#BukanCumaSimbol: Politics of Ideas Cagub Perempuan Pilkada Jawa Timur: Luluk Nur Hamidah, Khofifah Indar Parawansa, Tri Rismaharini

Bursa Pilkada di Jawa Timur sangat menarik untuk dicermati, karena ketiga calon gubernurnya adalah perempuan, hal yang sepertinya mustahil terjadi di Indonesia, mengingat calon perempuan di Pilkada yang selama ini jumlahnya sangat minim.

Di kalangan aktivis perempuan, bursa Pilkada Jawa Timur mendapatkan banyak atensi.

Tak cuma atensi, sejumlah aktivis menyatakan, ini adalah sejarah baru dalam percaturan politik Indonesia. Bagaimana tidak, ketiga calon gubernurnya merupakan aktivis perempuan dan pejuang kesejahteraan sosial di birokrasi yang selama ini sudah teruji kinerjanya.

“Pokoknya ketiganya dapat centang biru, mbak,” papar aktivis, Dian Irawati.

Luluk Nur Hamidah dan Khofifah Indar Parawansa, adalah aktivis perempuan dari kalangan organisasi perempuan Muslim yang kemudian aktif di partai. Sedang Tri Rismaharini dari kalangan ASN yang banyak bekerja untuk isu kesejahteraan sosial.

Ketiganya selama ini banyak bekerja untuk isu sosial, perempuan dan kalangan marginal di desa dan kota.

Dalam debat kandidat yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPUD) Jawa Timur pada 18 Oktober 2024 misalnya, ketiganya memaparkan akan mengusung isu perempuan, isu sosial dan inklusivitas, padahal 3 isu ini jarang ditampilkan jika calonnya adalah laki-laki.

Lihat saja, pada debat berdurasi 2 jam 40 menit ini, kita akan melihat bagaimana ide-ide soal perjuangan perempuan yang selama ini dianggap ‘kecil’ dipaparkan. Seperti sulitnya cari dokter dan puskesmas karena tinggal di pelosok desa, setelah lulus SMK lalu nganggur, ngurus birokrasi yang serba ribet, semuanya diperlihatkan di sini.

Dian Irawati, Co-Founder Kawula 17, organisasi politik untuk anak muda di Surabaya dalam diskusi X-Space yang digelar Konde.co, 25 September 2024 menyatakan bahwa, ini merupakan situasi yang menggembirakan karena 3 orang yang masuk dalam bursa Pilkada Jawa Timur ini semuanya perempuan.

Dian juga melihat bahwa ketiganya selama ini bekerja secara substantif, tidak hanya bicara, tapi banyak kerja. Masyarakat Jawa Timur harus bangga dengan situasi Pilkada ini.

Baca juga: Maju di Pilkada Aceh, Perempuan Diprotes di Medsos; Padahal Ini Hak Jadi Pemimpin

“Di level kepala daerah dan pemimpin, ketiganya bagus, dapat centang biru, deh. Jawa Timur harus bangga punya ketiga calon ini, tinggal bagaimana menorehkan solusi yang baik untuk Jawa Timur. Kalau deskriptif jelas, karena di Jawa Timur umumnya laki-laki, tapi ada 3 perempuan yang rekam jejaknya sangat kuat dan muncul. Bu Risma bekerja baik, Bu Luluk aktivis yang berjuang untuk PRT dan masyarakat marginal, Bu Khofifah petahana yang akan meneruskan kerjanya, ketiganya bagus,” kata Dian Irawati dalam X Space Konde.co.

Catatan sejarah tiga calon perempuan di pemilihan Gubernur Jawa Timur ini menunjukkan harapan baru dari sisi kehadiran perempuan di politik (politics of presences), walau sejumlah teori politik menyatakan bahwa kehadiran saja belum cukup tanpa gagasan yang progresif (politics of ideas). 

Namun Pilkada Jatim juga menjadi ujian penting apakah para kandidat perempuan mampu memperjuangkan kebijakan yang mengubah struktur sosial di tengah nilai-nilai patriarkis yang tinggi

Pengamat politik, Anne Phillips menegaskan dalam tulisannya, bahwa representasi sejati perempuan hanya tercapai jika kehadiran diiringi ide-ide mereka yang mampu menggerakkan perubahan. Dalam bukunya yang berjudul The Politics of Presence, Anne Phillips (1995) menjabarkan teori politik kehadiran yang menyebutkan bahwa politisi perempuan memiliki kelengkapan terbaik untuk mewakili kepentingan kaumnya.

