Apakah Transportasi Umum Berperspektif Gender dan Inklusi: Sopir Ngebut Tak Sesuai Trayek, Penumpang Takut Negur(3)

Konde.co menelisik situasi Transportasi umum (Transum) di luar Jawa. Di Kupang, bemo yang merupakan angkutan umum sangat bising dengan suara musik, terkadang sopirnya ngebut dan tidak sesuai trayek, penumpang tak berani negur.

Jelang lebaran, Konde.co menerbitkan 3 (tiga) serial edisi khusus bertajuk #MenagihTransumAman yang tayang tanggal 24, 25 dan 26 Maret 2025. Artikel ketiga ini merupakan hasil liputan Konde.co soal problematika Transum di luar Jawa.

Mama Adriana Lomi (52), warga RT 09, RW 05, Kelurahan Lai-lai Bisi Kopan, Kecamatan Kota Lama, sehari-hari bekerja sebagai penjual minuman dan kue di Terminal Kupang.

Otomatis tiap harinya ia menggunakan Transportasi umum (Transum) untuk moda transport dari rumah ke Terminal. Namun yang ia temui, sopirnya suka ngebut, jalan tak sesuai jalurnya, dan mereka tak berani menegur.

Ketika ditemui Konde.co, Selasa (28/1), ia mengungkapkan, aktivitasnya setiap hari dilakukan dengan transportasi umum bemo. Karena hanya bemolah moda transportasi yang murah dan bisa dijangkau dirinya karena kediamannya ada di pusat kota. Ke mana saja ia bisa dengan naik bemo sepanjang tempat tujuannya ada trayek bemo.

Menggunakan transportasi bemo selain murah, juga karena Mama Adriana yang agak gaptek tidak bisa mengoperasikan aktivasi pemesanan transportasi online yang berbasis aplikasi. Sudah pernah diajarkan anaknya tetapi ia selalu lupa. Kecuali berpergian beramai-ramai dengan tetangga ke tempat duka atau pesta, baru ia berani pergi dengan taksi online. Ia juga baru akan naik ojek tradisional kalau lokasi tujuannya tidak ada trayek bemo, atau saat itu bemo sudah tidak beroperasi lagi. Intinya, ia lebih memilih naik bemo karena murah.

Sebelum  ia mengkredit motor untuk anaknya yang bekerja di Kelurahan OEbufu, ke  tempat kerja, anaknya juga menumpang bemo. Kecuali terburu-buru karena ada keperluan yang butuh waktu cepat, anaknya akan naik ojek on line atau taksi online. Sekeluarga lebih senang menggunakan bemo.

Baca juga: Apakah Transportasi Publik Kita Sudah Berperspektif Gender dan Inklusi?: Hasil Riset Konde.co (1)

Mama Adriana biasa ke Pasar Oeba, Kelurahan Fatubesi, Kecamatan Kota Lama dengan naik bemo pulang pergi hanya dengan Rp 10.000. Karena ia menjual minyak tanah dan harus mengambil minyak tanah  pada penjualnya di Oeba, kalau ia menggunakan ojek pergi harus membayar Rp 7000, dan pulang Rp 7000. Jadinya mahal. 

Mama Adriana menuturkan, kalau ke gereja hari Minggu, gerejanya dekat Pasar Oebobo, ia juga naik bemo trayek lampu dua. Setelah itu lanjut dengan bemo trayek lampu tujuh atau 27 baru sampai ke gerejanya. Sebab hari minggu pagi bemo trayek lampu 10 yang langsung ke gerejanya tidak ada. 

Setelah ke gereja, mereka menunggu lampu 10 itupun yang jalan dua unit. Kebanyakan lampu 10 tidak sampai di Terminal Kota Kupang. Mereka memutar balik kendaraannya di SPBU Pasir Panjang untuk  menghemat bensin dan menunggu penumpang yang ada di dekat lokasi tersebut. Padahal trayeknya harus sampai Terminal Kupang. Hal senada diakui penumpang lain di Pasir Panjang yang diwawancarai konde.co secara terpisah.

Menurut Mama Adriana karena rumahnya dekat Terminal Kupang, ia kemudian memantau hampir semua bemo pukul 20.00 Wita sudah tidak beroperasi lagi. Baik itu trayek lampu lima, lampu satu, lampu dua, ke  Tenau, Oebufu. Yang masih beroperasi sampai jam 21.00 Wita adalah bemo trayek Oesapa karena ada banyak pekerja pramuniaga yang bekerja di Kelurahan LLBK.

Suatu saat ia pernah ke Oesapa bersama dua anak karena ada urusan keluarga. Saat akan pulang ke rumahnya sudah pukul 22.00 Wita bemo sudah tidak beroperasi lagi. Ia minta kedua anak itu mencari taksi online dan mereka menumpang taksi online turun di Kelurahan Merdeka dan dengan ojek ke kediamannya. Baginya itu membuang biaya yang cukup besar. 

Baca juga: Apakah Transportasi Umum Berperspektif Gender dan Inklusi: Janji Manis Inklusivitas, Masih Bolong Sana- Sini (2)

Dalam keterbatasan bemo, ia merasa pemerintah ke depan harus mengupayakan angkutan kota yang murah seperti bemo sehingga bisa dijangkau semua warga masyarakat yang kurang mampu. Transportasi umum  harus ada dengan jam operasional hingga larut malam, termasuk hari libur umum. Termasuk juga pada Hari Raya Natal dan Tahun Baru, karena tidak semua masyarakat sanggup naik kendaraan berbasis aplikasi online. 

