Sejak Senin (6/1/2025) lalu, pemerintah Indonesia di bawah presiden dan wakil presiden RI Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka resmi meluncurkan program Makan Bergizi Gratis (MBG) serentak di 26 provinsi. Program ini menyasar sekolah-sekolah di berbagai daerah di Indonesia.
Badan Gizi Nasional merilis 190 titik Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang akan menjadi dapur umum. SPPG tersebut tersebar di 26 provinsi di Indonesia. Jawa Barat menjadi provinsi dengan jumlah titik lokasi SPPG.
Berbagai testimoni pun bermunculan dari para siswa sekolah selama empat hari terakhir. Fifi (17) adalah siswi salah satu SMA Negeri di Semarang, Jawa Tengah, yang menerima MBG di sekolahnya. Namun, selama empat hari berjalannya program sejak Senin, Fifi baru mendapatkan jatah makan siang pada Selasa (7/1/2025).
“Sebenarnya (program MBG di sekolah) udah dari kemarin,” ungkap Fifi, yang saat ini berada di kelas 12, kepada Konde.co, Selasa (7/1/2025). “(Namun) karena jatah di sekolahku perhari cuma cukup untuk dua angkatan aja, jadi tiap hari ada jadwalnya. Misal hari ini kelas 11 dan 12, besok (Rabu) kelas 10 dan 12, dan seterusnya.”
Percakapan Fifi dengan Konde.co berlangsung hingga Rabu (8/1/2025). Mestinya, jika sesuai dengan penjelasan Fifi pada hari Selasa, angkatannya di kelas 12 dan kelas 10 dijadwalkan untuk mendapatkan jatah makan siang lagi pada hari tersebut. Namun rupanya, jadwal pembagian makan siang gratis berubah sehingga angkatan kelas 12 tidak menerima makanan hari itu.
“Kalau hari ini kelas 12 ga dapat karena jadwalnya ditukar, kurang tahu kenapa,” tutur Fifi saat dihubungi lagi oleh Konde.co, Rabu.
Baca Juga: #OkeGasAwasiRezimBaru: Pemberian Amnesti, Gimmick Politik Prabowo di Tengah Hukum yang Bias Gender?
Fifi juga memaparkan menu makan siang yang diterimanya. “Hari ini (Selasa, red.) menunya ada nasi, sayur, telur, tempe, dan buah,” terangnya. Lanjut Fifi, beberapa siswa menerima buah semangka, sedangkan lainnya pepaya. Namun yang jelas, susu kotak tidak diberikan dalam menu Makan Bergizi Gratis di sekolahnya.
“Overall enak-enak aja sih, cuma sayangnya sayurnya kecut,” Fifi memberikan penilaiannya. Ia tidak mengambil foto sajian makan siangnya karena dilarang oleh guru dan pihak sekolah.
“Menurutku udah cukup memuaskan sih karena aku ga terlalu mempermasalahkan menunya,” ungkap Fifi. “Yang penting cukup mengenyangkan.”
Fifi juga menyebut, ia tidak tahu soal jangka waktu pasti program Makan Bergizi Gratis akan berlangsung. Yang ia ketahui, jadwal pemberian makanan sudah ada setidaknya sampai semester ini selesai.
Terkait Makan Bergizi Gratis, Fifi merasa program ini sebaiknya difokuskan ke daerah-daerah yang paling membutuhkan peningkatan gizi terlebih dulu. Sebab, sepengamatan dirinya, menu yang disajikan di setiap daerah belum merata.
“Karena aku lihat lihat tiap daerah menunya belum cukup rata. Menurutku lebih baik kalau program ini lebih difokuskan untuk sekolah-sekolah yang lebih membutuhkan,” Fifi berkata. “Mungkin sekolah yang ada di daerah pedalaman gitu.”
Baca Juga: #OkeGasAwasiRezimBaru: Pantau ‘Asta Cita’ dalam 100 Hari Kerja Prabowo-Gibran
Sedangkan menurut Galih (14), siswa kelas 9 di sebuah SMP di Bandung, Jawa Barat, makan siang yang ia terima di sekolah terasa hambar dan kurang mengenyangkan. Ia sendiri mendapatkan menu nasi, tempe, sayur, dan ayam, serta buah semangka.
“Kurang banyak, terus sayur nggak ada rasanya,” kata Galih kepada Konde.co, Selasa (7/1/2025). “Paling suka buahnya aja.”
Sekolah Galih juga tidak kebagian diberikan susu kotak. Galih mengaku, ia menghabiskan makanan yang disajikan, tapi beberapa temannya tidak.
