Konde.co dan Koran Tempo punya rubrik ‘Klinik Hukum Perempuan’ yang tayang setiap Kamis secara dwimingguan. Bekerja sama dengan LBH APIK Jakarta, Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender, Perempuan Mahardhika, dan JALA PRT. Di klinik ini akan ada tanya jawab persoalan hukum perempuan.
Tanya:
Halo kakak di Klinik Hukum bagi Perempuan, saya mau tanya tentang banyaknya kasus keracunan Makan Bergizi Gratis yang dialami oleh para murid-murid SD sampai SMA di hampir seluruh wilayah Indonesia. Apakah akibat dari adanya kerugian yang dialami oleh para murid-murid ini, khususnya para orang tuanya dapat mengajukan gugatan Ganti rugi kepada pihak Pemerintah? Kalau bisa maka apa bentuk dari upaya hukum yang dapat dilakukan oleh para Masyarakat yang telah menjadi korban dari adanya program dari Pemerintah ini?
(Betty, Bandung)
Jawaban:
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan salah satu kebijakan sosial yang telah menjadi salah satu program unggulan dari pemerintah. Dan program Makan Bergizi Gratis ini telah dilaksanakan secara nasional dalam rangka meningkatkan gizi anak-anak sekolah di Indonesia. Sebagai program berbasis anggaran negara dan menyasar kelompok rentan, pelaksanaannya harus menjunjung tinggi prinsip-prinsip hukum tata negara, keadilan sosial, dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM).
Oleh karena itulah karena program MBG ini sangat menjunjung nilai-nilai hukum tata negara, keadilan sosial dan perlindungan HAM bagi kelompok Masyarakat, khususnya kelompok masyarakat yang rentan, maka pihak pemerintah harus dapat memberikan pelayanan serta jaminan atas keberlangsungan program MBG yang baik kepada Masyarakat.
Baca Juga: ‘Telur Busuk hingga Militerisme’ Temuan ICW Tunjukkan Carut Marut Proyek MBG
Tetapi sayangnya program MBG yang diberikan oleh pihak Pemerintah (Negara) tidak sejalan dengan prinsip-prinsip dasar yang menjadi acuan dari pelaksanaan program MBG ini. Banyak sekali dari kelompok Masyarakat yang menjadi korban dari adanya program MBG ini. Sebagai contoh kasus dari beberapa daerah, sebagai berikut:
- Sukoharjo, Jawa Tengah (16 Januari 2025). Sekitar 50 siswa SDN Dukuh 03 mengalami gejala mual dan muntah setelah menyantap menu MBG yang diduga mengandung ayam berbau tidak segar. Wikipedia+4citrasumsel.com+4kompas.id+4
- Nunukan, Kalimantan Utara (13 Januari 2025). Lebih dari 30 siswa dari SDN 003 dan SMAN 2 Nunukan Selatan mengalami diare dan mual setelah mengonsumsi ayam kecap dari program MBG. Wikipedia+1citrasumsel.com+1
- Cianjur, Jawa Barat (21 April 2025). Sebanyak 51 siswa MAN 1 Cianjur dan 52 siswa SMP PGRI Cianjur dilaporkan mengalami keracunan setelah menyantap makanan MBG yang diduga basi. CNN Indonesia+5kompas.id+5Wikipedia+5
- Bandung, Jawa Barat (29 April 2025). Sebanyak 342 siswa dan 2 guru SMP Negeri 35 Bandung mengalami gejala keracunan setelah mengonsumsi makanan dari program MBG. Wikipedia
- Tasikmalaya, Jawa Barat (1 Mei 2025). Sekitar 400 siswa dari Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Yayasan Abu Bakar Ash-Shiddiq mengalami keracunan setelah menyantap makanan MBG.
Baca Juga: Kantin Sepi, Perempuan dan Layanan Publik Kena Dampak MBG dan Pemangkasan Anggaran
Beberapa contoh dari kasus-kasus Keracunan Makanan dari program MBG di atas dapat menjadi bukti nyata bahwa dari pihak Pemerintah belum siap untuk melaksanakan program ini secara baik. Pelaksanaan Program MBG Sebagai kebijakan besar berpotensi menimbulkan sejumlah persoalan hukum, seperti:
- Distribusi yang Tidak Merata: Ketimpangan antarwilayah atau antara sekolah negeri dan swasta dapat menimbulkan dugaan diskriminasi.
- Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran: Penggunaan anggaran negara yang besar tanpa pengawasan publik dapat menimbulkan kecurigaan akan penyalahgunaan.
- Partisipasi Publik yang Terbatas: Kurangnya keterlibatan masyarakat sipil dalam perumusan kebijakan dapat dianggap sebagai pengabaian terhadap prinsip demokrasi partisipatoris.