Sejumlah bemo menunggu penumpang di Kota Kupang, NTT. Foto: Anna Djukana/Konde.co.

Lebih lanjut ditambahkan, memang bemo mangkal lama menunggu penumpang. Kecuali kalau anak sekolah pulang sekolah tidak perlu menunggu lama karena bemo langsung penuh. Bukan seperti dulu tidak ada angkutan alternatif  lainnya dan satu-satunya bemo sebagai angkutan umum. Jadi sopir tidak perlu mangkal lama menunggu penumpang seperti saat ini.   

“Ya penumpang harus sabar, karena tidak mungkin bemo masih kosong sudah harus jalan. Kita harus mengerti itu. Nanti pengusaha bemo rugi,” katanya sembari menambahkan ada bemo yang jorok tetapi ada juga yang bersih sekali. 

Banyak sopir yang membawa bemo sudah tidak ngebut lagi seperti waktu waktu lalu, meski tidak bisa dihindari sopir tembak dimana sopir sebenarnya di tengah jalan berhenti dan diganti dengan sopir lain. 

“Kalau sopir buka tape musik keras-keras, saya biasa minta dikecilkan. Sopir ikut. Awalnya ikut nanti dibesarkan lagi. Tetapi mau bagaimana lagi,” ungkapnya.    

Transportasi umum  yang menghubungkan satu tempat ke tempat lain dalam Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) dan sekitarnya disebut bemo. 

Baca juga: Minimnya Transportasi Publik Perkotaan, Perspektif Gender Cuma Jadi Impian

Sejak tahun 70-an orang menyebutnya bemo. Walaupun bemo di Kota Kupang bukan becak motor kendaraan bermotor roda tiga yang digunakan sebagai angkutan umum di Indonesia. Bemo di Kupang merupakan kendaraan roda empat seperti kendaraan lainnya. Oleh pemilik atau pengusaha (operator) bemo akan mendandani bemonya dengan berbagai aksesoris, audio sound dalam bemo yang berkualitas sehingga musik yang diputar bisa sekeras-kerasnya, dihiasi dengan boneka, stiker, dicat dengan kualitas cat mobil pilihan bersih dan wangi, bangku duduknya juga dibuat rapih, nyaman dan ada pegangan bagi penumpang. Karena itu, sopirnya dandy dan juga kondekturnya. Itu kondisi bemo tahun 70-an sampai 2000-an di Kota Kupang. Jadi menumpang bemo di Kota Kupang seperti kita berada dalam diskotik berjalan/bergerak.

Tahun 1970-an sampai 1985, fisik bemo itu sopir dan penumpang terpisah. Sopir dan dua penumpang lainnya di depan sedangkan 14 penumpang (mestinya 11 penumpang) lainya dan kondektur duduk di belakang.  

Sejak 1985, mikrolet masuk Kota Kupang, maka bemo yang bentuk fisik seperti itu berkurang dan hilang. Tetapi moda transportasi mikrolet disebut bemo dan oleh pemiliknya didandani sama seperti bemo sebelumnya. 

Usaha transportasi umum di Kota Kupang membutuhkan biaya besar karena tidak saja membeli mobilnya tetapi pernak-pernik, audio sound yang bermerek, dicat yang baik. Karena itu, warga di Kota Kupang dan sekitarnya lebih senang jika bisa naik bemo yang bersih, bagus, full musik. 

Penumpang  juga pilih-pilih saat akan menumpang bemo. Bemo yang penampilannya pas-pasan dan tidak didandani, juga tidak full musik, tidak akan mendapat  penumpang atau sepi. Kecuali orangtua, orang dewasa yang akan naik bemo seperti itu.

Baca juga: Kenapa Papan Informasi di Transportasi Umum Penting? Ini Aksesibel dan Inklusif

Soal musik yang keras, penumpang dewasa sering mengkomplain para sopir. Bahkan pemerintah dalam hal ini kerjasama polisi lalu lintas, dinas LLAJ, Dinas Perhubungan  tahun 80-an, 90-an sampai 2000-an sering melakukan operasi karena bunyi musik yang sangat keras dan sudah melewati batas desibel pendengaran manusia. Tetapi jika sudah diingatkan, sifatnya sementara saja dan terus kembali lagi dan tidak jera. 

Yang menjadi persoalan anak-anak muda menyukai bemo dengan musik yang keras dan selalu dibuka dengan lagu rock, slow rock, dan metal. Jarang ada bemo yang menyetel lagu agama (Kristen red) yang menjadi mayoritas agama disana. Jika sopirnya orangtua/orang dewasa, mereka akan memutar lagu pop Indonesia, seperti keroncong dan dangdut. 

Orang dari luar NTT yang datang ke Kupang selalu memberi opini kalau angkutan kota (angkota) di Kupang sangat unik.

Sejak ada ojek tradisional/konvensional dalam Kota Kupang  tahun 1999, ada warga yang memilih ke mana-mana terutama yang rumahnya tidak persis di jalan yang dilewati transportasi umum lebih memilih naik ojek tradisional meski harganya mahal karena tidak ditetapkan Dinas Perhubungan seperti angkota (bemo). Sesuka hati ojeknya saja dan disepakati dengan penumpang. Jika cocok harga baru penumpang diantar ke alamat tujuan penumpang. Alasan mereka lebih cepat menumpang ojek. 