Teori ini memprediksi bahwa ada kaitan yang sangat erat antara representasi deskriptif dan representasi substantif. Dengan kata lain, bila keterwakilan secara deskriptif (jumlah perempuan di politik praktis) meningkat, maka kepentingan perempuan pun akan semakin digaungkan.

Pendapat Phillips ini didasari oleh perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan sehari-hari. Perbedaan ini meliputi pola pengasuhan anak, pendidikan dan pekerjaan, jenis pekerjaan di dunia kerja, paparan kekerasan terhadap perempuan, dan kejahatan seksual yang dialami oleh perempuan. Namun pada akhirnya, Phillips tetap tidak bisa memastikan apakah jumlah yang lebih banyak di politik akan mengubah agenda politik untuk lebih mengarusutamakan kepentingan perempuan, ia menggunakan istilah “shot in the dark”.

Baca juga: Peluncuran Panduan Jurnalis Pilkada 2024, Pentingnya Suarakan Isu Gender dan Inklusi

Feminis radikal, Kate Millet mendefinisikan politik sebagai hubungan yang distrukturkan oleh kekuasaan dimana satu kelompok orang akan dikontrol orang lain. Jadi dalam hal ini penting untuk mengawal perjuangan 3 calon perempuan dalam memperjuangkan isu perempuan dan kelompok marginal di tengah politik yang masih banyak nilai-nilai patriarki. Jangan sampai mereka terhambat berjuang karena nilai-nilai ini.

Dalam debat perdana Pilkada Jatim pada 18 Oktober 2024 lalu, pemantauan Konde.co menyebut, debat ini berjalan menarik karena hampir semua mengusung isu perempuan dan kelompok marginal, jauh dari politik yang  mengawang-awang, yang secara ide saja tak terjangkau.

Luluk Nur Hamidah yang diusulkan oleh Partai Kebangkitan Bangsa/PKB, adalah mantan anggota DPR RI yang banyak menyuarakan suara perempuan dan kelompok marginal.

Lalu Khofifah Indar Parawansa, petahana Gubernur Jawa Timur dan Mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan yang diusung banyak partai Koalisi KIM yaitu Golkar, Demokrat, Gerindra, PAN, Nasdem, dll. Khofifah mengusulkan soal pentingnya kesejahteraan dan lumbung pangan.

Dan nomor urut tiga, Tri Rismaharini, mantan walikota Surabaya dan mantan Menteri Sosial yang mendapatkan dukungan dari PDIP dan Partai Hanura, mengusung isu kesejahteraan dan birokrasi bersih.

Luluk Nur Hamidah bersama pasangannya, Lukmanul Khakim, memaparkan visi, misi dan program kerjanya. Ia ingin Jatim lebih adil, sejahtera, makmur. Luluk menyebut Jawa Timur jumlah warganya tertinggi di Indonesia, namun penganggurannya masih banyak, jumlahnya 1 juta dan anak SMK penyumbang pengangguran, UMKM hanya 1,5 juta yang memiliki kartu.

“Lalu angka kekerasan perempuan dan anak juga banyak, juga angka bunuh diri tertinggi di Indonesia. Angka stunting dan kematian ibu anak masih tinggi, juga angka putus sekolah yang tinggi. Penting bagi kami untuk memantapkan komitmen, lapangan kerja harus gampang, pupuk gampang petani senang, pendidikan dan kesehatan mudah terjangkau, kami ingin memakmurkan Jawa Timur, semua rakyatnya bahagia.”

Baca juga: Nasib Perempuan di Pilkada: Diserang Identitas Gendernya, Dipertanyakan Apakah Bisa Memimpin

Khofifah Indar Parawansa, petahana Gubernur Jatim bersama pasangannya, Emil Elestianto Dardak, memaparkan keberhasilan yang sudah ia buat, seperti hari ini Jawa Timur sudah menjadi lumbung pangan nasional, produksi padi yang tinggi secara nasional, ikan tangkap dan daging tertinggi jumlahnya secara nasional.