“Ada yang nggak habis. Kayaknya nggak suka aja,” tutur Galih. Menurutnya, mereka makan sembari diawasi oleh guru.
Pakai Dana Pribadi Prabowo, Rawan Konflik Kepentingan
Dalam berbagai pemberitaan, disebutkan bahwa program Makan Bergizi Gratis di sejumlah daerah menggunakan dana pribadi Presiden RI Prabowo Subianto. Salah satunya di Kendari, Sulawesi Tenggara, seperti dikonfirmasi oleh Kepala Komunikasi Kepresidenan RI Hasan Nasbi. Menurut Hasan, setelah uang tersebut habis terpakai, anggaran program Makan Bergizi Gratis akan menggunakan alokasi APBN sebesar 71 triliun Rupiah.
Hal ini menuai pro dan kontra. Salah satu kekhawatiran adalah munculnya konflik kepentingan dalam kegiatan yang seharusnya menjadi program pemerintah. Selain itu, penggunaan dana pribadi akan mempengaruhi akuntabilitas program tersebut.
Hal ini disoroti dan dikritik oleh Center of Economic and Law Studies (Celios). Menurut peneliti hukum Celios, Muhamad Saleh dalam keterangan resmi, penggunaan dana pribadi pejabat negara untuk membiayai program pemerintah adalah penyimpangan serius terhadap prinsip dasar pengelolaan negara. Seharusnya pengelolaan keuangan negara bersifat transparan, efisien, dan bertanggungjawab.
“Ketika seorang pejabat menggunakan dana pribadi untuk membiayai program negara, transparansi pengelolaan menjadi kabur,” kata Saleh, Selasa (7/1/2025). “Karena pengeluaran tersebut tidak dapat diaudit secara resmi.”
Baca Juga: Nasib Kesetaraan Gender di Era Prabowo Makin Pesimis, Apakah Ada Harapan?
Lebih lanjut, Saleh menyebut, penggunaan dana pribadi Prabowo dapat mengaburkan garis antara kepentingan pribadi dan publik. Selain itu, ini membuka ruang penyalahgunaan wewenang. Terutama ketika dana digunakan untuk membangun citra politik atau kepentingan lain di luar tujuan program. Mengingat program makan gratis gencar disebut-sebut Prabowo selama masa kampanyenya dalam kontestasi pemilihan presiden RI 2024-2029.
Saleh juga menekankan pentingnya menghindari penggunaan dana pribadi dalam sistem tata kelola keuangan yang mengedepankan integritas. Ini dapat melemahkan prinsip check and balances dalam pengelolaan keuangan negara, serta berpotensi melanggar sejumlah ketentuan hukum. Seperti Pasal 1 angka 1 dan Pasal 3 ayat (5) UU Keuangan Negara.
“Pembiayaan program pemerintah dengan uang pribadi mencerminkan kegagalan pemerintah dalam memastikan alokasi anggaran yang tepat waktu dan sesuai kebutuhan,” tegas Saleh. “Jika memang terdapat hambatan administratif dalam penggunaan anggaran resmi, pemerintah harus mencari solusi legal.”
Distribusi Belum Merata
Sementara itu, menurut Ketua Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Mike Verawati, KPI mempunyai beberapa catatan terkait program Makan Bergizi Gratis. Salah satunya terkait distribusi makan siang yang ternyata masih belum merata di berbagai daerah. Bahkan, di DKI Jakarta pun, tidak semua sekolah mendapatkan program ini.
“Secara informasi yang lebih valid pun, kita belum mendapatkan informasi. Apakah program makan siang gratis bergizi di sekolah-sekolah ini memang sifatnya try out atau memang sudah pelaksanaan program makan siang gratis itu sendiri?” ujar Mike kepada Konde.co, Rabu (8/1/2025). Lanjutnya, ternyata beberapa sekolah yang menjadi target awal adalah sekolah-sekolah negeri dan sekolah swasta.
“Tetapi memang ternyata (ada) beberapa catatan,” Mike melanjutkan. “Untuk Jakarta Selatan saja, beberapa sekolah negeri yang memang mungkin dalam need assessment kemarin, yang seharusnya juga diberlakukan, ternyata tidak.”
Mike mengatakan, KPI memperoleh berbagai hal sebagai argumen mengenai pelaksanaan program yang tidak dijalankan secara menyeluruh. Seperti pemilihan sekolah hingga belum adanya kesepakatan yang jelas mengenai penerapan program oleh pihak sekolah.