Di beberapa jalur trayek dalam kelurahan Kota Kupang, kehadiran ojek tradisional ini menyebabkan trayek-trayek tersebut tutup oleh pemilik bemo/penyedia jasa seperti trayek Terminal Kupang-Perumnas, Terminal OEpura-BTN-Kolhua, Pasar Inpres-Labat, Selam-Mantasi-Manutapen. Juga seiring berjalannya waktu dan masuk angkutan taksi dan ojek online serta  banyak warga juga sudah memiliki motor dan mobil pribadi maka beberapa trayek tersebut tidak beroperasi. 

Transportasi online di Kota Kupang hadir sejak tahun 2016 lalu. Datangnya ojek online juga menjadikan peta transportasi di Kupang menjadi berubah.

Baca juga: Penumpang KRL Bicara: Ini Alasan Transportasi Umum Buruk Bikin Perempuan Menderita

Sudah pukul 17.20 Wita, Selasa, 28 januari 2025 tetapi hari masih terang meski Kota Kupang  beberapa hari terakhir diguyur hujan tak henti-henti dari pagi sampai malam. Sore itu hujan lagi berhenti. Musim hujan siang lebih panjang jadi meski sudah jam lima lewat  matahari  belum terbenam. Seorang kondektur berlari menemui konde.co yang baru turun dari kendaraan, menawarkan jaza angkutan kota ke salah satu tempat.  Begitu-pun ojek konvensional. 

“Kaka, antar ke Fatufeto ko?,” sapa tukang ojek dengan teriakan keras beradu dengan bunyi musik dari toko-toko dan dari beberapa bemo  yang lagi mangkal di situ. 

Sementara yang kondektur dengan suara perlahan menanyakan apakah  mau bepergian ke Tenau supaya menumpang bemonya. Itulah situasi sore Selasa (28/1) di Terminal Kota Kupang dan sekitarnya  dekat bibir Pantai Kupang, Kelurahan Lai-lai Bisi Kopan, Kecamatan Kota Lama.

“Ya, bemo angkutan yang murah.”

Mama Marselina Tallo, warga Nabois, Kelurahan Fatureto, Kecamatan Alak juga punya cerita soal Transum ini. Marselina adalah penjual sayur, tahu, tempe dan bumbu dapur  di emperan Terminal Kota Kupang yang dihubungi secara terpisah Selasa (28/1)  menyampaikan, ia masih menumpang bemo yang ada trayeknya untuk keperluan keluarga ke tempat duka kematian, peminangan atau keperluan keluarga lainnya,  karena itulah angkutan yang murah dan bisa dijangkau. Itu pun ia harus keluar dari rumahnya ke Terminal Kupang yang jaraknya hampir dua kilometer dengan ojek  membayar Rp 7000, barulah menumpang bemo ke tempat tujuan. Karena menunggu bemo lama sedangkan ia harus berkejaran dengan waktu.

Baca juga: Pelecehan Seksual di Kereta: Tak Cukup Hanya Blacklist Pelaku, Harus Ada SOP Transportasi Aman

Pagi, pukul 06.30 Wita, setiap hari ia ke Pasar Oeba dengan naik ojek karena membutuhkan kecepatan berbelanja kebutuhan untuk jualan. Kalau menunggu bemo  nanti agak lama, karena bemo yang trayek ke rumahnya dan kelurahan sekitar hanya dua unit. Ke pasar Mama Marselina harus membayar ojek seharga Rp 25.000 sudah termasuk dari pasar ke tempat jualannya di terminal.

Meski bemo bising dengan suara musik, terkadang sopirnya mengebut, ia tidak berani menegur. Jadi pasrah saja ketika naik bemo karena itulah angkutan yang murah. 

Pulang malam dari jualan pukul 20.00 Wita, bemo yang trayek ke rumahnya sudah tidak beroperasi lagi jadi ia menumpang ojek seharga Rp 7000. 

“Jadi satu hari saja untuk transportasi Rp 32.000. Itu baru saya sendiri belum anak-anak, suami,” tuturnya. Karenanya ia mengharapkan ke depan pemerintah tetap mengupayakan transportasi umum  yang murah, aman dan nyaman bagi mereka orang kecil dengan usia sudah 60 tahun.

Beberapa hari lalu ia dan keluarganya naik bemo ke tempat duka di Kelurahan Lasiana, Kecamatan Kelapa  jaraknya cukup jauh, 13 Km. Turun dari bemo harus jalan kaki jauh lagi baru sampai ke rumah duka. Kalau menumpang ojek mahal. 

Mama Hana Labinte dan Mama Yuliana, warga Pasir Panjang yang ditemui Selasa (28/1) di kediamannya menuturkan kalau mereka masih tetap menggunakan angkutan umum bemo hingga saat ini meski ada angkutan alternatif lainnya.

Mama Hana ke Pasar Oeba, Kelurahan Fatubesi, Kecamatan Kota Lama pagi dari rumahnya  berjalan kaki, pulang naik bemo. Rumahnya kebetulan tidak jauh hanya sekitar 30 meter dari  jalan yang dilewati transportasi umum. 

Baca juga: Transportasi Umum yang Aman untuk Perempuan: Tanggung Jawab Siapa?

“Bemo itu transportasi yang murah meski kotor, bising dan terkadang sopir ngebut dan menggunakan sopir tembak. Tetapi itulah satu-satunya transportasi umum yang murah dibanding transportasi lainnya.”

Dikeluhkan bemo lampu 10 yang trayeknya Walikota-Terminal Kota Kupang, tetapi banyak sopir yang justru tidak mengikuti jalur yang sudah ditetapkan sesuai izin trayek. Para sopir  memutar kendaraannya di SPBU Pasir Panjang. Sehingga itu menjadi masalah untuk anak-anaknya dan anak-anak yang lain yang harus berangkat sekolah pagi dengan bemo atau pulang harus turun di SPBU Pasir Panjang dan jalan kaki cukup jauh. Keluhan ini sama seperti keluhan Mama Adriana Lomi.

