Memenuhi hak dan consent anak

Anak Punya Hak Atas Tubuhnya, Yuk Hormati dan Ajari Mereka!

Apakah anak memang menghendaki atau menyetujui untuk dipeluk, dicium, atau dicubit pipinya oleh Anda? Sudahkah kita biasakan izin pada anak?

Sebagai seorang guru TK, hari-hari saya tentu tidak lepas dari berkegiatan dengan anak kecil. Saya memahami betul alasan kenapa orang-orang dewasa tak segan memeluk, mencubit pipi, bahkan mencium mereka. Ya karena memang tak terduga tingkah lucu yang mereka tunjukkan.

Belum lagi dari segi wajah dan badan yang mungil menggemaskan. Tentu saya sering sekali mendapati kejadian unik, lucu, dan menggemaskan dari anak-anak. Namun, alih-alih memeluk atau memberi respons sejenisnya, saya berusaha untuk menyadarkan diri bahwa mereka punya hak dan keputusan atas tubuhnya sendiri.

Karena itu, saat saya merasa ingin memeluk mereka, saya selalu berusaha untuk meminta izin terlebih dulu.

“Ustazah izin apakah boleh peluk?” begitulah kira-kira.

Terkadang anak mengizinkan, tapi tak jarang mereka menolak melalui perkataan tidak maupun gestur menggelengkan kepala. Jika tidak diizinkan, saya tidak memaksa. Saya hormati keputusan tersebut dengan memberikan respons yang baik.

Mungkin ada beberapa dari kita berpikir, “Halah untuk apa pakai izin segala. Anak TK mana ngerti!”

Anak kecil dengan segala tingkahnya yang menggemaskan selalu mengundang reaksi orang-orang di sekitarnya.

Setiap dari kita, orang dewasa pasti punya respons beragam saat bertemu dengan mereka. Ada yang mencubit pipi karena saking gemasnya, kadang memeluknya dengan erat, hingga menciuminya.

Tindakan tersebut mungkin dianggap wajar, sebab banyak orang melakukannya hingga seakan-akan lumrah saja. Perilaku ini tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa di dalam keluarga besar. Namun juga bisa datang dari kolega orang tua, tetangga, bahkan guru.

Guru juga bisa luput memahami hak anak terhadap tubuhnya sendiri. Seolah-olah dianggap hal biasa ketika guru memeluk muridnya atau mencubit karena gemas dan sebagainya. Makin kecil usia anak sekolah, intensitas kontak fisik guru ke murid juga kian dekat.

Mungkin alasan tindakan tersebut dinilai lumrah karena dalih bentuk rasa sayang guru terhadap muridnya. Masalahnya, apakah murid yang masih kecil-kecil itu memang menghendaki atau menyetujui untuk dipeluk, dicium, atau dicubit pipinya oleh Anda, Pak/Bu guru? Apakah kita sudah membiasakan izin pada anak/murid?

Baca Juga: Kurir Sebar Foto Pelanggan Tanpa Consent Untuk Objek Pelecehan, Gimana Melaporkannya?
Penting Kenalkan Otoritas Tubuh Pada Anak

Tubuh adalah karunia Tuhan yang sudah semestinya disyukuri dan dijaga. Setiap orang memiliki otoritas terhadap tubuhnya sendiri. Sebagai orang dewasa, tentu tak sembarangan kita membiarkan orang lain menyentuh anggota tubuh kita, apalagi tanpa ada izin.

Namun, kita sebagai orang dewasa kadang alpa bahwa anak kecil juga punya hak atas tubuhnya sendiri. Mungkin kita menganggap mereka tak mengerti hak atas tubuhnya, tak biasa dengan konsep izin, dan betapa berharganya tubuh.

Dari sini hal-hal seperti memeluk hingga mencium anak kecil dianggap sebagai respons wajar yang diberikan orang dewasa kepada anak kecil. 

