnya.

Bukan tidak boleh mendaur ulang subplot cinta segitiga, tetapi penggunaan dan pengaplikasiannya di film ini malah mengecewakan. Potret persahabatan perempuan di film ini mungkin akan diceritakan dan dimaknai oleh penonton perempuan bila filmmaker atau direktor perempuan terlibat di dalam produksinya.

Mari bersama menonton film di bioskop dan menghentikan pembajakan film demi mendukung industri film itu sendiri!

(Sumber foto: hancinema.net)

Mutiara Humaira

Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!