Dia meminta Dinas Perhubungan Kota menertibkan sopir-sopir yang nakal seperti ini dan mengupayakan moda transportasi umum yang murah, aman dan nyaman bagi warga masyarakat termasuk masyarakat kurang mampu, transportasi umum  yang ramah bagi perempuan, anak, lansia.

Selain ke pasar, mama Hana ke acara keluarga, tempat duka atau keperluan lainnya tetap menggunakan bemo sepanjang tempat yang ditujunya ada trayek bemo. Sesekali saja dengan taxi online atau diantar suaminya.

Mama Yuliana ke Pasar Oeba dan beberapa tempat yang bisa dilalui transportasi umum  menumpang bemo, karena rumahnya dekat jalan yang dilalui angkutan umum. Angkutan umum itu murah.  Bemo-bemo yang ada saat ini tidak seperti tahun 80-an-90-an atau 2000an awal. Sekarang kotor, bising,  ngebut dan ada  sopir tembak.

Dia ingat dulu selalu ada Operasi Bersama Dinas Perhubungan, LLAJ dan polisi lalu lintas untuk menertibkan angkutan umum yang membuka musik memekakan telinga dan yang suka ngebut. 

“Dulu itu bemo dalam Kota Kupang itu bersih-bersih dan sopir-sopirnya juga berpakain rapi bukan asal-asalan seperti sekarang ini, malahan ada sopir tembak dimana pernah ada kecelakaan lalu lintas ternyata sopirnya,  sopir tembak,” ungkapnya.

Baca juga: Takut dan Tak Bisa Teriak: Pengalaman Pelecehan di Transportasi Umum

Dia meminta Dinas Perhubungan Kota Kupang membuat indikator angkutan umum yang layak dari segi infrastruktur, sopir, ramah, aman, nyaman dan murah bagi penumpang khususnya, perempuan, anak, difabel dan lansia. Sudah saatnya Pemerintah Kota Kupang mengupayakan moda transportasi umum massal yang murah dan inklusif di Kota Kupang.

Dengan adanya angkutan umum yang baik dan laik, kata dia, orang akan menumpang angkutan umum dan tidak akan membeli kendaraan  pribadi karena itu akan membuat macet.

“Kita tetap membutuhkan moda transportasi umum dan itu tugas pemerintah. Sehingga jam operasinya tidak sesuka operator atau penyedia jasa tetapi ditetapkan karena banyak pekerja sektor informal yang pulang sampai jam 10 malam. Naik transportasi online atau ojek konvensional mahalnya 10 kali lipat. Gajinya habis dibayar transport saja. Tetapi jika transportasi umum murah, aman, nyaman dan ramah untuk perempuan, anak, kelompok rentan orang tidak takut,” tegasnya.

Christin Natalia salah satu mahasiswa di Kota Kupang, tinggal di Batukadera  mengemukakan dari rumahnya ia harus naik ojek ke terminal karena jaraknya sampai satu  kilometer lebih. Harga ojek bervariasi suka-suka tukang ojeknya. Ada Rp 10.000, Rp 7000. Kalau menumpang bemo yang trayek  melewati rumahnya kelamaan. Kecuali pulang kuliah. Kalau bemo jauh dekat Rp 4000 ramah bagi kantongnya sebagai mahasiswa, apalagi ia seorang anak yatim piatu.

Terkadang ia mendapat pinjaman motor kakaknya tetapi karena jarak kampusnya jauh    tetap harus mengisi pertalite. Selain itu, ia takut terjaring operasi penertiban lalu lintas karena ia  belum mengurus  SIM. 

“Kalau kita ingin ke rumah keluarga harus dengan taxi online mahal harganya. Atau kalau natal bemo tidak jalan, hari libur umum juga hanya sedikit bemo yang jalan. Ini model transportasi umum yang tidak ramah bagi warga, anak sekolah, mahasiswa, perempuan, lansia dan difabel dan juga orang miskin.  Kalau anak sekolah libur lanjutnya sopir bemo itu mengaku sepi,” ungkapnya.   

Baca juga: Taksi Perempuan di Uganda: Atasi Kekerasan Perempuan di Transportasi Publik

Menurut dia, angkutan umum yang baik itu harus beroperasi meski malam hari, hari libur umum. Kalau orang mampu naik angkutan on line tidak menjadi masalah. “Tetapi yang seperti saya  itu sangat berat. Pemerintah coba pikir angkutan yang murah, tetapi nyaman dan aman untuk kami,” tegasnya.

Mama Ellen Sirlalang, warga Perumahan Lopo Indah Permai, Kelurahan Belo, Kecamatan Maulafa meminta  Dinas Perhubungan Kota Kupang membuat trayek bemo untuk anak sekolah yang ada di Kelurahan Belo. Jika bemo dianggap sudah tidak layak sebagai transportasi umum, bisa diadakan mini bus. Jika musim kemarau menumpang ojek konvensional atau online tidak masalah. Kalau musim hujan sangat berbahaya. Apalagi jalan masuk perumahan berbatu-batu, ada yang lumpur. Pernah ada ibu-ibu yang dengan motor saat mengantar anak ke sekolah karena hujan licin jatuh.

