Sejumlah pasangan yang kami temui menyatakan. Sebenarnya mereka memilih menikah jika keadaan finansial sudah benar-benar baik, baru kemudian langsung memiliki anak.
Kondisi ini sering kita jumpai. Pasangan memutuskan memilih apa yang terbaik bagi hidup mereka.
Jika dilihat, mengapa pasangan muda ini termasuk kami, memilih untuk merdeka secara finansial terlebih dahulu? Karena memang untuk melahirkan dan membesarkan anak itu tidak semudah yang diimajinasikan masyarakat tempo dulu. Kita membutuhkan biaya untuk menunjang perkembangan pada bayi. Seperti menyiapkan biaya persalinan, perlengkapan, tumbuh kembang, persiapan sekolah dan biaya tidak terduga lainya.
Selanjutnya, ada alasan lain, sebagian dari mereka masih ingin berpacaran dengan suaminya atau mengejar mimpi bersama. Keberadaan anak terkadang menjadi argumentasi bahwa hal itu akan menyulitkan mereka dalam mengatur waktu, karena kurangnya keseimbangan antara waktu dan tenaga yang dimiliki.
Baca Juga: Kami Para Perempuan, Digosipkan dan Dijodohkan Biar Cepat Menikah
Banyak pasangan muda masih ingin memberi penghargaan atas diri sendiri karena sudah melangkah jauh dalam berkarir. Menurutnya, menikah bukan berarti membatasi mereka untuk mengejar mimpi dan berhenti untuk bersenang-senang. Maka dari itu pilihan yang masuk akal adalah menunda untuk memiliki anak.
Kemudian diantara mereka ada juga yang mengurungkan niat untuk segera memiliki anak karena sedang mempersiapkan mental dan mengolah emosinya dengan baik. Setidaknya memanage trust issue yang dimiliki sebelumnya. Hal tersebut menjadi penting karena tumbuh kembang anak akan dipengaruhi oleh bagaimana cara orang tua mendidiknya. Ini juga membutuhkan persiapan matang agar bisa mengurus dan butuh keluasan hati untuk mengasuh dan membesarkan bayi. Maka dari itu, semua hal harus dipertimbangkan dengan baik.
Tidak selesai disitu, lalu apakah menunda untuk mempunyai anak terlihat aneh? Aku rasa tidak, hal tersebut wajar karena mereka yang berpikir demikian pastilah sudah memikirkannya secara matang dalam jangka waktu yang panjang. Jika mempunyai anak pasti akan mengorbankan banyak hal, termasuk egoisme individu. Kemudian alasan itu menjadi penting karena mereka menginginkan yang terbaik untuk masa depannya.
Namun, konstruksi sosial seolah menormalisasi dengan anggapan bahwa jika seseorang telah menikah maka konsekuensi logisnya adalah memiliki keturunan. Bahkan stigma masyarakat yang sering mengemuka ketika seseorang tidak memiliki anak dalam jangka waktu pernikahan yang lama, seringkali dikasih stigma negatif seperti mandul. Pasangan suami istri akan rentan dengan statement tersebut. Padahal, faktanya, banyak diantara pasangan muda yang saat ini memiliki pilihan hidup yang berbeda seperti komitmen untuk menunda anak. Orang-orang tipikal seperti ini memang sejak awal memutuskan dan memiliki prinsip bahwa lebih baik ‘menunda’ untuk memiliki anak daripada memaksakan diri.
Baca Juga: Angka Nikah Terus Turun? Ngobrol Bareng Gen Z Kenapa Mereka Ogah Menikah Cepat
Hal yang harus digarisbawahi disini adalah penundaan. Sehingga, ini berbeda dengan childfree atau anti untuk memiliki anak. Sebagai bagian dari konstruksi sosial, mereka paham betul bahwa proses regenerasi sosial juga dibentuk oleh reproduksi secara biologis. Namun, terkadang norma sosial cenderung melegitimasi bahwa seolah-olah menikah hanyalah cara untuk melegalkan perkawinan. Sebagaimana yang digaungkan oleh penganut agama tertentu dan juga pandangan awam yang menjustifikasi bahwa pernikahan itu goals ending nya adalah keturunan. Asumsi demikian itu cukuplah berbahaya bagi kesehatan mental pasangan muda saat ini.
Dalam masyarakat ekonomi berkembang, masalah finansial menjadi hambatan bagi kemakmuran sosial. Di satu sisi, regenerasi manusia harus terus berlangsung. Namun ia tidak boleh mengabaikan kesejahteraan individu dan sosial. Oleh karena itulah, mereka yang memutuskan untuk memanage atau mengontrol anak sebetulnya sedang menawarkan langkah alternatif untuk menyeimbangkan bagaimana sejarah manusia dibentuk dan dijalankan.
Dalam hal ini, perempuan memiliki peran penting untuk turut andil dalam penyelesaian problem sosial, seperti pengentasan kemiskinan, kesejahteraan anak, serta rekonstruksi sistem sosial terkecil dalam masyarakat yakni keluarga.