“Jadi yang dikatakan atau yang dijadikan alasan adalah pihak sekolah yang belum mau program makan siang gratis ini dijalankan,” Mike berujar. Ia pun menambahkan perlunya semacam mekanisme akuntabilitas dari program tersebut.
Hal-Hal yang Luput Dipertimbangkan
Mike juga menyoroti persoalan asupan dan takaran gizi yang berbeda-beda pada anak sesuai usia dan kebutuhan lainnya. Misalnya, kebutuhan pangan murid PAUD hingga SMA yang beragam. Termasuk diversifikasi kebutuhan asupan gizi yang berbeda bagi anak perempuan dan sebagainya. Menurutnya, belum ada informasi yang valid soal hal itu.
Berkaitan dengan itu, Koalisi Perempuan Indonesia pun menghimpun metode-metode pengembangan sejak program ini dijalankan. Sejauh ini, program Makan Bergizi Gratis malah menjadi semacam proyek tender. Pengadaannya diberikan kepada berbagai provider, seperti perusahaan katering besar dengan jumlah produksi banyak dan modal besar.
Padahal, tegas Mike, Makan Bergizi Gratis seharusnya tidak boleh bersifat tunggal. Program ini mesti mampu untuk sama-sama memperkuat partisipasi atau ruang-ruang ekonomi bagi masyarakat di sekitar sekolah itu. Misalnya dengan penguatan kelompok ibu-ibu PKK, orang tua murid, hingga melibatkan partisipasi sivitas akademika seperti komite sekolah dalam merancang mekanisme pengembangan program.
Selain itu, penting untuk memastikan jenis dan bahan makanan yang sebaiknya disajikan dalam menu makanan sehari-hari sesuai porsi yang dibutuhkan. Seperti takaran protein, karbohidrat, dan vitamin. Mike bilang, sebenarnya asupan gizi tidak harus mengacu pada anggapan makan standar. Misalnya bahwa makan bergizi harus terdiri dari nasi, lauk, ayam, sayur, dan lainnya seperti telur dan ikan.
Baca Juga: Wacana Soeharto Diberi Gelar Pahlawan Nasional, Aktivis: Tolak dan Adili Soeharto!
Sebetulnya masyarakat selama ini sudah cukup resilien dengan mengupayakan konsep makan sehat berbasis kedaulatan pangan. Sebab, bahan asupan pangan pokok tidak melulu harus berupa nasi. Jika memang ditujukan untuk memenuhi asupan gizi anak-anak dan masyarakat pada umumnya, Makan Bergizi Gratis seharusnya dapat memperkuat pula ketahanan pangan yang sudah dilakukan di tingkat masyarakat. Ini bisa terjadi jika program tersebut melibatkan pola-pola atau gerakan-gerakan kedaulatan pangan.
“Ini bukan hanya sekadar teknis bahwa anak diberi makan. Tetapi bagaimana cara menyelesaikan, betulkah makan siang gratis di sekolah ini betul-betul bisa menyelesaikan problem-problem yang dialamatkan soal kualitas bangsa, kualitas generasi seperti itu?” tukas Mike.
“(Atau) Jangan-jangan justru memberi ruang pada orang-orang itu saja. Atau kelompok-kelompok yang sebenarnya sudah cukup kuat.”
Mike juga menyebut pentingnya memiliki instrumen untuk mengukur tingkat keberhasilan program Makan Bergizi Gratis. “Apakah program yang sudah berjalan ini benar-benar bisa memenuhi harapan atau bisa ada perubahan? Seperti itu. Termasuk bagaimana ini berkontribusi pada aspek lainnya?”
Terakhir, Mike mengaku percaya program Makan Bergizi Gratis punya daya amplifikasi untuk hal-hal yang lebih luas. Maka ia mendorong kebutuhan mekanisme evaluasi berkala untuk program tersebut, agar perbaikan dapat terus dilakukan.
“Dan yang lebih terpenting lagi, program ini harus betul-betul berpegang pada prinsip akuntabilitas,” pungkas Mike. “Ada kejujuran bagaimana proses ini dilakukan dan terbuka pada masukan-masukan. Serta membuka ruang partisipasi masyarakat yang hendak dikuatkan juga dalam upaya program makan siang gratis ini.”
(sumber foto: BPMI Setwapres)
Artikel ini termasuk dalam serial liputan #OkeGasAwasiRezimBaru dalam rangka mengawasi pemerintahan Prabowo-Gibran pada 100 hari pertama kerjanya.