Memahami Keragaman Gender Itu Bukan Perkara Mudah, Kamu Bisa Lihat di Film ‘The Little Prince(ss)’

Memahami identitas gender bukan sesuatu yang mudah, apalagi jika ini terjadi pada anak-anak. Di film “The Little Prince(ss)” kamu diajak memahami dengan cara sederhana.

Disney Launchpad telah membuat film pendek berjudul “The Little Prince(ss)” yang mampu memberikan wawasan dan membuka pandangan penonton akan feminisme. 

Launchpad Series dari Walt Disney karya Moxie Peng ini bisa ditonton secara streaming di platform Disney+ Hotstar.

Film tersebut berlatar belakang keluarga chinese yang tinggal di Amerika dengan dua orang anak laki-laki yang bernama Rob Chen (Chin Yin Ryan) dan Gabriel Wang (Kalo Moss). Film ini pertama kali tayang pada tahun 2021.

Pada awal film diperlihatkan bahwa Rob dan Gabriel memiliki hobi yang bertolak belakang. Rob menyukai dan mengikuti kelas tambahan basket, sedangkan Gabriel menyukai dan bergabung dalam kelas tambahan balet. Mereka saling berkenalan di dalam bus sekolah yang akan mengantarkan mereka pulang. 

Selama berkenalan tersebut, Robert melihat sepatu balet di tas Gabriel dan mempertanyakan ini karena Robert mengira balet hanya untuk perempuan. Gabriel langsung menjelaskan balet tidak hanya untuk perempuan dengan memberikan pertanyaan kepada Robert tentang pertunjukan balet di New York. 

Disutradarai oleh Moxie Peng, film ini memberikan sebuah pembelajaran bahwa adanya perbedaan jati diri dari setiap orang. Di luar itu, setiap orang bebas menentukan pilihannya. 

Selama kurang lebih 18 menit, penonton akan dibawa untuk berpikir tentang keadilan dan kesetaraan gender terhadap anak laki-laki. 

Gabriel memiliki perspektif yang sangat logis untuk diterima mengapa ia menyukai warna pink dan hal feminim lainnya. 

Baca Juga: Laki-laki Suka Biru dan Perempuan Suka Pink? 4 Stereotype Gender Di Sekitar Kita

Setiap aktor yang berakting pada film tersebut ini juga sangat apik memerankan tokoh masing-masing, sehingga feels dari film bisa dirasakan oleh penonton. Tanpa disadari juga, pengambilan latar belakang keluarga chinese juga bisa terhubung akan adanya kultur patriarki di Asia. 

Asia sangat menekankan budaya tersebut sehingga konstruksi sosial tentang perempuan dan laki-laki sangat kental sedangkan negara yang ditinggali, Amerika merupakan negara liberal sehingga semua bebas untuk berpendapat dan bebas menentukan dirinya ingin menjadi seperti apa. 

Dari film pendek tersebut dapat disimpulkan bahwa setiap manusia memiliki perbedaan sehingga perlu untuk saling menghargai. Perbedaan itu tidak perlu untuk dikomentari karena semua orang bebas untuk mengeksplorasi diri masing-masing, sehingga laki-laki dan perempuan itu semuanya sama tidak ada yang buruk dari perilaku tersebut. 

Kita semua sudah saatnya mulai membuka mata pada banyaknya perbedaan. Setiap orang pastinya memiliki perbedaan sebagai identitas mereka. 

Tetapi perbedaan laki-laki dengan perempuan sangat dikonstruksi dengan pandangan masyarakat secara turun temurun sehingga membuat mereka sulit untuk menemukan jati diri. Hal ini sering dikenal dengan sebutan konstruksi sosial. 

Konstruksi sosial yang paling melekat pada perempuan ketika perempuan diwajibkan untuk bersifat anggun, memiliki hobi menari dan memasak. Sedangkan laki-laki harus gagah, berhobi fisik seperti bermain bola, lari, dan harus kuat di semua keadaan. Selain itu, laki-laki tidak boleh menangis.

Baca Juga: Jadi Laki-Laki itu Berat: Gak Boleh Nangis, Mellow dan Ngeluh

Dari konstruksi sosial tersebut membuat kita semua sulit untuk mengekspresikan tentang diri mereka. Mereka menjadi sulit untuk menunjukkan rasa suka mereka 

Di Lingkup masyarakat luas, laki-laki juga selalu yang paling disorot. Mereka selalu menganggap bahwasanya laki-laki itu tidak boleh seperti perempuan, mulai dari hobi dan pekerjaan. 

Selama ini banyak kampanye yang memperjuangkan perempuan, tetapi tidak banyak yang memperjuangkan laki-laki. Apakah laki-laki juga tidak boleh menyukai atau melakukan hal yang sama seperti perempuan? Selain itu juga masyarakat selalu menganggap perempuan yang berperilaku seperti laki-laki atau biasa disebut tomboy itu dianggap keren, akan tetapi untuk hal sebaliknya laki-laki malah terkena hujatan dan cibiran dengan sebutan banci.

Baca Juga: Perempuan Tomboy Dianggap Lebih Keren Daripada Laki-laki Feminin? Stop Stigma

Dengan begitu sangat diperlukan open-minded bahwa laki-laki juga boleh memiliki hobi seperti halnya perempuan. 

Feminisme menyuarakan soal kesetaraan gender sehingga arti dari kesetaraan gender tidak melulu perempuan bisa seperti laki-laki atau sebaliknya, akan tetapi laki-laki juga bisa seperti perempuan dan sama-sama memiliki hak asasi manusia dan memiliki kedudukan yang sama. 

Dengan begitu pekerjaan laki-laki yang sering diidentikkan dengan perempuan seperti penata rias, penata busana, juru masak dan lain-lain jangan pernah dianggap sebagai sebelah mata dan jangan selalu menyimpulkan banci karena mereka sama-sama memiliki hak untuk mengeksplorasi diri dan menemukan jati dirinya karena hobinya.

(Sumber Gambar: Instagram Disney Studio)

Fannia Yulia Rahmah

Sedang berkuliah di Universitas Bina Nusantara jurusan Ilmu Komunikasi semester 4. Saya senang menjelajah dunia dengan sosial media.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!