Baru-baru ini media sosial diramaikan dengan kasus bully atau perundungan yang dilakukan oleh anak sekolahan. Kasus itu ramai di media sosial, terjadi di sekolah dan juga pesantren. Terlebih ketika pelakunya adalah anak dari selebriti di Indonesia.
Para korban perundungan kemudian dicela, dihina, ditampar, ditendang, hingga dipukul oleh pelaku. Jika kamu seorang korban atau saksi dari perundungan, apa yang akan kamu lakukan?
Bully yang dilakukan oleh anak-anak sekolahan ini beragam. Mulai dari perundungan secara verbal hingga non verbal, dari mencela lewat kata-kata, hingga bermain tangan.
Sebenarnya, bully sudah banyak dilakukan sedari dahulu, tetapi mengapa di zaman sekarang budaya perundungan masih terpelihara?
Baca Juga: Webtoon ‘The Real Lesson’ dan Bagaimana Mengatasi Bullying di Sekolah
Budaya bully di Indonesia masih terpelihara dengan berkelanjutan. Ini bukanlah prestasi, melainkan sebuah ironi yang harus diseriusi. Merujuk dari Majalah Tempo, 3 dari 5 negara yang memiliki prevalensi dengan perundungan tertinggi di dunia, berasal dari Asia Tenggara. Yakni Filipina, Brunei Darussalam, dan Indonesia. Menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia, pada 2023 sebanyak 141 anak yang merupakan korban perundungan kekerasan fisik dan psikis.
Praktik perundungan seringnya terjadi di usia anak-anak hingga remaja. Menurut Catatan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), sebanyak 30 kasus perundungan terjadi di sekolah dengan pelaku perundungan yang dilakukan oleh teman sebayanya. Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), bully yang sering diterima oleh korban berupa perusakan barang milik korban, ejekan, pengucilan, pemukulan, ancaman, dan penyebaran gosip, hal ini sering terjadi di lingkungan sekolah.
Namun, apa hal yang menjadi alasan pelaku untuk melakukan perundungan?
Menurut United Nations Children’s Funds (UNICEF), alasan adanya perundungan dilakukan berdasarkan tiga karakteristik. Pertama, membully korban karena memang sengaja dengan kesadaran penuh bertujuan untuk menyakiti korban, baik dengan kata-kata yang menyakitkan hingga kekerasan fisik.
Kedua, melakukan bully secara berulang untuk memenuhi kepuasan ego dan emosionalnya. Pada umumnya, perundungan yang dialami oleh anak laki-laki berupa kekerasan fisik. Sedangkan pada korban perundungan perempuan, bully berupa perundungan verbal atau melalui perkataan.
Ketiga, melakukan bully kepada korban merupakan sesuatu hal yang disengaja dan berkaitan dengan pola pikir dari pelaku. Para pelaku melakukan bully karena merasa status sosial atau posisi kekuasaan mereka di sekolah adalah yang paling tinggi, sehingga mereka bebas melakukan kekerasan apapun dan kepada siapapun yang menurutnya lemah dan terpinggirkan. Anak-anak pelaku perundungan juga rata-rata adalah anak yang populer di sekolah, atau lebih kuat yang seringkali melakukan penyalahgunaan kekuasaan.
Para korban perundungan juga rata-rata berkarakteristik yang terpinggirkan, tidak berdaya, dan anak disabilitas. Mereka adalah sasaran empuk bagi pelaku bullying untuk memuaskan rasa ego dan emosi mereka.
Perundungan juga seringnya terjadi secara langsung dan perundungan secara daring (cyberbullying). Cyberbullying dilakukan dalam platform online, dapat ditemukan di media sosial yang bersifat mengancam, mencela, menyebarkan berita bohong, mengucilkan, meretas, mengirimkan gambar-gambar yang bersifat sensual. Dalam kasus cyberbullying, terdapat oknum yang terkadang tidak sengaja melakukan perundungan sebab kebebasan dalam berinternet terkadang membuat pengguna tidak sadar telah mencela orang lain.
