Di Nazaret, tepatnya di Kota Galilea, ada seorang perempuan yang telah bertunangan. Ia bernama Maria, tunangannya itu bernama Yusuf.
Maria, putri Heli, adalah perempuan yang berasal dari suku Yehuda di Israel. Ia pertamakali disebutkan dalam Alkitab sehubungan dengan suatu peristiwa yang luar biasa. Seorang malaikat tiba-tiba mengunjungi dia dan mengatakan,“Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah. Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus (Lukas 1:30-31).
Awalnya, Maria merasa bingung dan mulai memikirkan apa maksud salam itu. Maka, malaikat itu memberi tahu bahwa dia telah dipilih untuk tugas yang luar biasa sangat serius, yakni hamil, melahirkan, dan membesarkan seorang Putra Allah.
Kata Maria kepada malaikat itu: “Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?.” Jawab malaikat itu kepadanya: “Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah (Lukas 1:34-35).
Bayangkan bagaimana perasaan Maria, perempuan muda dan belum menikah, namun harus hamil dan melahirkan seorang anak?
Maria bisa jadi bertanya-tanya apakah ada yang akan percaya pada ceritanya. Tidakkah kehamilan seperti itu akan menyebabkan dia kehilangan cinta kasih Yusuf, tunangannya, atau mencoreng mukanya di mata masyarakat? Sebuah konstruksi yang tak mudah diterima perempuan kala itu.
Baca juga: Kapan Hari Natal Pertama Kali Dirayakan?
Malaikat itu kemudian menambahkan berita tentang Elisabet, saudara Maria yang sudah lama tidak mempunyai anak dan sudah berusia lanjut.
“Dan sesungguhnya, Elisabet, sanakmu itu, iapun sedang mengandung seorang anak laki-laki pada hari tuanya dan inilah bulan yang keenam bagi dia, yang disebut mandul itu. Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil.” (Lukas 1:36-37).
Sesudah itu Maria pergi ke rumah Elisabet dan mendapati saudaranya itu benar-benar tengah mengandung di hari tuanya. Maria yang saat itu belum bersuami tentu bingung saat menerima perintah Tuhan untuk mengandung seorang Juru selamat, perempuan yang belum bersuami tiba-tiba hamil sebelum perayaan pernikahan. Bagaimana pandangan orang-orang? Memang tidak disebutkan di Alkitab tentang orang-orang yang mempertanyakan kehamilan Maria.
Tapi konflik batin Yusuf tunangannya disebutkan di Alkitab ketika mengetahui Maria yang tiba-tiba hamil itu. Karena Yusuf suaminya, seorang yang tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama isterinya di muka umum, ia bermaksud menceraikannya dengan diam-diam (Matius 1:19).
Merupakan hal yang wajar jika pasangan ini bingung dengan apa yang terjadi kepada mereka. Menerima seorang perempuan yang tengah mengandung bayi yang bukan anak kandungnya sendiri menjadi istri tampak jelas adalah hal yang sulit bagi seorang laki-laki seperti Yusuf, sehingga sempat terbersit di pikirannya seperti itu.
Bersama-sama, Maria dan Yusuf mengikhlaskan segalanya meski tidak mengerti apa yang harus mereka hadapi nanti, pada masa itu mereka belajar untuk menguatkan satu sama lain.
Natal Bukan Hanya Kelahiran Yesus, Tapi Juga Tentang Maria yang Feminis
Proses kelahiran Yesus pun tidak mudah, Maria dan Yusuf kemudian harus melakukan perjalanan jauh ke Betlehem untuk program pendaftaran sensus penduduk pada masa Kaisar Agustus. Situasi semakin kacau ketika tidak ada tempat bagi mereka di penginapan. Maria pun bersalin dengan keadaan seadanya.
Maria sendiri bagi orang Kristen dikenal dengan gambaran perempuan yang memiliki sifat kerendahan hati dan ketaatan kepada Tuhan. Namun saat perayaan Natal tiba, nama Maria hanya sekadar disebut sebagai seorang perempuan yang melahirkan Tuhan Yesus. Jarang sekali khotbah yang menceritakan sisi Maria yang berani dan tidak ragu-ragu dan penuh iman ketaatan yakin bahwa Tuhan pasti telah menyiapkan segalanya.
Peran Maria sangat besar dalam penebusan umat manusia. Melahirkan dan membesarkan Yesus, walau dalam perjalanan Yesus saat pengajaranNya, Maria tampak seperti menarik diri dan tidak mau mengganggu Yesus, sehingga namanya dan perannya seperti apa hilang begitu saja. Namun Maria tertulis tetap setia memperhatikan Yesus hingga saat terakhirNya di kayu salib.
Bagi kami, Maria adalah perempuan feminis pertama yang pernah kami baca kisahnya, yang berani menghadapi tantangan dengan kehamilannya.
