Poster film OOTD

Film ‘OOTD’: Impian Birmingham dan Cerita Di Balik Layar Fashion Designer

Film OOTD: Outfit of the Designer bercerita tentang perempuan yang gigih untuk menjadi desainer mode di dunia internasional. Ia berusaha bangkit kembali setelah dihantam berbagai peristiwa menyedihkan.

Kenapa film ini menarik? Karena film OOTD atau Outfit of the Designer bercerita tentang hidup para desainer di dunia mode yang sering tertutup karena bekerja di balik layar, dan tak banyak orang tahu.

Film dimulai dengan alunan musik diskoria, seiring layar bioskop yang cerah. Warnanya cukup kontras membuat mata sedikit silau, tetapi masih bisa dinikmati oleh para penonton. 

OOTD memperlihatkan betapa estetiknya setiap sudut kota Birmingham, Inggris. Ya, film ini mengikuti kehidupan mahasiswi fashion designer yang berambisi mengenalkan kekayaan Indonesia kepada dunia.

Film pertama yang disutradarai oleh Dimas Anggara ini sudah rilis sejak 25 Januari 2024. Lantas, apa yang menarik dari film OOTD?

Nare (Jihane Almira), seorang mahasiswi fashion designer asal Indonesia yang cukup berprestasi di universitasnya. Nare selalu tampil modis dan totalitas kemanapun dia pergi. Sehari-hari, Nare disibukkan dengan mempersiapkan tugas akhir kuliahnya.

Baca Juga: Tahun Baru, 4 Film Perempuan Ini Akan Tayang Januari 2024

Meski Nare hidup sendiri, tetapi ia dikelilingi oleh teman-teman yang sangat suportif. Sebut saja mereka Luni (Asmara Abigail), Mala (Givina Lukita), dan Dantie (Jolene Marie). Mereka bahkan membantu Nare mewujudkan keinginan untuk membuat fashion show on the road di tengah kota Birmingham, Inggris.

Nare ingin sekali mengenalkan kekayaan khas Indonesia kepada dunia melalui desain pakaian yang dibuatnya. Kesempatan fashion show ini dimanfaatkan sebaik mungkin untuk menciptakan pakaian yang menonjolkan khas Indonesia yaitu batik. Acara ini terbilang sukses karena mendapatkan atensi baik dari orang di sekitar.

Dimas Anggara seolah ingin menunjukkan bahwa Nare adalah perempuan paling beruntung dalam hidupnya. Semua orang menyayangi dan mendukungnya. Impiannya sejak kecil pun dapat terwujud. Sebagai penonton, aku membayangkan betapa nikmatnya hidup seperti Nare.

Namun, sang sutradara tidak ingin penonton terbuai akan kehidupan yang berjalan mulu tersebut. Masalah muncul satu per satu, membuat emosi penonton yang awalnya sangat bahagia, ditambah visual film yang cukup memanjakan mata, tiba-tiba berubah menjadi penuh haru. Apa yang terjadi pada Nare?

Menjadi Pendengar Tapi Tak Didengar

Sebagai teman–dan sesama perantau–yang baik, Nare berusaha selalu ada bagi teman-temannya. Terlebih mereka selalu membantu dan mendukung impian Nare menjadi fashion designer asal Indonesia yang terkenal. 

Sayangnya, tidak semua teman melakukan hal yang sama untuk Nare.

Ia selalu menyediakan ruang aman bagi Mala yang terjebak dalam hubungan toksik bersama kekasihnya. Berulang kali Nare meminta agar Mala memutuskan hubungan tersebut. Namun, tak ada satu pun saran Nare yang diterapkan oleh Mala. 

Sebagai model, Mala dipaksa untuk membatasi makanan yang dikonsumsi. Kekasihnya–yang sekaligus manager–tak segan meminta Mala memuntahkan makanan jika ketahuan melanggar larangan tersebut. Luka dan lebam seolah tidak pernah hilang dari badan Mala, malahan selalu ada luka baru yang muncul.

