Liburan bagi perempuan adalah untuk mengelola kemarahan

Liburan Mestinya Bisa Me Time, Bukan dengan Kemarahan yang Meledak

Ternyata berdamai dengan rasa sedih dan masa lalu, adalah pekerjaan yang sulit. Tak ada cara lain selain mengelola kemarahan dan memperjuangkannya.

Maryam, salah satu teman kami, baru saja pulang ke kota tempat kami tinggal dulu. Yogya.

Ia harus menunggui mamanya yang sakit. Maryam tak bisa ke mana-mana.

Seminggu lalu mamanya dirawat di rumah sakit dan sekarang rawat jalan di rumah. Ini hal yang tak bisa diprediksi. Kaki mamanya sulit jalan, maka dia memutuskan untuk merawat mamanya di masa liburan. Uangnya gak cukup untuk bayar rumah sakit yang mahal, mereka hanya bisa bayar BPJS dengan antrian pemeriksaan yang panjang. Maka dia harus bolak-balik dan berkompromi dengan antrian ini karena mamanya harus kontrol untuk waktu yang belum bisa diprediksi.

Kalau saya jadi Maryam, saya pasti sudah mengeluh luar biasa lihat hal ini, sambil marah-marah tentu saja.

Yang mengharukan adalah, teman-teman di masa kecil kami datang ke rumahnya menengok mama Maryam. Jadilah reuni kecil yang tidak diprediksi itu terjadi.

Kami “menggagalkan” me time kami karena melihat ada yang sakit dan kami harus memikirkannya.

Maryam cerita, ketika ia melihat kedatangan kami ini, seperti dapat air guyuran yang menyegarkan. Padahal yang kami lakukan biasa-biasa saja, cuma datang bawa kue dan menemani Maryam dan mamanya bercerita.

Entah apa yang membuat Maryam kesambet sampai gak marah ketika dia mulai cerita tentang melihat antrian panjang BPJS di rumah sakit waktu mengantar kontrol mamanya. Apalagi ini adalah liburan panjang, antrian rumah sakit makin panjang mengular.

Baca Juga: Pengalaman Liburan: Menggunakan Aplikasi Jodoh

Setiap orang di akhir tahun seperti saat ini memang punya agenda untuk pulang kampung.

Kata Maryam, pertemuan kecil kami ini seperti kondisi ketika dia butuh minum, trus ada yang menawarinya minuman dingin. Jadi pertemuan kami itu bisa menyegarkan badannya. Maryam bilang, itu yang namanya surga, ada yang datang tepat waktu ketika kita membutuhkannya, seperti ketika kami semua menengoknya, bawain makanan dan menjadwalkan diri untuk bergantian datang, mendengarkan ceritanya.

“Surga itu gak pernah jauh-jauh, surga ini ya begini ini,” katanya ketika kami menengoknya.

Padahal mamanya dalam kondisi sakit dan antrian BPJS yang gak bersahabat, tapi dia masih bisa mengucapkan syukur, dan ngomong tentang surga. Maryam type perempuan yang melihat hidup dari sisi yang menyenangkan.

Karena saya justru berpendapat sebaliknya. Harusnya kita marah dengan kondisi ini, Maryam, bukan mengucap syukur. Karena kondisi negara yang tak juga membaik, akses kesehatan membuat frustasi.

Banyak hal yang membuat kami frustasi memang, selain melihat mama Maryam yang sakit. Tiap hari kami melihat kondisi Pemilu yang cuma jadi ajang kontestasi, Caleg-Caleg perempuan yang dijual tampangnya di sepanjang jalan Jakarta- Yogyakarta, bagaimana Caleg perempuan dituntut foto dengan dandanan yang jadi kelihatan lebih muda, ada yang tiba-tiba pakai kerudung atas nama agama, dan berkompromi atas nama kuota 30% yang dikuasai oleh partai-partai. Hal lain, ada Presiden yang menjungkir balikkan demokrasi yang membuat rakyatnya seperti orang bodoh, dan harus menerima  kondisi ini,  seolah cuma ada satu hal dalam pikiran rakyat: nanti mau nyoblos nomor 1, 2 atau 3?

Biasanya jika pulang, dan bertemu teman seperti ini, kayak mengulang hal yang sama, bercerita tentang masa depan yang buruk, mengingat masa lalu yang menyakitkan

Baca Juga: Kapan Nikah? Pertanyaan Basi Saat Liburan, Menikah Tidak Menikah Itu Pilihan Perempuan

Beberapa dari kami tentu saja bisa dengan mudah menerima masa yang pahit, namun jauh lebih banyak yang masih sulit menerimanya. 

Seperti 3 teman perempuan, termasuk saya yang meledak melihat harga rumah sakit yang mahal, kadang mesti bolak-balik ke dokter dengan diagnosa yang tidak tepat, ditambah antrian panjang BPJS.