Kelahiran Yesus sungguh suatu misteri, yang sangat sulit dipahami oleh akal dan pikiran. Untuk memahami kisah ini diperlukan banyak langkah, salah satunya membaca dalam kisahnya, melakukan interpretasi secara mendalam. Paling tidak ini yang saya lakukan selama ini.
Kami tidak bisa membayangkan bagaimana perjuangan Maria waktu itu, dia harus menghadapi semuanya seorang diri.
Baca juga: Natal yang Menyatukan
Sebagai perempuan di zaman itu dengan budaya patriarki yang masih sangat kental tidaklah mudah. Bahkan di zaman sekarang saja, perempuan hamil diluar pernikahan akan mendapatkan stigma dan hukuman sosial yang sangat kuat. Padahal bisa saja, perempuan yang hamil di luar nikah di zaman sekarang adalah perempuan yang hamil karena menjadi korban kekerasan seksual. Namun Maria berani menghadapi situasi sulit ini
Philip C. Almond, Emeritus Professor in the History of Religious Thought, The University of Queensland dalam Theconversation.com menulis tentang cerita penting tentang Maria. Ia menulis, Maria adalah seorang perempuan perawan yang tidak disengaja.
Injil Matius adalah satu-satunya Injil yang memberitahu kita bahwa Maria hamil sebelum dia dan Yusuf berhubungan seksual. Dia dikatakan “mengandung anak dari Roh Kudus”. Sebagai buktinya, Matius mengutip sebuah nubuat dari Perjanjian Lama bahwa “seorang perawan akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki dan ia akan disebut Imanuel”.
Dalam doktrin Kristen awal, Maria tetap perawan selama dan setelah kelahiran Yesus. Ini mungkin hanya cocok untuk seseorang yang dianggap “bunda Tuhan” atau “pembawa Tuhan”. Santo Ambrose dari Milan (c.339-97 M) dengan antusias membela doktrin keperawanan abadi Maria:
Maria yang Terberkati adalah pintu gerbang, di mana ada tertulis bahwa Tuhan telah masuk melaluinya, oleh karena itu akan ditutup setelah lahir; karena sebagai perawan dia mengandung dan melahirkan.
Hal lain, konsekuensi dari kenaikan tubuh Maria adalah tidak adanya relik tubuh. Meskipun ada air susu ibu, air mata, rambut dan guntingan kuku, peninggalannya sebagian besar “urutan kedua” – pakaian, cincin, kerudung dan sepatu. Tapi dia lebih dari sekedar orang suci. Dalam pengabdian populer dia adalah dewi langit yang selalu berpakaian biru. Dia adalah dewi bulan dan bintang laut (stella maris).
Pandangan Teolog Feminis tentang Mariologi
Dalam tradisi Katolik, Maria dari Nazareth atau Maria ibu Yesus, mendapat tempat istimewa. Ada sejumlah gelar yang disematkan pada dirinya.
Gelar ini ada yang berkaitan dengan dogma yang dipegang Gereja Katolik tentang Maria. Seperti Bunda Allah, Maria diangkat ke surga (Maria Assumpta), Maria dikandung tanpa noda (Maria Immakulata), dan sebagai perawan abadi.
Teologi Katolik juga mengenal Mariologi, studi teologis tentang Maria. Singkatnya dalam Gereja Katolik Roma, Maria dihormati melebihi semua orang kudus lainnya.
Dalam pendekatan Mariologi klasik, keibuan Maria dipandang sebagai prinsip pemersatu dari semua peristiwa Maria. Semua misterinya berkisar pada hal ini. Perannya sebagai ibu juga bersifat perawan dan sebagai Ibu Perawan ia adalah bagian dari proses penyelamatan seluruh umat manusia.
Konsili Vatikan II dalam dokumen dogmatisnya, Lumen Gentium, menempatkan Maria sebagai perempuan yang melayani orang lain—Allah, Kristus, Gereja, penebusan. Ia ditempatkan sebagai rekan penebus (co-redemptrix), rekan perantara (co-mediatrix), prototipe Gereja. Maria dipandang sebagai pribadi yang penuh rahmat setelah Kristus dan simbol manusia baru. Dengan kata lain ia tidak memiliki makna teologisnya sendiri. Teolog Leonardo Boff menganggap ini adalah teologi yang miskin.
Para feminis berpendapat pandangan Mariologi seperti ini membuat perempuan menghadapi kesulitan. Ini dikarenakan Maria dipakai dalam spiritualitas Kristiani sebagai ikon, teladan, dan panutan bagi semua perempuan. Teladan itu adalah ibu-perawan. Ini hal yang mustahil bagi perempuan kebanyakan.
Baca juga: Natal, Perempuan dan Juru Damai
Penafsiran patriarki tentang keibuan perawan Maria juga dipandang tidak memadai—bahkan membawa bencana—dalam memahami seksualitas perempuan. Penafsiran ini mendorong pemahaman tentang tujuan seksualitas sebagai hal yang pada dasarnya bersifat prokreasi. Selain juga dianggap mengglorifikasi panggilan perempuan untuk menjadi ibu baik secara biologis maupun spiritual.