Alasan Mala selalu luluh dengan rayuan kekasihnya adalah karena tindakannya yang manipulatif. Setelah bertengkar, kekasihnya selalu meminta maaf dan memberikan sesuatu yang romantis. Sikap tersebut membuat Mala berpikir bahwa kerasnya tindakan kekasihnya adalah bentuk kasih sayang.

Sebagai orang terdekat, Nare banyak melindungi teman dari kekerasan dan jebakan hubungan toksik. Selain menjadi pendengar yang baik, teman perlu menyediakan ruang aman agar teman yang menjadi korban kekerasan ini bisa berlindung.

Menjadi Korban Keegoisan Teman

Suatu ketika, Nare dekat dengan seorang laki-laki bernama Bagas (Rangga Wahyu Nattra). Ia bekerja sebagai fotografer yang juga membantu Nare mewujudkan impiannya menjadi designer terkenal.

Sayangnya, mereka terjebak dalam cinta yang rumit. Luni sangat menyukai Bagas, meski statusnya tengah dekat dengan Azka (Derby Romero), pengagum Nare sejak masih sekolah. Kabar kedekatan Nare dan Bagas ini membuat Luni kesal. Ia pun bekerja sama dengan Azka untuk mendapatkan cintanya masing-masing.

Cerita terus bergulir disini, ada korban dan pelaku dalam rantai relasi mereka.

Cerita hidup Nare, membuat kita bisa tersenyum sepanjang adegan, tapi tiba-tiba meneteskan air mata. Memang betul, tidak ada yang abadi dalam hidup. Kita pasti akan mengalami kehilangan, baik itu dalam lingkup pertemanan, percintaan, pekerjaan, dan lain sebagainya.

Lama tak terdengar kabar dari teman-temannya di Inggris sejak kepulangan Nare ke Indonesia. Hingga suatu malam, Nare mendapat telepon dari Dantie. Ia banyak kehilangan orang terdekat.

Baca Juga: ‘Sehidup Semati’ Buktikan Perempuan Korban Bisa Melawan KDRT

Sayangnya, Dimas Anggara selaku sutradara tak banyak mengeksplorasi bagian ini dalam film OOTD. Alurnya terkesan buru-buru dan dipaksakan. Sebetulnya, cerita akan lebih menarik jika sutradara mampu menggambarkan bagaimana Nare menghadapi semua masalah yang menimpanya dan berusaha bangkit dari trauma.

Kisah tersebut pasti akan sangat menginspirasi perempuan yang mencoba bangkit dari kesedihannya. Mengingat bahwa proses penyembuhan trauma setiap orang berbeda-beda. Barangkali cerita Nare–yang dikabarkan berasal dari kisah nyata–juga dapat menguatkan sesama perempuan agar tidak merasa sendirian.

Nare perlahan mewujudkan impiannya menjadi fashion designer. Ia bertemu dengan para pengrajin batik dan ecoprint. Ia belajar membuat pakaian yang berbahan dasar tanaman. Jadi, produk-produk yang dihasilkan Nare lebih ramah lingkungan dan bisa didaur ulang.

Baca Juga: Serial ‘Bestie 2’ Buktikan Sisterhood Bisa Kuatkan Perempuan di Masa Tersulit

Ia memutuskan untuk bergerak di industri slow fashion (pakaian lambat). Selama ini, industri pakaian terkenal dengan produksinya yang serba cepat karena harus mengikuti tren. Produksi ini tentu sangat berisiko bagi lingkungan, mengingat limbah pabrik pakaian mengandung bahan kimia tinggi dan tidak bisa didaur ulang.

Slow fashion mengedepankan kualitas pakaian daripada kuantitas. Bahan yang digunakan pun lebih ramah lingkungan karena terbuat dari tanaman dan bisa didaur ulang. Selain itu, industri slow fashion juga mementingkan nilai dari setiap produk yang dihasilkan. Tak heran jika industri slow fashion dapat memberi dampak sosial dan ekonomi yang baik bagi masyarakat.

Penasaran dengan kehidupan Nare dalam mengejar impiannya? Jangan lupa nonton OOTD: Outfit of the Designer yang sedang tayang di bioskop seluruh Indonesia!

Rustiningsih Dian Puspitasari

Reporter Konde.co.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!