Bagi saya, ketika anak sudah mampu mengomunikasikan pilihannya dengan cukup baik, maka ia dapat diajarkan atau dikenalkan konsep sederhana tentang hak tubuh. Mulai dengan mengajaknya berdiskusi mengenai anggota tubuh.

Kemampuan anak mengenali nama anggota tubuh dan fungsinya perlu terus ditanamkan. Sehingga, ia akan menyebut nama anggota tubuhnya sesuai namanya. Seperti menyebut penis dan bukan malah menyebutnya dengan sebutan lain misalnya burung.

Bagi kita orang dewasa mungkin cukup kaku ketika mengajari nama asli dari tiap anggota tubuh seperti penis, vagina, dan payudara. Kesan kaku tersebut salah satunya dipicu karena masih tabunya pendidikan seksual di masyarakat kita. Padahal, anggota tubuh tersebut merupakan karunia Tuhan yang berfungsi bagi tubuh kita.

Baca Juga: Bicara Soal Consent: Niatnya Flexing Foto, Ujungnya Jadi Pelaku KBGO

Selanjutnya, ajak anak berbicara tentang rasa hormat. Ajaklah untuk bisa menghormati tubuhnya sendiri dan tubuh orang lain. Salah satunya dengan mengenalkan dan membiasakan izin, terutama terhadap segala aktivitas yang berhubungan dengan tubuh.

Anak boleh dengan tegas menolak segala bentuk tindakan dari orang lain yang mengarah pada tubuhnya ketika ia tidak menghendakinya. Seperti dipeluk orang lain, dicium, dan lain sebagainya. Begitu pula, ia tidak akan asal menyentuh atau melakukan tindakan sejenisnya kepada orang lain, terutama pada teman sebayanya.

Kalau orang dewasa di sekitar anak bisa menerapkan rasa hormat terutama pada anak, maka ia juga akan menghormati tubuhnya sendiri dan orang lain. Kata izin yang apabila kita biasakan pada anak, besar kemungkinannya juga berdampak padanya. Ia akan merasa dihargai pemikirannya dan keputusannya. Tak ayal, ia akan berlaku sama pada orang lain.

Privasi Atas Tubuh

Privasi juga jadi hal yang dapat mulai dikenalkan pada anak. Konsep privasi dapat diajarkan dengan sederhana. Setelah kita mengenalkan anggota tubuh sesuai namanya, langkah berikutnya memahamkan anak bahwa ada bagian tubuh yang penting untuk dijaga agar tetap pribadi. Misalnya penis dan vagina.

Lebih lanjut, mendawamkan atau membiasakan mereka ketika berganti pakaian maupun buang air kecil misalnya. Yakni harus dilakukan di tempat pribadi supaya orang lain tidak melihat bagian pribadi kita secara sembarangan.

Saya tahu, beberapa hal yang disebutkan di atas tentu tidak mudah pada praktiknya. Namun, kita bisa jadikan setiap kesempatan sebagai teaching moment. Ketika mereka bertanya tentang tubuh, kita bisa masuk ke sana dan mulai menanamkan nilai di dalamnya.

Menjadi orang tua bukanlah sesuatu yang mudah. Ia merupakan tugas seumur hidup. Di dunia yang makin banyak tantangan, salah satu yang bisa kita berikan pada anak adalah menanamkan nilai terbaik pada mereka. 

Baca Juga: Laki-Laki Tak Kenal Consent; Wajib Diajak Untuk Stop Kekerasan Seksual

Contohnya adalah konsep ketubuhan termasuk di dalamnya pentingnya privasi dan konsep rasa hormat. Dengan begitu anak akan tumbuh menjadi pribadi yang menghormati tubuhnya, mensyukuri tubuhnya, mampu menghargai, dan menaruh hormat pada tubuh orang lain. 

Harapannya tentu tidak akan ada lagi anak yang menjadi korban pelecehan seksual. Atau bahkan menjadi pelaku pelecehan seksual di kemudian hari.

Dini Damayanti

Seorang perempuan biasa, sekaligus EXO-L, yang sedang menikmati hidup di umur 20 tahunan
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!