Di kompleks perumahannya, banyak keluarga yang menggunakan kendaraan pribadi roda dua dan roda empat sendiri. Tetapi warga di luar kompleks semua harus berjalan kaki ke Sikumana hampir dua kilometer baru menumpang bemo ke sekolah yang letaknya di Oebobo, Kelurahan Merdeka dan sejumlah kelurahan lainnya. Kalau yang sekolah di dekat Kelurahan Belo tidak menjadi masalah. Kalau menumpang ojek harus mengeluarkan Rp 7000 ojek tradisional dan ojol sekitar Rp 10.000 kalau hujan harganya berubah.

“Ia minta juga anggota Dewan Kota yang dari daerah pemilihan Belo dan sekitarnya memperhatikan ini untuk diperjuangkan,” tegasnya.

Di Kota Kupang sekitar tahun 2005-2008 ada pengusaha taksi lokal yang mengupayakan transportasi umum bus 10 unit beroperasi dalam Kota Kupang sejak pagi sampai malam hari. Sopirnya berseragam, juga kondekturnya semua perempuan berseragam. Waktu itu, animo warga menggunakan bus cukup tinggi. Mereka sangat senang karena menumpang bus nyaman, music tidak keras, aman karena tidak ngebut. Hanya saja hingga pengusaha meninggal dunia tidak jelas mengapa pengoperasioan bus tersebut berhenti.

Baca juga: Butuh Kontribusi Semua Pihak untuk Mewujudkan Transportasi yang Aman untuk Perempuan

Kepala Dinas Perhubungan Kota Kupang, Bernadus Mere yang dihubungi Senin (27/1) berkaitan dengan transportasi umum dalam hal ini bemo yang beroperasi di Kota Kupang yang murah, aman dan nyaman bagi perempuan, anak dan kelompok rentan, difabel dan lansia,  berapa total bemo yang beroperasi sebagai transportasi umum dalam Kota Kupang, ia mengemukakan rekapan data sampai dengan  awal  2024, jumlah angkutan kota (bemo ) yang sudah berbadan hukum 188 unit, sementara yang beroperasi lebih dari itu.

Mere mengakui  secara general, angkutan kota di Kota Kupang masih dimanfaatkan  oleh masyarakat. Akan tetapi bicara tentang layak sebagai angkutan umum, ada standar pelayanan minimal (SPM) Angkutan Umum (AU).  Apabila mengacu ke SPM, angkot di Kota Kupang belum sepenuhnya memenuhi  SPM. 

Angkutan kota di Kota Kupang dilayani  oleh mobil penumpang umum dengan kapasitas 11 orang, sehingga membahas mengenai pemenuhan kebutuhan perempuan, anak dan kelompok rentan atau tidak masih  banyak aspek dari angkutan kota yang belum memenuhi persyaratan yang dibutuhkan bagi  perempuan, anak dan kelompok rentan.

Menanggapi keluhan penumpang soal bising karena sopir memutar musik yang keras, sopir tembak dan ngebut sehingga tidak aman dan nyaman bagi penumpang,  sampai sejauh mana pengawasan dan penegakkan aturan dari Dinas Perhubungan Kota Kupang,  Mere menegaskan pengawasan dan penegakkan rutin dilakukan dinas perhubungan terhadap  pengoperasian angkota. Kendaraan yang memakai aksesoris yang dipasang secara berlebihan akan langsung ditindak. Mengenai sopir tembak, agak susah dilacak karena Dinas Perhubungan Kota Kupang tidak  punya data, sopir  tidak memiliki SIM, akan langsung diserahkan ke pihak kepolisian.

Menjawab konde.co ke depan apa konsep Dinas Perhubungan Kota Kupang  angkota yang murah, aman dan nyaman untuk perempuan, anak dan kelompok rentan dalam Kota Kupang, ia mengemukakan penyediaan angkutan yang aman, nyaman dan murah bagi perempuan, anak dan kelompok rentan bukan hanya berfokus pada sarana transportasinya saja, tetapi juga perencanaan yang komprehensif.

Baca juga: Pelecehan Menimpa Perempuan di dalam Transportasi Online

“Seperti peningkatan  infrastruktur transportasi, memperkuat kerangka  peraturan dan meningkatkan partisipasi publik dalam pengambilan keputusan sangat diperlukan.”

Kedepannya kendaraan berbasis  angkutan umum massal menjadi prioritas dalam menciptakan  mobilitas perkotaan yang inklusif.

Menurutnya, pemerintah (Dishub) tidak pernah menutup  atau menghapuskan trayek ke beberapa titik dalam Kota Kupang. Akan tetapi operator (penyedia jasa angkutan umum)  yang melayani trayek  sudah tidak beroperasi lagi. Mungkin dilihat dari potensi penumpang yang menurun sehingga operator angkutan kota merugi.

Transum di Makassar Belum Layak untuk Perempuan dan Kelompok Rentan

Bus Trans Mamminasata telah menjadi salah satu moda transportasi umum yang diandalkan oleh masyarakat Makassar. 

Dengan sistem transportasi yang semakin berkembang, kenyamanan dan keamanan penumpang, terutama untuk penumpang perempuan, lansia dan kelompok rentan seperti disabilitas, harusnya menjadi aspek penting yang harus terus diperhatikan.

Namun infrastruktur bus Trans Mamminasata di Makassar saat ini, masih menghadapi persoalan dalam menyediakan layanan yang ramah bagi perempuan, lansia dan disabilitas. 