Hartoyo, teman yang mendampingi para waria atau transpuan malah bolak-balik mengurus mereka untuk dapat BPJS. Mengurus KTP nya dulu karena para transpuan sulit dapat KTP, dan dengan sabar menghubungi pemerintah dan BPJS agar mereka cepat diurus KTP nya dan dapat akses BPJS nya.

Baca Juga: Pasca Liburan, Ini yang Harus Kamu Lakukan Agar Nggak Bilang “I Hate Monday”

Tapi Hartoyo dan Maryam adalah orang-orang yang berjuang dengan penuh kesabaran. Padahal menerima ini sebagai bagian dari hidup kita, adalah sesuatu yang tak pernah mudah. Seperti menerima masa lalu yang gak mudah. Berteman dengan kemiskinan Maryam, saya bisa melihat bahwa hidup memang susah banget dengan hal-hal yang ngambang dan tak bisa diprediksi.

Hidup seperti pengulangan, seperti mengenang masa lalu yang buruk, dan kadang kita harus melaluinya. Kadang bisa, kadang tidak, kata Maryam.

Melihat masa lalu, masa sekarang dan masa depan itu seperti melihat kenang-kenangan. Kenangan itu bisa datang dari lagu, pohon-pohon, bau, kendaraan, warna-warni bunga dan benda-benda aneh yang pernah ada di sekitar kita.

Semuanya pastinya atas nama ingatan. Sebuah tempat, sepotong adegan, jalanan becek, stasiun Tugu, pohon-pohon besar di ujung Keraton, buku bacaan, sepeda tua, bangunan yang sudah mulai renta. Semua meninggalkan jejak. Sepertinya semua tak berhenti di masa lalu. Ada isyarat yang begitu lekat.

Dan, seluruh serpih ingatan itu, bisa mendadak hadir di tempat yang sama sekali baru, atau cuma pengulangan. Takdir sebagai manusia pada akhirnya hanya perjalanan melintasi sesuatu yang rutin. Ini sebuah pengulangan dengan sedikit revisi. Penulis Italia, Italo Calvino, menggambarkan proses tragik ini dalam novel yang sangat puitis: kota-kota Imajiner.  

Ternyata berdamai dengan rasa sedih dan masa lalu adalah pekerjaan rumah yang membuat sebagian orang selalu kesulitan dan tak mudah melakukannya. Apalagi harus menerima dan memberikan ruang bahwa titik itu adalah titik yang sulit. Pantas, kalau ada banyak buku best seller tentang bagaimana menerima masa lalu, masa sakit, masa lelah dan memikirkan masa depan laku keras di pasaran.

Ada yang masih bergulat pada trauma dimana ia pernah mengalami KDRT dan ditinggalkan suaminya begitu saja. Buatnya, menerima masa lalu ini adalah hal sulit yang akan ditanggung seumur hidupnya.

Baca Juga: Mau Liburan? Isi Hari Liburmu Dengan 8 Film Feminis dan Serial Seru

Walaupun bagi kita betapa sulitnya melupakan kekerasan yang pernah kita alami, melepaskan sesuatu yang berat dan harus jadi bagian dari hidup kita. Lalu kita harus memberesi ini semua dan berada dalam ruang hidup kita yang sudah penuh sesak.

Dialita, salah satu kelompok paduan suara yang menyuarakan suara-suara korban 65 memilih untuk mengekspresikan diri dengan menyanyi tentang sulitnya berada dalam stigma masa lalu. Dialita terdiri dari perempuan tahanan politik dari Bukit Duri dan Plantungan, dan merupakan generasi kedua keluarga Tapol.

Mereka mengumpulkan dan mengaransemen ulang lagu-lagu yang diciptakan secara sembunyi-sembunyi di penjara. Walau harkat kemanusiaan terinjak-injak, lagu-lagu Dialita melantunkan ketegaran di balik kelembutan serta keteguhan untuk tidak melepaskan harapan akan masa depan.

Jadi apa yang harus kita lakukan dalam kondisi ini? Menemani saja tak cukup, karena kita harus punya sesuatu yang diperjuangkan, hal-hal yang melelahkan itu harus kita tuntaskan.

Kemarahan itu harus kita hidupkan, kekritisan harus kita bangun, biar kita tidak cuma bisa melihat masa lalu yang pahit dan menyesal, kenapa dulu kita cuma diam dan tak mau berjuang!

Luviana

Setelah menjadi jurnalis di media mainstream selama 20 tahun, kini menjadi chief editor www.Konde.co dan menjadi dosen pengajar paruh waktu di Jakarta. Pedagoginya dalam penulisan isu media, perempuan dan minoritas
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!