Sejumlah teolog feminis tercatat membahas tentang Maria dalam karya mereka. Diantaranya adalah Marina Warner (Alone of All Her Sex: The Myth and The Cult of Virgin Mary) dan Elizabeth A. Johnson (Truly Our Sister: A Theology of Mary in the Communion of Saints). Selain itu ada juga Rosemary Radford Ruether (Goddesses and the Divine Feminine: A Western Religious History).
Marina Warner dalam Alone of All Her Sex: The Myth and The Cult of Virgin Mary memaparkan bagaimana sosok Maria telah terbentuk dan dibentuk oleh kondisi sosial sepanjang sejarah. Ia juga memaparkan mengapa dengan segala keindahan dan kekuatannya, legenda tentang Maria telah membuat perempuan biasa menjadi inferior.
Buku yang terbit tahun 1976 tersebut merupakan survei sejarah tentang pengaruh doktrin Maria terhadap budaya, terutama dalam sastra dan seni.
Dalam buku tersebut Warner menyinggung soal Marialis Cultus, dokumen gereja yang ditulis Paus Paulus VI pada 1974. Surat apostolik ini berisi tentang cara Gereja merayakan liturgi yang memperingati Maria dan tentang devosi Maria.
Warner menyebutkan Marialis Cultus beberapa kali untuk menggambarkan bagaimana ajaran gereja menjadi sebuah mitos dengan menampilkan Maria sebagai panutan yang mustahil. Ini dipandang sebagai upaya untuk menjaga perempuan tetap berada di bawah laki-laki.
Warner melihat semua gambaran Alkitab dan Kristen tentang kesucian perempuan sebagai sesuatu yang menindas. Ini lantaran baik sebagai perawan, istri, pelacur atau ibu, Maria selalu ditentukan oleh hubungannya dengan laki-laki.
Baca juga: Maria dan Makna Natal Perempuan Feminis
Dalam Truly Our Sister, Elisabeth A. Johnson menyoroti dua pandangan teologis yang problematis. Yaitu gagasan tentang Maria sebagai sosok perempuan yang diidealkan dan gagasan tentang Maria sebagai ibu yang sepenuhnya atau setengah ilahi. Kedua gagasan tersebut mereflesikan dan mendukung struktur gerejawi dan sosial yang patriarkal yang bersumber pada dualisme gender.
Johnson memandang dualisme ini (beserta heteroseksisme, rasisme dan klasisme) berakar pada kultus keperempuanan yang diidealkan. Karena itu ia menolak dikotomi feminin maskulin tradisional dan mendukung kemitraan yang egaliter.
Mengesampingkan kedua gagasan tersebut Johnson menawarkan usulan sederhana tentang interpretasi pneumologis terhadap Maria, perempuan historis dan penuh rahmat. Pneumologis adalah studi teologi Kristen yang berfokus pada Roh Kudus.
Johnson menolak gambaran Maria sebagai ikon, teladan atau panutan. Johnson menampilkan Maria sebagai perempuan yang dipenuhi Roh, seorang perempuan yang hidup pada waktu dan tempat tertentu. Seorang perempuan yang diberkati dengan persekutuan dengan Allah, seorang perempuan yang dikenang sebagai salah satu orang suci daripada sebagai sosok yang dihormati dan berjarak.
Sesungguhnya Natal tidak hanya kisah Yesus yang lahir di Betlehem khan?, namun juga cerita tentang Maria yang berani untuk memutuskan sesuatu di tengah zaman yang tidak melazimkan hal ini.
Maria kemudian menjadi jalan untuk menyebarkan cinta kasih dan penyelamatan. Menyentuh hati manusia dengan kasih Yesus yang dilahirkannya dan menjadi pelayan bagi manusia lain.
Baca juga: 5 Film Natal Tentang Cerita Hidup Perempuan Ini Menarik Ditonton
Jadi makna Natal bagi bukanlah seremonial yang gegap gempita, apalagi mendatangkan ribuan umat merayakan Natal di tempat-tempat besar. Tetapi bagaimana Maria, bisa melahirkan makna Natal, memberikan damai bagi diri sendiri, orang lain dan masyarakat, membagikan cinta kasih tanpa memandang apa agamanya, sukunya, jenis kelaminnya, kelas sosialnya atau apapun.
Merayakan Natal adalah memaknai Maria yang feminis, kelahiran Yesus yang sederhana penuh cinta kasih dan pengorbanannya untuk manusia. Agar kita bisa membagikan cinta kasih dan membuat dunia menjadi damai bagi seluruh umat manusia.
Selamat Natal untuk kelahiran Yesus, sekaligus merayakan Maria, seorang feminis muda yang menjadi jalan cinta kasih bagi manusia. Semoga damai selalu menyertai kita semua.
(Artikel pernah dipublikasikan pada 24 Desember 2022. Dimuat kembali dengan penambahan data dan perspekti feminis yang relevan)