Azizah (25) karyawati  perusahaan swasta di Makassar punya pengalaman menumpang bus Trans Mamminasata Makassar, menuju pantai Galesong di Takalar Sulawesi Selatan, pada akhir tahun 2024 kemarin. Untuk menuju ke pangkalan bus yang dulunya merupakan koridor 1 rute Mall Panakukkang-Galesong tersebut, dia harus berjalan menuju tempat mangkal bus di Mall Panakukkang. Kemudian harus menyeberang jalan dan menyusuri parkiran di sekitar Mall Panakukang Makassar, tempat bus bus tersebut terparkir. 

Azizah yang tinggal di pinggiran kota Makassar mengeluhkan masih sulit menjangkau titik titik pangkalan bus Trans Mamminasata di Makassar.

“Masih sulit diakses, karena harus berjalan jauh dulu baru menemukan titik pangkalnya yang cukup jauh. Kemudian bisa menemukan busnya,” Kata Azizah kepada Konde.co pada 29 Januari 2025.  

Baca juga: Transportasi Umum dan Pelecehan Perempuan

Bagi Azizah, pengalaman menumpang Bus Trans Mamminasata selama sekitar 1 jam yang mengantarkannya ke tempat rekreasi di kabupaten Takalar tersebut, belum nyaman dan aman bagi penumpang perempuan seperti dia   

Kondisi di dalam bus Trans Mamminasata. Foto: Ifa Fachridini/Konde.co.

“Guncangannya sangat keras dan rutenya lama dan terputar-putar. Juga tidak ada halte pada beberapa tempat pemberhentian yang dilewati. Selain itu, tidak ada tidak ada arahan dari petugas bahwa tujuan kita  sudah sampai,” kata Azizah yang sempat nyasar melewati halte yang akan dituju. 

Diapun harus kembali menumpang bus Trans Mamminasata untuk kembali pada tujuannya semula.  

Konde.co kemudian menumpang  bus Trans Mamminasata pada dua koridor pada Selasa, 28 Januari 2025. Dalam perjalanan ini, Konde.co mengikuti perjalanan bus koridor 5 dari titik Mall Panakukang Makassar sekitar pukul 10.30 WITA. Pembayaran tiket Trans Mamminasata hanya dapat dilakukan dengan menggunakan kartu uang elektronik atau QRIS.  

Penumpang harus naik melalui pintu depan dan turun melalui pintu tengah. Tersedia 20 kursi di bus ini, 11 kursi pada sisi kanan, 5 kursi pada sisi kiri bus, 4 kursi berderet di belakang. Tersedia 20 pegangan berwarna kuning. Bus ini sangat bersih dan dilengkapi dengan pendingin AC. Penumpang tidak diperkenankan makan atau minum didalam bus. 

Penumpang bus Trans Mamminasata naik melalui pintu depan. Foto: Ifa Fachridini/Konde.co.

Hanya ada satu orang supir tanpa ada petugas khusus di bus ini. Sewaktu uji coba dulu pada tahun pertama, ada satu petugas khusus yang bekerja untuk melayani penumpang. Namun sekarang hanya satu supir saja yang bertugas di bus ini. 

Pukul 11.15 WIB, bus kembali bergerak meninggalkan Universitas Hasanuddin melewati beberapa halte menuju Kampus Teknik Unhas Gowa. Beberapa tempat pemberhentian seperti Universitas Patria Arta, RS Muhammadiyah, UIN Samata, serta Pesantren Guppi Samata, Mutiara Indah Samata sampai PDAM Borongloe  belum menyediakan halte khusus untuk penumpang yang turun. 

Baca juga: Transportasi yang Ramah Perempuan

Semua penumpang yang melewati halte ini, harus melangkahkan kaki langsung ke jalan, begitu keluar bus. Hanya berhenti sebentar, dalam hitungan beberapa menit bus kembali berjalan menuju titik pemberhentian berikutnya.

Konde.co kemudian mengikuti kembali perjalanan bus ini  meninggalkan kampus Teknik Unhas Gowa sekitar pukul 13.40 WITA. Banyak penumpang perempuan menumpang bus ini. Salah satunya Theresia, seorang ibu rumah tangga yang naik dari titik Borongloe Gowa menuju ke Mall Panakukkang, Makassar. 

“Saya senang sekali naik bus Trans Maminasata karena lebih bersih, nyaman. Juga sangat membantu ekonomi warga Makassar karena murah,” kata Teresia yang baru saja menemui anaknya yang kuliah di Fakultas Teknik Unhas. 

Menurutnya, kalau dari naik mobil dari Gowa menuju Makassar, biayanya mahal bisa mencapai ratusan ribu. Sementara naik motor belum tentu aman. Jadi bus ini sangat membantu mobilitasnya dan anaknya yang masih kuliah di Unhas. 

“Saya nyaman naik bus ini, tidak ada kendala sama sekali,” kata Teresia. 

Meskipun begitu, dia memang melihat titik pemberhentian koridor ini tidak menyediakan halte khusus bagi penumpang bus. Seharusnya ada tempat khusus pemberhentian. 

“Tetapi penumpang harus  berhenti tempat lain, kemudian jalan dulu untuk menuju tempat tujuan,” kata Teresia, kepada Konde.co. 

Theresia menilai bus Trans Maminasata yang belum dilengkapi oleh petugas khusus, belum aman bagi perempuan lansia, disabilitas. 

Baca juga: Pemerintah Harus Evaluasi Transportasi untuk Perempuan

“Karena tadi harus cepat cepat naik yah, jadi dia tidak memfasilitasi untuk ibu hamil. Karena harus buru buru turun dan naik yah,” katanya. 