“Ini artinya petani, peternak, nelayan di Jawa Timur sudah bekerja keras luar biasa, investasi di 2023 tertinggi selama 10 tahun, pertumbuhan inklusif yang tinggi karena pengangguran terbuka di Jawa Timur lebih rendah daripada pengangguran di Indonesia. Jawa Timur siap menjadi gerbang nusantara, karena ini atas dukungan mantan presiden Jokowi.”

Khofifah banyak memuji presiden lama, Jokowi dan presiden baru, Prabowo yang akan mendukung Jawa Timur.

Sedangkan Tri Rismaharini bersama pasangannya, Zahrul Azhar Asumta, ingin memajukan Jawa Timur sebagai provinsi yang makmur, berkepribadian dan berkeadaban, birokrasi yang punya integritas dan non diskriminasi pada masyarakat, makmur dan memiliki kepribadian yang kuat dan menjunjung tinggi etika dan moralitas. Ia juga akan melakukan reformasi birokrasi untuk pelayanan masyarakat.

“Reformasi birokrasi yang bersih, anti korupsi, cepat dan solutif. Ekonomi kerakyatan yang inklusif melalui anggaran pro rakyat dan kebijakan partisipatif, sumber daya manusia yang berkualitas, … kesejahteraan sosial yang merata, ekonomi kerakyatan jauh dari kemiskinan dengan infrastruktur yang memadai.”

Peneliti Cakra Wikara Indonesia (CWI), Yolanda Panjaitan yang dihubungi Konde.co menyebut, khusus Pilkada Jatim, ini menunjukkan bahwa dukungan untuk perempuan politisi yang menduduki posisi kepala daerah meningkat, dan yang terpenting ketiga calon Gubernur Jatim ini memiliki rekam jejak teruji.

Dalam debat Pilkada jelas menunjukkan bagaimana ketiganya menguasai dan sangat paham dengan bidang yang selama ini sudah ditekuni.

Baca juga: Pilkada: Hati-Hati Memilih Pemimpin, Ada Efek Halo dan Horns

“Khofifah datang dari organisasi akar rumput dari organisasi di Muslimat dan NU, dan bisa menunjukkan keluwesan dalam berinteraksi dengan Parpol sehingga bisa melewati posisinya. Riset CWI menunjukkan banyak perempuan kelelahan karena tidak didukung Parpol, Khofifah teruji dalam kerja-kerja bersama Parpol. Sedangkan Tri Rismaharini baik dalam layanan publik dan fokus untuk melayani masyarakat dan kesejahteraan yang merata dan ketahanan ekonomi masyarakat. Luluk Nur Hamidah memperjuangkan perempuan dan kekerasan dan anak. Dan ketika menjadi anggota DPR RI, Luluk kerja nyata dan sangat terbuka pada publik. Memperjuangkan puskesmas dan dokter di daerah terpencil.”

“Ketiganya pro rakyat dalam visi misi dan program kerjanya. Kebijakan pro rakyat dan anggaran yang partisipatoris, ini penting sekali. Jadi siapapun yang menang, ini adalah kemenangan perempuan dan kelompok marginal. Karena terlihat benar kerja-kerja ketiganya selama ini,”kata Yolanda Panjaitan pada Konde.co, 22 Oktober 2024.

Kondisi ini jelas beda di Pilkada di Indonesia yang biasanya ironi buat perempuan. Data dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) terkait rekapitulasi hasil Pilkada tahun 2015 – 2018 menunjukkan, hanya ada 92 perempuan dari 1.084 kepala dan wakil kepala daerah yang terpilih. Data ini menunjukkan, bahwa perempuan yang terpilih persentasenya hanya 8,49 persen atau sangat minimnya perwakilan perempuan di setiap daerah.

Dari data para calon gubernur dan wakil gubernur yang telah mendaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU) di tahun 2024 ini jumlahnya 179. Sedangkan calon gubernur dan calon wakil gubernur perempuan jumlahnya hanya 19.

Temuan riset Cakra Wikara Indonesia (CWI) menunjukkan hambatan terbesar bagi perempuan baik dalam pencalonan maupun keterpilihan justru datang dari partai politik. Bahkan perempuan kader partai juga sering mendapat penolakan dari pengurus partai di tingkat lokal. Ini lantaran pengurus partai di tingkat atas sudah punya kandidat untuk diusung. Namun di Pilkada gubernur Jawa Timur, ketiganya bisa melewati hambatan ini.