Baca Juga: Curhat Chikita Meidy Dibully Saat Sekolah: Tidak Ada Solusi dan Meninggalkan Trauma
Menurut U-Report Indonesia, sebanyak 2.777 anak muda Indonesia yang berusia 14-24 tahun terdapat 45% dari mereka pernah mengalami cyberbullying. Pelaporan cyberbullying yang diterima dari anak laki-laki lebih besar dibandingkan yang dialami oleh anak perempuan. Jenis bully yang sering terjadi menurut data U-Report yang mengumpulkan 1.207 responden dari korban cyberbullying adalah pelecehan melalui aplikasi chat (45%), menyebarkan foto atau video pribadi korban tanpa izin (41%), dan jenis pelecehan lainnya (14%).
Bagaimana Cara Melapor Jika Saya Seorang Korban Bully?
Merujuk ke situs halaman Komisi Perlindungan Anak Indonesia, untuk memberantas rantai perundungan bukan hanya dilakukan oleh sekolah saja. Harus ada kontribusi lebih dari edukasi orang tua agar mendidik bahwa dengan adanya perundungan akan mengakibatkan domino effect.
Perundungan dapat memengaruhi kepada hal yang lebih luas, seperti menimbulkan konflik dan tumbuhnya rasa intoleransi kepada anak sehingga dapat menyebar ke ranah stabilitas dan integrasi negara apabila tidak dihentikan sedini mungkin.
Masalah perundungan adalah masalah serius karena menyerang kesehatan fisik dan psikis. Pun dengan langkah penyelesaiannya harus melalui jalur yang serius, yaitu penyelesaian tindak pidana anak di luar pengadilan. Melansir dari laman KPAI, pemberian diversi kepada pelaku adalah upaya yang baik untuk menyelesaikan kasus kekerasan. Pemberian proses rehabilitasi pun dinilai efektif, tetapi memerlukan biaya yang besar.
Baca Juga: Sejarah Perpeloncoan di Indonesia dan Dunia, Bullying Berkedok ‘Tradisi’
Sulitnya memberikan hukuman yang tepat kepada pelaku, sebab hukuman yang diberikan khawatir hanya sebagai angin lewat saja untuk mereka. Hal yang masih menjadi tantangan adalah memberikan hukuman yang edukatif namun efektif, salah satunya adalah dengan menumbuhkan rasa empati kepada sesama. Namun, hukuman harus tetap berjalan dan pelaku rasakan di lingkungan yang berbeda dengan dirinya.
UNICEF menekankan dalam artikel mereka untuk segera melapor jika sudah terindikasi dalam kasus perundungan. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah dengan meminta bantuan kepada orang dewasa, seperti orang tua, keluarga terdekat, guru, atau guru BK. Namun, jikalau merasa tidak nyaman atau tidak ada respons yang diharapkan dari mereka, segera hubungi Telepon Pelayanan Sosial Anak (TePSA), dengan nomor telepon (1500-771) atau nomor gawai/via WhatsApp (0812-3888-8002) guna segera melapor atau berkonsultasi dengan pihak yang profesional.
Jika kamu seorang korban cyberbullying, kamu harus dengan segera untuk menangkap layar (screenshot) percakapan dengan pelaku. Dalam platform-platform media sosial pun sudah menyediakan fitur Pusat Bantuan untuk melapor akun atau unggahan yang mencoreng norma-norma dalam bermedia sosial.
Baca Juga: Pengalamanku Mengajar No Diskriminasi, Tapi Aku Malah Dibully
Jika kamu sedang dalam keadaan yang sangat darurat dan berbahaya, kamu dapat menghubungi:
- Ambulans: 199
- Polisi: 110
- Pemadam Kebakaran: 113
- Badan Search and Rescue National (BASARNAS): 115
KPAI juga membuka formulir pengaduan di dalam website mereka. Korban bisa dengan leluasa mengunggah laporan perundungan yang dialami beserta dengan bukti-bukti yang ada. Pun, KPAI menyediakan layanan pengaduan perundungan melalui nomor telepon ((021) 31901556) dan WhatsApp pengaduan (0811-1772-273) dan formulir untuk menghubungi KPAI.
Hal yang paling penting adalah jika sudah merasa tersudut dan adanya tanda-tanda perundungan, hal tersebut harus cepat disadari dan segera mengatakan bahwa kamu tidak nyaman diperlakukan dengan demikian. Akan tetapi, jika situasi semakin membuatmu tersudut dan sangat dirugikan, jangan berpikir dua kali untuk segera melapor kepada pihak yang berwajib.