Perempuan dan lansia menghadapi tantangan dalam menggunakan layanan bus Trans Mamminasata. 

Meskipun data spesifik mengenai pengalaman perempuan dan lansia di kota Makassar dalam menggunakan layanan ini terbatas, umumnya kelompok ini memerlukan fasilitas seperti tempat duduk prioritas, pegangan tangan yang ergonomis, dan informasi rute yang jelas dan mudah diakses. Kurangnya fasilitas tersebut dapat mengurangi kenyamanan dan keamanan mereka saat menggunakan transportasi umum. Meskipun demikian sudah ada kemudahan kemudahan yang diberlakukan pemerintah kota untuk masyarakat. 

Penumpang bus Trans Mamminasata turun melalui pintu tengah yang berundak. Foto: Ifa Fachridini/Konde.co.

Tingkat penggunaan bus ini masih tergolong rendah. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat, termasuk perempuan dan lansia, belum sepenuhnya merasa nyaman menggunakan layanan ini. 

Sebuah penelitian yang dilakukan mahasiswa Universitas Hasanuddin mengenai persepsi penumpang perempuan terhadap pelayanan Bus Trans Mamminasata, mengungkapkan bahwa kondisi eksisting angkutan umum di Kota Makassar belum sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan penumpang perempuan. 

Selain itu,  penelitian lain menyoroti bahwa meskipun Teman Bus Trans Mamminasata  menawarkan tingkat keselamatan yang tinggi dan tarif terjangkau, namun aspek kenyamanan masih perlu ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan perjalanan masyarakat. Diantaranya  menyediakan fasilitas khusus dan memastikan keamanan selama perjalanan. Serta memberikan pelatihan kepada staf untuk lebih responsif terhadap kebutuhan penumpang perempuan, lansia dan disabilitas. 

Dengan demikian, diharapkan Trans Mamminasata dapat menjadi pilihan transportasi yang lebih inklusif dan nyaman bagi semua kalangan di Kota Makassar.

Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sulsel, Ambo Masse mengatakan secara umum transportasi umum di Makassar, belum  layak untuk kelompok rentan, baik Lansia, perempuan dan disabilitas.  

Baca juga: Marak Pelecehan Seksual di Fasilitas Umum: Kebijakan Pemerintah Mesti Serius Lindungi Perempuan

Misalnya untuk pete pete (angkutan kota) di Makassar, sudah tidak layak bagi konsumen kelompok rentan, karena suka ngebut dan ugal ugalan. Selain itu  banyak yang mengeluhkan audio musiknya yang sangat kencang dan sangat besar di mobil. 

Ambo mengatakan di Makassar pernah  mencoba layanan berbasis inklusif dulu dengan hadirnya bus Damri dan bus tingkat, kemudian berhenti beroperasi. 

“Salah satu solusi yang penting adalah bagaimana pemerintah menghadirkan kendaraan yang layak untuk semua pemakai kendaraan umum, yang memperhatikan kelayakan kendaraannya, itu ada standarnya. Terutama sopirnya harus terlatih untuk menghormati, menegur dan menyapa,” kata Ambo Masse kepada Konde.co di Makassar, 25 Januari 2025.

Untuk itu, penyediaan transportasi umum memerlukan kajian atau riset untuk menelaah kebutuhannya, yang tidak berbenturan dengan jalur-jalur yang ada sekarang.

Bus Trans Mamminasata yang operasionalnya telah dimulai sejak tahun 2021 merupakan upaya mengurangi pergerakan kendaraan pribadi termasuk sepeda motor untuk beralih ke angkutan umum.

Sejak 2021 secara bertahap bus ini telah mengalami uji coba melayani empat koridor. Yakni Koridor 1 (Panakkukang Square – Pelabuhan Galesong) dan Koridor 2 (Mall Panakukang – Bandara Sultan Hasanuddin), Koridor 3 (Kampus 2 PNUP – PIP)  dan Koridor 4 (Kampus Teknik Unhas Gowa – Panakkukang Square). Operasional bus ini mendapat subsidi dari pemerintah pusat. 

Sejak 31 Oktober 2022, Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan melalui Dinas Perhubungan menetapkan tarif Rp 4.600 per penumpang untuk semua rute Teman Bus Trans Mamminasata. Namun, terdapat kebijakan khusus bagi pelajar, lansia, dan penyandang disabilitas yang memungkinkan mereka menggunakan layanan ini secara gratis. Pelajar hanya perlu  menunjukkan kartu pelajar, sedangkan lansia yang berusia 60 tahun ke atas perlu  menunjukkan KTP sebagai bukti. 

Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Darat telah menyediakan layanan transportasi umum bagi  masyarakat di wilayah Makassar, Sulawesi Selatan melalui skema Buy The Service (BTS) Trans Mamminasata dengan 2 koridor per tanggal 1 Januari 2024. 

Baca juga: Kabinet Mangkir, Isu Perempuan Tak Hadir: Riset 100 Hari Pemerintahan Prabowo-Gibran

Rendahnya tingkat keterisian penumpang yang masih dibawah 35 persen pada beberapa koridor atau rute, maka pada 1 Januari 2024, Kemenhub tetap akan tetap memberikan layanan Trans Mamminasata, dari empat menjadi dua koridor. Yaitu Koridor 1 (Panakkukang Square – Pelabuhan Galesong) dan Koridor 2 (Mall Panakukang – Bandara Sultan Hasanuddin). Dua rute lainnya yaitu Koridor 3 (Kampus 2 PNUP – PIP) dan Koridor 4 (Kampus Teknik Unhas Gowa – Panakukang Square) pengelolaannya diserahkan kepada pemerintah daerah.