Baca juga: Pertanyaan Seksis Untuk Pemimpin Perempuan: Kamu Punya Waktu Mengurus Keluargamu?

Dian Irawati melihat bahwa ketiganya juga bisa melihat khas dari perspektif orang Jawa Timur.

“Ketiganya bekerja untuk isu di Jawa Timur dan mengemasnya dalam visi dan misinya secara baik. Dibanding provinsi lain yang visi misinya asal-asalan. Mereka menaruh effort yang besar untuk menuangkan dalam visi-misi. Kelihatan bermakna, yaitu bisa melihat masalah di Jawa Timur.”

Dalam debat, ketiganya misalnya menyatakan bekerja untuk perempuan dan kelompok rentan dan mengembangkan ekonomi.

“Ada sekitar 17% perempuan kepala rumah tangga miskin yang diperjuangkan bu Risma. Kalau bu Luluk untuk kebijakan perempuan dan lingkungan, Bu Khofifah untuk keberlanjutan. Keberpihakan mereka kental terhadap perempuan dan kemiskinan, ini kelihatan banget memang ada dan bekerja untuk Jatim. Gagasan yang mereka paparkan juga ada keberlanjutannya dan bisa berkembang terus, jadi substansinya untuk isu perempuan memang banyak.”

Dalam debat, ketiganya saling menguji dengan data bagaimana memperjuangkan kesejahteraan sosial dan perempuan, apakah sudah representatif atau hanya presentasi. Khofifah sebagai petahana banyak mendapatkan pertanyaan soal penanganan terhadap penyakit jantung, stroke, kanker yang jumlahnya yang tinggi. Khofifah dan Emil Dardak mengatakan sudah meluncurkan laman digital e-DESI di Dinas Kesehatan Jatim, agar masyarakat bisa melakukan deteksi dini. Selain itu dia juga sudah menyiapkan stroke center di RSUD dr Soetomo dan rumah sakit tipe A milik Pemprov Jatim lain.

Yolanda Panjaitan setuju jika ini yang dinamakan politik kepedulian perempuan pada isu di sekitar mereka yang harus diubah.

Baca juga: ‘Tilik the Series’, Perempuan Tak Lagi Diceritakan Sebagai Tukang Ghibah, Tapi Sebagai Pemimpin

Jika diringkas secara sederhana, politik feminis adalah politik yang didasarkan dari kepedulian. Dengan mengutip gerakan politik yang menyuarakan etika kepedulian, misalnya kampanye hak memilih perempuan, kalangan feminis percaya bahwa etika kepedulian sama dengan politik feminis progresif.

Feminis liberal misalnya mendasarkan politik sebagai alat untuk memperjuangkan anti diskriminasi, sedangkan feminis sosialis mengkritik organisasi politik yang sentralistis. Perempuan yang mau maju dalam Pilkada dan Pemilu misalnya, selama ini banyak terjebak dalam politik birokrasi partai politik yang panjang dan diskriminatif.

Adrienne Rich mendeskripsikan politik feminis sebagai politik yang mempertanyakan permasalahan perempuan. Sedangkan Sheila Rowbotham menyatakan, bentuk politik akan menjadi sangat problematik jika setiap orang tidak memiliki penghormatan terhadap pengalaman orang lain.

Yolanda Panjaitan setuju jika Pilkada di Jawa Timur ini adalah saat kita mendengarkan politik dari perspektif perempuan, perjuangan mereka yang selama ini dirasakan.

“Kita akan melihat dan mengawal ide-ide politik dan perjuangan perempuan di Pilkada Jawa Timur,” kata Yolanda Panjaitan.

Artikel ini adalah bagian dari serial #BukanCumaSimbol yang mendorong representasi perempuan yang substantif dalam politik.

Luviana

Setelah menjadi jurnalis di media mainstream selama 20 tahun, kini menjadi chief editor www.Konde.co dan menjadi dosen pengajar paruh waktu di Jakarta. Pedagoginya dalam penulisan isu media, perempuan dan minoritas
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!