- Standar Gizi dan Kualitas Layanan: Jika kualitas makanan tidak sesuai standar, maka dapat terjadi pelanggaran terhadap hak atas kesehatan anak.
Baca Juga: Menelisik ‘Wawancara Eksklusif’ Prabowo dengan 6 Pemred Media, Soal Klaim MBG Sukses Hingga Kekuatan Asing
Sehingga upaya hukum yang dapat dilakukan oleh kelompok Masyarakat dalam menyelesaikan kerugian-kerugian yang telah ditimbulkan dari program ini, adalah dengan melakukan dua upaya hukum, yaitu: Gugatan Class Action dan Citizen Lawsuit.
- Upaya Hukum Class Action
Class action atau gugatan perwakilan kelompok diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung RI (PERMA) No. 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok. Gugatan ini diajukan oleh satu atau beberapa orang sebagai wakil dari kelompok yang memiliki kepentingan hukum yang sama. Syarat utamanya meliputi: (1) adanya jumlah anggota kelompok yang cukup banyak, (2) terdapat kesamaan fakta dan dasar hukum, dan (3) adanya kepentingan yang sama.
Baca Juga: Cara Gugat Kelalaian Negara: Apa Beda Citizen Lawsuit dan Class Action Lawsuit?
2. Citizen Lawsuit (Gugatan Warga Negara)
Citizen lawsuit merupakan bentuk gugatan oleh warga negara terhadap pemerintah yang dianggap lalai dalam memenuhi kewajiban hukumnya. Di Indonesia, meskipun belum diatur secara eksplisit dalam undang-undang umum, praktiknya telah diakui melalui beberapa putusan pengadilan, khususnya dalam perkara lingkungan hidup dan hak konstitusional warga negara. Prinsip utamanya adalah adanya open legal standing atau hak berdiri hukum yang terbuka bagi warga negara demi kepentingan publik.
Analisis Potensi Gugatan
- Class Action
Apabila sekelompok orang tua atau siswa di wilayah tertentu merasa dirugikan secara sistematis akibat tidak tersalurkannya program MBG dengan baik, mereka dapat mengajukan gugatan class action. Misalnya, jika sekolah swasta tidak mendapat akses yang sama dengan sekolah negeri. Maka ini dapat dianggap sebagai diskriminasi berbasis institusi pendidikan. Namun, tantangan utama adalah membuktikan adanya kesamaan kerugian dan jumlah penggugat yang memadai.
b. Citizen Lawsuit
Gugatan ini dapat diajukan oleh organisasi masyarakat sipil atau individu warga negara atas nama kepentingan publik. Jika pemerintah dianggap melanggar asas keterbukaan informasi publik (UU No. 14 Tahun 2008), asas akuntabilitas pengelolaan keuangan negara (UU No. 17 Tahun 2003), atau hak anak atas gizi seimbang (Pasal 28B dan 28C UUD 1945), maka landasan hukum untuk citizen lawsuit terbuka lebar. Dalam hal ini, gugatan lebih menekankan pada aspek kelalaian negara memenuhi kewajibannya.
Tantangan dan Implikasi Hukum
Tantangan utama dari upaya gugatan class action atau citizen lawsuit terhadap program MBG adalah:
- Beban pembuktian yang cukup kompleks.
- Resistensi dari lembaga negara yang menganggap gugatan sebagai upaya politisasi.
- Belum adanya yurisprudensi kuat dalam bidang kebijakan sosial yang menjadi objek gugatan kolektif. Namun demikian, upaya hukum ini tetap penting sebagai sarana kontrol publik terhadap kebijakan negara dan memperkuat prinsip negara hukum.
Penutup
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan kebijakan sosial yang potensial memberikan manfaat besar bagi anak-anak Indonesia. Namun demikian, pelaksanaannya harus diawasi secara ketat agar tidak menimbulkan ketimpangan, pelanggaran hak, atau pemborosan anggaran. Dalam konteks hukum, terdapat ruang bagi masyarakat untuk menggunakan mekanisme Class Action dan Citizen Lawsuit. Keduanya sebagai bentuk partisipasi aktif dalam menjaga akuntabilitas negara. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk melaksanakan program ini dengan prinsip good governance, transparansi, dan kesetaraan.
Jika kamu mau berkonsultasi hukum perempuan secara pro bono, kamu bisa menghubungi Tim LBH APIK Jakarta. Kamu bisa mengirimkan email ke Infojkt@lbhapik.org atau Hotline (WA Only) pada kontak +62 813-8882-2669.
(Editor: Anita Dhewy)
Sumber Foto: EBC Media