Infrastruktur fisik Bus Trans Mamminasata belum sepenuhnya ramah bagi penyandang disabilitas. Fasilitas pendukung seperti halte belum menyediakan ruang khusus, dan jalur khusus (ramp) yang tersedia tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan. Kondisi ini bertentangan dengan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2013 yang mengamanatkan penyediaan sarana transportasi umum yang ramah bagi penyandang disabilitas. 

Ketua Balla Inklusi, organisasi aktivis difabel di Sulawesi Selatan, Abdul Rahman mengatakan infrastruktur bus Trans Mamminasata belum mendukung penumpang difabel. 

“Infrastrukturnya selama ini belum mendukung, karena penempatan halte yang tidak sesuai dengan kebutuhan penumpang. Itu karena kebijakannya tanpa melalui proses kajian yang begitu mendetail,” katanya. 

Abdul Rahman yang pernah menjadi ketua Pergerakan Difabel Indonesia untuk Kesetaraan (Perdik) Sulsel, menjelaskan salah satu contoh halte di depan UIN Alauddin Makassar yang dibuat diatas trotoar, yang membuat hak pejalan kaki terganggu. Selain itu, ada trotoar yang dibangun pas di atas got tanpa ada pembatas, yang  membuat tidak aman untuk penumpang disabilitas. 

“Kami sudah pernah menyampaikan hasil riset ini  kepada pemerintah 2-3 tahun lalu. Tapi belum ada perbaikan sampai sekarang. Jadi infrastruktur yang dibangun asal asalan dan mengganggu hak pejalan kaki yang lain, karena hampir semua halte ditempatkan diatas trotoar,” kata Abdul kepada Konde.co, Kamis, 30 Januari 2025. 

Selain itu, pihaknya juga belum mengetahui apakah setiap petugas bus ini sudah mendapatkan pelatihan bagaimana melayani kelompok rentan seperti penumpang difabel dalam mengakses bus Trans Maminasata ini. 

Baca juga: #OkeGasAwasiRezimBaru: Viral Patwal Mobil Raffi Ahmad, Feodalisme di Kalangan Pejabat

Menurutnya, seharusnya pemerintah pusat dan pemerintah kota berkoordinasi dengan kabupaten/kota, mulai membangun infrastruktur dan sarana yang aman bagi semua kelompok.  

“Tetapi koordinasi itu hanya terbatas melakukan sosialisasi. Tidak pernah melibatkan organisasi masyarakat sipil untuk membuat kebijakan transportasi umum ini,” kata Abdul. 

Menurutnya, fasilitas transportasi ini tidak ramah kepada  kelompok rentan termasuk penumpang difabel. Karena teman teman difabel tidak menggunakan fasilitas tersebut. Saat ini mereka lebih nyaman menggunakan transportasi online, untuk memudahkan mereka mobilitas dari satu tempat ke tempat lain. 

“Seandainya infrastruktur bagi Difabel memadai dan mendukung, otomatis teman difabel akan menggunakan bus Trans Mamminasata. Karena fasilitas ini adalah fasilitas umum, tetapi kalau tidak melibatkan masyarakat, maka secara otomatis proyek pemerintah itu adalah proyek gagal,” katanya.

Dia berharap pemerintah bisa mengajak diskusi semua kelompok masyarakat di Sulsel, untuk mencari solusi bersama, untuk merumuskan strategi meningkatkan layanan transportasi ini. Sehingga bisa mengkaji kembali kebijakan pelayanan bus Trans Mamminasata ini. 

Untuk meningkatkan aksesibilitas dan kenyamanan bagi semua pengguna, terutama perempuan, lansia, dan penyandang disabilitas, beberapa langkah dapat diambil pemerintah kota, diantaranya peningkatan fasilitas fisik dengan memperbaiki desain halte dan bus agar ramah bagi penyandang disabilitas, termasuk penyediaan ramp dengan kemiringan sesuai standar, ruang khusus, dan pegangan tangan yang memadai. 

Baca juga: Marak Kekerasan di Fasilitas Umum, Bagaimana Menjamin Ruang Publik yang Ramah Gender?

Serta memberikan pelatihan kepada petugas bus dan halte mengenai pelayanan yang inklusif dan responsif terhadap kebutuhan khusus penumpang. Juga sosialisasi dan kampanye untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, tentang pentingnya memberikan prioritas dan menghormati hak-hak penumpang dengan kebutuhan khusus.

Dengan komitmen dan upaya bersama dari pemerintah, dinas perhubungan dan operator transportasi diharapkan layanan bus Trans Mamminasata dapat menjadi lebih inklusif dan ramah bagi semua kalangan. Sehingga mendorong mobilitas yang aman dan nyaman bagi seluruh warga Makassar, khususnya perempuan, lansia dan kelompok rentan lainnya termasuk disabilitas. 

Kepala UPT Trans Mamminasata Nurdiyana dan Kadis Perhubungan kota Makassar Zainal Ibrahim tidak memberikan respons saat Konde.co mengirimkan pesan untuk melakukan wawancara pada Senin, 10 Maret 2025. 

Tim Konde.co 

Penulis: Nurul Nur Azizah 

Reporter: Salsabila Pertiwi (Bandung), Pito Agustin (Yogyakarta), Ika Ariyani (Surabaya), Ifa Fachridini (Makassar), dan Anna Djukana (NTT) 

Grafis: Ardiles

Riset dan Data: Luthfi Maulana dan Laras Editor: Luviana

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik. Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!