Merawat Kenangan Bersama Penulis Feminis Nh. Dini

Nh. Dini adalah sastrawati feminis yang tak pernah mengaku feminis, padahal ia adalah seorang feminis.

Puluhan surat dan foto tergantung di tengah ruangan, di antaranya tertulis kearsipan dokumen dilakukan oleh Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin. 

Ketika saya berada di tengah surat-surat berusia puluhan tahun itu, saya merasa seperti ada di antara mimpi-mimpi milik sang penulis, Nh. Dini. Bahasa yang halus khas sastra lama, membangun lamunan saya akan penulis perempuan itu semasa hidup.

Nh. Dini adalah sastrawati feminis. Dia menulis soal keadilan. Dan dia adalah salah satu tokoh pemikir feminis yang ada di Indonesia.

Di hari minggu ini, saya mendatangi sebuah acara kreatif di Indraprasta, di kota Semarang. Acara tersebut bertajuk “Dini, Kita dan Nanti” yang ternyata telah diadakan selama 4 hari terhitung dari tanggal 29 Februari lalu. 

Baca juga: Ceritaku Berkunjung ke Biennale Jogja 2023, Musik Bisa Jadi Seni Terapi Bagi Lansia

Dini, Kita dan Nanti kemudian saya ketahui sebagai rangkaian pameran dari jejak kehidupan almarhumah Nh. Dini dan karya-karya yang telah beliau lahirkan.

Tidak hanya tulisan-tulisan maupun foto-foto, kita pun dapat menemui belasan lukisan dan rajutan hasil karya beliau. Bahkan dalam hari-hari sebelumnya, rangkaian pameran membawa pengunjung kepada rumah yang dulu pernah ditinggali Nh. Dini di Sekayu.

Pameran “Dini, Kita dan Nanti”.

Nh. Dini, merupakan seorang sastrawan Indonesia yang terkenal akan karya-karyanya yang mengusung ide-ide feminisme dengan sangat baik. Tidak hanya itu, Nh. Dini membawakan ide-ide tersebut dengan luwes dalam berbagai tema mulai dari percintaan, kebebasan dan lika-liku kehidupan perempuan. 

Beliau sudah mulai menulis sejak usia sembilan tahun dan tulisan pertama yang dipublikasi merupakan sebuah puisi. Namun, meskipun demikian Nh. Dini lebih dikenal melalui cerita-cerita pendeknya. 

“Perempuan Warung” adalah salah satu cerita pendek yang saya sukai, merupakan bagian dari buku “Dua Dunia” yang diterbitkan pada tahun 1956. Cerita pendek tersebut menceritakan kehidupan perempuan penjaga warung bernama Kinah dan stigma pada masa itu mengenai perempuan penjaga warung. Pada saat itu digambarkan bahwa perempuan penjaga warung dipandang sebagai perempuan jalang. Kinah pun berusaha sekuat tenaga untuk menjaga martabatnya dari para laki-laki bejat dan mantan kekasihnya. 

Baca juga: Mimbar Feminis Melani Budianta: Tahun 2024, Hati-hati Pada Penggerusan Demokrasi

“Pendurhaka” juga menjadi cerita favorit karena menceritakan keteguhan perempuan muda yang dihadapkan dengan pernikahan dan keluarganya. Meskipun Nh. Dini masih menduduki bangku SMA saat menulis cerita pendek itu namun ia berhasil mendapat sorotan dari HB. Jassin, kritikus sastra Indonesia.

Selain isu-isu yang lekat dengan kehidupan perempuan, Nh. Dini juga mengangkat persoalan kemanusiaan dalam “Orang-Orang Tran” dan “Tanah Air Kedua”.

Nh. Dini banyak menerima penghargaan di kancah mancanegara seperti di Thailand, ia menerima SEA Writer Award. Dan penghargaan terakhir yang ia terima berasal dari Ubud Writers and Readers Festival dengan gelar Lifetime Achievement Award. 

Perempuan yang lahir 88 tahun lalu itu masih terus menulis hingga akhir hayatnya. Karya-karyanya sangat lekat dengan daerah-daerah yang pernah ia singgahi. Misalnya saja, saat ia tinggal di Ungaran, ia menulis “Gunung Ungaran: Lerep di Lerengnya, Banyumanik di Kakinya” dan “Namaku Hiroko” saat ia singgah di negara Jepang. 

Meskipun tidak pernah mendeklarasikan dirinya sebagai feminis, namun napas yang dibawakannya dalam cerita-cerita yang ia tulis sudah membawa kontribusi besar dalam wajah sastra Indonesia.

Salah satu karya NH. Dini yang dipajang dalam pameran “Dini, Kita dan Nanti”.

Gemma Tedjokusumo, selaku penyelenggara acara menjelaskan, acara Dini, Kita dan Nanti ini diprakarsai oleh Collabox.id. Creative hub tersebut kemudian juga berkolaborasi dengan berbagai kawan-kawan lintas disiplin seperti Semarang Sketchwalk, Bersukaria Tour, Bengkel Sastra Taman Maluku, Pindrikan Markt dan masih banyak lagi.

Sulis Bambang, sahabat dari almarhumah Nh. Dini menjelaskan bahwa acara ini diadakan sebagai perayaan hari lahir dari Nh. Dini dan sebagai momen untuk mengenalkan karya-karyanya kepada generasi muda. 

Sebagai sahabat, Sulis Bambang melihat Nh. Dini sebagai perempuan yang sangat berani mengungkapkan gagasannya dalam cerita-cerita yang dituliskan. Beliau juga menegaskan betapa beruntungnya kami generasi muda, masih memiliki jejak dari karya-karya beliau yang dikelola oleh PDS H.B. Jassin.

Baca juga: Pameran ‘Speak Up’, Anak-Anak Bersuara Melawan Isu Kekerasan Seksual

Dalam acara tersebut, memang beberapa orang yang saya temui mengaku belum mengetahui sosok Nh. Dini maupun karya-karyanya. Saya Pun juga baru-baru ini mengetahui Nh. Dini ternyata berasal dari kota yang sudah saya tinggali beberapa tahun dan bahkan tempat tinggalnya hanya berjarak beberapa ratus meter dari tempat tinggal saya. Sangat disayangkan, kita sebagai generasi muda malah tidak tahu-menahu akan sosok sastrawan yang terkenal di mancanegara itu.

Acara ini juga menyuguhkan film dokumenter yang diproduksi oleh Collabox.id, yang menceritakan kehidupan Nh. Dini mulai dari awal kehidupannya di Sekayu. Selain itu acara ini juga menghadirkan Ahmad Tohari untuk berbincang mengenai sosok sastrawan yang terkenal akan karyanya ‘Pada Sebuah Kapal’ tersebut. Ahmad Tohari memberikan insight bahwa kita sebagai generasi muda harus belajar untuk mengolah rasa dan mengolah bahasa untuk bisa menjadi penulis yang cemerlang.

Harapan besar dari acara ini, Nh. Dini dan juga nilai-nilai yang beliau percayai semasa hidup bisa dikenal lebih luas dan berkembang dalam generasi muda. Diharapkan juga keberanian Nh. Dini bisa menjadi inspirasi yang berkobar di tanah kelahirannya sendiri.

Sumber foto sampul: Femina.

Aulia Manulang

Penulis dan aktivis perempuan
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!